Ayat-Ayat Kosmologi
Abstrak
Pembahasan
ayat-ayat tentang penciptaan alam semesta terkait dengan ayat-ayat
kauniyah. Penafsirannya dibantu dengan pendekatan ilmu pengetahuan agar
makna ayat-ayat tersebut dapat diselami. Para mufassir klasik maupun
modern mencoba menjelaskannya dengan ulum at-tafsir juga didekati dengan
pendekatan ilmu pengetahuan yang tentu saja sesuai dengan
perkembangannya pada masa itu. Kebenaran ilmiah yang dipaparkan
al-Qur’an, tujuan pemaparan ayat-ayat tersebut untuk menunjukkan
kebesaran Allah dan ke-Esaan-Nya. Serta mendorong manusia seluruhnya
untuk melakukan observasi dan penelitian demi lebih menguatkan iman dan
kepercayaan kepada-Nya. Kata kunci: kosmologi, penciptaan alam semesta,
penafsiran, dan ilmu pengetahuan
A. Pendahuluan
Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan, orang mulai melakukan pengamatan lebih
rasional terhadap alam semesta. Astronomi berkembang, dari pengamatan
bintang dan planet melebar ke studi struktur dan evolusi alam semesta.
Lahirlah Kosmologi, sains yang mencari pemahaman fundamental alam
semesta
[1].Menarik
jika kita melihat hubungan Sains dengan Teologi. Kosmologi Islam
menjadi contoh yang sangat bagus untuk menggambarkan hubungan harmonis
di antara kedanya: bagaimana sains membantu memahami al-Quran. Tulisan
ini akan menyajikan bagaimana Islam mengajarkan Kosmologi pada umat
manusia dari literatur paling utama: al-Quran. Dan kemudian kita akan
melihat bagaimana sains membahas dalam kasus yang sama. Bukan bermaksud
untuk mencocok-cocokkan agama dengan sains atau sebaliknya
[2].Sebagai
muslim tentu percaya al-Quran mutlak kebenarannya, walau mungkin
kemampuan kita belum cukup memahami maknanya. Sementara kebenaran sains
itu relatif, sebuah teori (dalam sains) dianggap benar selama tidak ada
teori yang membuktikan itu salah. Teori yang dianggap benar sekarang
bisa jadi usang 100 tahun lagi. Pemaparan literatur sains yang dilakukan
adalah sejauh pemahaman sains itu sendiri dan teknologi yang
menyertainya. (Topik ini enak dibahas tapi beresiko besar terjebak dalam
pembahasan “kemutlakan agama”
[3].Pengamatan
kita tentang alam semesta ini dalam kerangka meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kita kepada Allah. Yakni dengan menyaksikan tanda-tanda
kekuasaan dan kebesaran-Nya melalui ayat –ayat kauniyah-Nya yang
terhampar luas di alam semesta.
Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala
wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka
bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya
Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? QS. Al-Fush-shilat/41: 9
Pengertian
afaq dalam ayat di atas sangat luas dan mendalam. Mencakup semua yang
ada di langit dan di bumin serta di antara keduanya. Semua itu dalam
penjelasan al-Qur’an merupakan tanda-tanda kekuasaan-Nya
[4].
Di
antara tanda-tanda kekuasaan Allah yang akan dibahas dalam kesempatan
ini adalah tentang ayat-ayat tentang penciptaan alam semesta
(kosmologi). Untuk memahami ayat-ayat kauniyah (terkait dengan fenomena
alam) ini, penafsirannya perlu menggunakan pengetahuan kosmologi
sehingga pesan-pesan yang terdapat dalam ayat tersebut dapat difahami
dengan baik.
B. Ayat-Ayat tentang Penciptaan Alam Semesta dan Penafsirannya
Dalam meruntut pembicaraan al-Qur’an tentang Kosmologi, pemakalah dalam
penentuan ayat- ayat yang terkait, mengambilnya dari konsep yang
ditawarkan Achmad Baiquni tentang penciptaan alam semesta dalam bukunya
Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman. Karena pembahasannya sejalan
dengan pengetahuan Kosmologi modern. Lalu ayat-ayat yang telah
ditentukan tersebut diuraikan penafsirannya menggunakan Tafsir
al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Karya M. Quraish
Shihab dan Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib karangan Fakhr ad-Din
ar-Razi. Hal ini untuk mewakili penafsiran ulama yang menggunakan
pendekatan ilmiyah sebagai salah satu pendekatan penafsirannya. M.
Quraish Shihab mewakili mufassir modern dan Fakhr ad-Din ar-Razi
mewakili mufassir klasik. Ayat-ayat al-Qur’an yang terkait
dengan penciptaan alam semesta
[5] itu adalah:
1. QS. al-Anbiya’/21: 30
Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan
antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup.
Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? QS. al-Anbiya’/21: 30
Tema sentral QS. al-Anbiya’ adalah tentang kenabian. Ia dawali dengan
uraian tentang dekatnya hari kiamat dan keberpalingan manusia dari
ajakan kebenaran
[6]
Ayat ini termasuk dalam pengelompokan ayat (ayat 21-33 QS. al-Anbiya’)
yang berbicara tentang bukti keesaan Allah dan kuasa-Nya. Setelah pada
ayat sebelumnya mengemukakaan tentang berbagai argumen tentang keesaan
Allah baik yang bersifat aqli maupun naqli; yakni yang bersumber dari
kitab-kitab suci, maka kini kaum musyrik diajak untuk menggunakan nalar
mereka guna sampai pada kesimpulan yang sama dengan apa yang dikemukakan
itu.
[7] Kata ratqan dari segi bahasa berarti terpadu
[8] atau tertutup
[9] sedang fafataqnaahumaa terambil dari kata fataqa yang berarti terbelah/ terpisah
[10].
Ibnu ‘Abbas menyatakan lalu Allah memisahkan keduanya dan Dia
mengangkat langit ke posisi di mana ia berada sedang Bumi tetap pada
tempatnya. Ka’ab mengatakan bahwa Allah menciptakan langit yang padu
lalu Ia menciptakan uadara yang dihembuskan ke tengh-tengah keduanya
sehingga keduanya terpisah
[11].
Langit itu dikatakan ratqan apa bila tidak turun hujan dan bumi
dikataka ratqan bila tidak ada retakan. Lalu Allah memisahkan keduanya
dengan air dan tumbu-tumbuhan yang menjadi rezki bagi manusia
[12].Firman
Wa ja’alnaa min al-ma-i kull syay-i hayy ada yang memaknainya dalam
arti segala yang hidup membutuhkan air, atau pemeliharan kehidupan
segala sesuatu adalah dengan air, atau kami jadikan cairan yang
terpancar dari shulbi (sperma) segala yang hidup yakni dari jenis
binatang
[13].
Sebagian mufassir mengartikannya termasuk di dalamnya tumbuh-tumbuhan
dan pohon yang tumbuh karena ada air yang menjadikannya subur, hijau dan
berbuah
[14].Ayat
di atas mengisyaratkan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan padu.
Alam yang padu itu lalu dipisahkan oleh Allah. Namun al-Qur’an tidak
menjelaskan kapan dan bagaimana terjadinya pemisahannya itu
[15].
Para ulama berbeda pendapat dalam memahami ayat ini. Di antaranya ada
yang memahami dalam arti langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan
yang terpadu. Hujan tidak turun dan bumi pun tidak ditumbuhi pepohonan.
Allah lalu membelah langit dan bumi dengan jalan menurunkan hujan dari
langit dan menumbuhkan pepohonan di bumi
[16].
Ada lagi pendapat yang menyatakan bahwa langit dan bumi tadinya
merupakan sesuatu yang utuh tidak terpisah, kemudian Allah pisahkan
dengan mengangkat langit ke atas dan membiarkan bumi di tempatnya berada
di bawah lalu memisahkan keduanya dengan udara lalu langit menurunkan
hujan sehingga menumbuhkan tanaman di Bumi dan Allah menjadikan air
sumber kehidupan
[17].Al-Qur’an
memerintahkan orang-orang yang kafir, untuk mengamati dan mempelajari
alam semesta yang padu lalu dipisahkan oleh-Nya. Observasi itu
diharapkan dapat mengantarkan mereka kepada keimanan atas
kemahakusaan-Nya.
2. QS. Adz-Dzariyat/51: 47
Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya
kami benar-benar berkuasa. QS. Adz-Dzariyat/51: 47 Tema utama QS
Adz-Dzariyat adalah uraian tentang hari kiamat yang dibuktian antara
lain dengan membuktikan keesaan Allah. Ayat di atas termasuk kelompok
ayat 38- 51 QS. Adz-Dzariyat) yang membuktikan keesaan Allah dengan
tokoh sentralnya nabi Musa
[18].
Menurut
al-Biqa’i ayat yang sebelumnya menegaskan bahwa siksa yang menimpa
generasi yang terdahulu bersumber dari atas langit. Boleh jadi ada yang
menduga bahwa hal tersebut disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada
ciptaan Allah—di langit itu. Ayat ini menampik dugaan tersebut sambil
menegaskan kekokohan dan kuatnya ciptaan Allah itu
[19].
Kata ayd bentuk jamak dari yad/ tangan. Banyak ulama yang
mengartikannya kuasa dan ada juga yang mengartikannya nikmat. Maha luas
Kuasa serta Maha luas Nikmat-Nya. Kalimat wa innaa lamuusi’uun/
sesungguhnya kami benar- benar maha Luas difahami oleh al-Biqa’i dengan
pengertian maha Kaya lagi maha Kuasa tanpa batas. Terambil dari kata
wus’u yakni kemampuan
[20].
Komentar
tim pengusun Tafsir al-Muntakhab yang terdiri dari pakar Mesir
kontemporer bahwa ayat ini mengisyaratkan beberapa isyarat ilmiah.
Antara lain, Allah menciptakan alam yang luas ini dengan kekuasaan-Nya.
Dia maha Kuasa atas segala sesuatu. Kata sama’ berarti segala sesuatu
yang berada di atas dan menaungi. Maka segala sesuatu yang ada di
sekitar benda langit dan tata surya di sebut sama’. Alam raya kita amat
luas, lalu mengartikan wa innaa lamuusi’uun/ sesungguhnya kami benar-
benar maha meluaskan (yakni alam raya ini) menunjukkan hal itu. Artinya,
kami meluaskan alam itu sebegitu luasnya semenjak diciptakan. Ayat
tersebut juga menunjukkan bahwa meluasnya alam ini terus berlangsung
sepanjang masa
[21].
3. QS. Al-Fush-shilat/41: 9.
Katakanlah:
"Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam
dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian
itu adalah Rabb semesta alam". QS. Al-Fush-shilat/41: 9
Tema
utama QS. Al-Fush-shilat adalah pembuktian tentang kebenaran al-Qur’an,
bantahan terhadap kepercayan kaum musyrikin serta ancaman terhadap
mereka. Dan tuntunan kepada nabi bagaimana menghadapi mereka
[22].
Ayat sebelumnya berisikan kecaman terhadap orang musyrikin, baik karena
sikap mereka menyekutukan Allah, keniscayaan kiamat dan kedurhakaan
lainnya. Ayat ini menjelaskan betapa buruknya sikap tersebut sekaligus
memaparkan betapa kuasanya Allah
[23].
Firman-Nya latakfuruwna/ kamu kafir terkait dengan beberapa persoalan,
antara lain: pernyataan mereka bahwa Allah tidak sanggup membangkitakan
kembali orang yang telah meninggal, mempertanyakan tentang kerasulan
nabi Muhammad dan pernyataan mereka bahwa Allah punya anak
[24]. Dan Perbuatan menyekutukan Allah itu merupakan perbuatan aniaya yang besar (zulmun kabiirun)
[25].
4. QS. Al-Fush-shilat/41: 10
Dan
dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. dia
memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar makanan-makanan
(penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi
orang-orang yang bertanya. QS. Al-Fush-shilat/41: 10
Allah
menciptakan bumi serta memperindahnya. Juga menciptakan gunung yang
kukuh di atasnya agar bumi yang terus berotasi itu tidak oleng
[26].
Dan ia melimpahkan aneka kebajikan sehingga ia berfungsi sebaik mungkin
da dapat menjadi hunian yang nyaman buat manusia dan hewan. Serta
menentukan kadar makanan- makanan untuk para penghunyinya. Semua itu
telaksana dalam empat hari; dua hari untuk penciptaan bumi dan dua hari
untuk pemberkahan dan penyiapan makanan bagi para penghuninya
[27].Kata
qaddara berarti memberi kadar, yakni kualitas, kuantitas cara dan
sifat-sifat tertentu sehingga dapat berfungsi dengan baik. Dapat juga
berarti memberinya potensi untuk menjalankan fungsi yang ditetapkan
Allah bagi masing-masing. Kata aqwat merupakan bentuk jama’ dari kata
qut yang pengertiannya mencakup makna pemeliharaan dan pengawasan Allah,
sehingga penentuan kadar qut ini tidak hanya menyangkut makanan jasmani
tetapi mencakup pengaturan Allah terhadap bumi yang menjadi hunian
manusia. Sebagai contoh terkait gaya Gravitasi Bumi sehingga ia
berputar/rotasi pada garis edarnya dan. Gaya Gravitasi benda-benda
langit ini melindunginya juga untuk tidak melenceng dari garis edarnya
sehingga tidak saling bertabrakan
[28].
Dan wa qaddara fiyhaa menurut Muhammad ibn Ka’ab menentukan makanan
bagi tubuh sebelum penciptaannya. Mujahid mengatakan Allah menentukan
makanan dari hujan, yang dimaksud di sini makan untuk Bumi bukan untuk
penduduknya
[29].
5. QS. Al-Fush-shilat/41: 11
Kemudian
dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan
asap, lalu dia Berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu
keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya
menjawab: "Kami datang dengan suka hati". QS. Al-Fush-shilat/41: 11 Kata
tsumma/kemudian dipahami sementara ulama bukan dalam arti jarak waktu
karena Allah tidak membutuhkan jarak waktu untuk menciptakan sesuatu.
Tetapi mengisyaratkan kehebetan ciptaan langit jauh melebihi penciptaan
Bumi. Memang Bumi kita kecil dalam samudera alam semesta yang luas. Dan
kata istawa digunakan dalam arti menguasai. Pada ayat di atas ia
merupakan ilustrasi kehendak dan kuasa Allah menciptakan langit. Ini
sama sekali bukan berarti Allah menuju ke satu tempat dan berpindah ke
sana karena ia Maha Suci dari tempat dan waktu
[30].
‘Arsy Allah berada di atas air sebelum penciptaan langit dan Bumi.
Lalu Allah menjadikan air itu panas sehingga menimbulkan buih dan asap.
Adapun buih yang berada di atas air lalu Allah menjadikannya kering maka
terciptalah Bumi. Adapun asap maka ia naik dan tinggi, Allah
menjadikannya bahan dasar langit
[31]
Kata dukhan biasanya diterjemahkan asap. Para ilmuan--di antaranya
Zaghlul an-Najjar-- memahaminya dalam arti satu benda yang terdiri pada
umumnya dari gas yang mengandung benda-benda yang sangat kecil namun
kukuh. Berwarna gelap atau hitam dan mengandung panas
[32] ada juga yang mengartikannya dengan kabut
[33].Firman-Nya
I’tiyaa thau’an au karhan/ datanglah kamu berdua suka atau terpaksa.
Ini ilustrasi yang mengibaratkan langit dan bumi sebagai satu sosok yang
diperintah. Sayyid Quthub menyatakan sungguh ia adalah isyarat yang
mengagumkan tentang kepatuhan alam raya kepada ketentuan Allah serta
hubungan yang erat menyangkut hakikat alam ini dengan penciptanya—yakni
hubungan penyerahan diri terhadap kalimat dan kehendak-Nya
[34].
6. QS. Al-Fush-shilat/41: 12
Maka
dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya. dan kami hiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan kami memeliharanya dengan
sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui. QS. Al-Fush-shilat/41: 12 Kata auha terambil dari kata wahyu
yakni isyarat yang cepat yang menginformasikan sesuatu yang
disembunyikan. Agaknya penggunaan kata ini yang mengandung makna
kecepatan dan kerahasiaan mengesankan bahwa kerahasiaan yang
menyelubungi langit jauh lebih banyak dan kompleks daripada bumi
[35]
Allah menyempurnakan ciptaan-Nya dan menciptakan langit pada dua hari
yang lain sehingga sempurnalah penciptaan alam kauniyah ini dalam enam
hari. Allah lalu menciptakan dan menyiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan alam semesta ini. Menghiasi langit dunia dengan bintang
gemintang yang tunduk pada garis edarnya selamanya, sehingga datang
kiamat
[36].
Fiman Allah wa awhaa fii kuli samain amraha, menurut Muqatil, Allah
memerintahkan peraturan yang dikehendaki-Nya bagi tiap-tiap langit.
Qatadah mengatakan Allah menciptakan di langit berupa Mata hari, Bulan
dan bintang. As-Saddi Allah menciptakan pada tiap-tiap langit itu
malaikat dan di Bumi berupa samudera, gunung-gunung dan sungai. Pada
tiap langit itu terdapat ‘rumah”(seperti Ka’bah) dan para malaikatitu
senantiasa thawaf padanya. Yang lain menafsirkannya bahwa Allah
menetapkan bagi masing-masing lagit itu peraturan/ ketentuannya
sendiri-sendiri
[37].
7. QS. Ath- Thalaq/65 : 12
Allah-lah
yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah
berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi
segala sesuatu. QS. ath- Thalaq/ : 12 Tema QS. ath- Thalaq adalah uraian
tentang thalaq dan hal-hal yang terkait. Pada ayat ini termasuk
kelompok ayat 8-12, Allah menyandingkannya dengan peringatan, tuntunan
dengan ancaman, apalagi boleh jadi ada yang merasa enggan melaksanakan
tuntunan itu
[38]
Ayat sebelumnya menjelaskan aneka anugerah Allah yang diterima oleh
mereka yang beriman dan beramal soleh. Untuk lebih meyakinkan kebenaran
janji itu ayat di atas menunjukkan betapa besar kuasa-Nya dengan
menyatakan Allah yang menciptakan tujuh langit dan bumi.
[39]
Firman Allah wa min al-ardhi mitslahunn/ dan Bumi seperti mereka, ada
yang memahaminya dalam arti bilangan bumi seperti bilangan tujuh langit.
Pendapat lain menyatakan keserupaan itu dari sisi penciptaan. Walaupun
Bumi itu hanya satu tapi penciptaanya tak kalah mengagumkan dibandingkan
dengan langit yang tujuh
[40].
Fakh
ad-Din ar-Razi menyatakan bumi memiliki tujuh iklim sebagaimana langit
dan tujuh “rasi” bintang yang terdapat di dalamnya. Tujuh “rasi” bintang
tersebut masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda
sehingga masing-masingnya membawa pengaruh terhadap iklim di bumi yang
berbeda pula. Sementara yang lain menafsirkan tujuh langit itu dengan
gelombang, padang pasir, besi, tembaga, perak, emas, dan permata
[41].Dan
firman Allah yatanazzal al-amra bainahunn/ perintah Allah berlaku
padanya. Kata ‘amr menurut Thabathaba’i adalah kalimat perwujudan.
Bersumber dari Allah sehingga terwujud dalam kenyataan apa yang
diperintahkan itu berupa dampak sesuatu atau rezki, kematian, kehidupan
kemuliaan, kehinaan, perintah-perintah dan ketetapan-ketetapan Allah
lainnya
[42].
Atha’ menyatakan wahyu diturunkan kepada setiap langit dan bumi
tersebut. Muqatil menyatakan ayat di atas menjelaskan tentang turunnya
wahyu dari langit al-‘ulya ke langit sufla
[43].
8. QS. as-Sajdah/ : 4
Allah
lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy tidak
ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula)
seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? QS.
as-Sajdah/ : 4
Tema
utama QS. as-Sajdah yaitu ajakan tunduk kepada Allah, pencipta alam
raya dan manusia serta pengaturnya. Juga tentang kebenaran nabi Muhammad
serta tentang hari Kiamat.
[44]
Kata ayyaam, tentang hari-hari tersebut tidak seorangpun yang
mengetahuinya secara persis. Kondisnya tidak sama dengan hari-hari yang
kita kenal (sekarang) di dunia. Karena pada saat itu sebelum
diciptakannya dunia, sebelum diciptakannya siang dan malam
[45].
Fakhr ad-Din ar-Razi mengartikannya dengan enam priode: langit, bumi
dan sesuatu yang terdapat di antara keduanya terkait dengan zat dan
sifat masing-masingnya
[46]. Zaghlul an-Najjar mengemukakan proses penciptaan alam raya yang melalui enam priode itu sebagai berikut:
1. priode ratq yakni gumpalan yang menyatu, ini merupakan asal kejadian langit dan Bumi.
2. al-fatq yakni masa terjadinya dentuman dahsyat Big Bang yang pengakibatkan terjadinya awan/ kabut asap.
3. terciptanya unsur-unsur pembentukan langit yang terjadi melalui gas hidrogen dan helium.
4. terciptanya Bumi dan benda-benda angkasa dengan berpisahnya awan yang berasap itu serta memadatnya akibat daya tarik
5.
masa penghamparan Bumi, serta pembentukan kulit Bumi lalu
pemecahannya, pergerakan oasis dan pembentukan benua-benua dan
gunung-gunung, serta sungai-sungai dan lain-lannya.
6. priode pembentukan kehidupan dalam bentuknya yang paling sederhana, hingga penciptaan manusia
[47]
Firman
Allah tsumma istawa ‘ala al-ardh, ada kalangan mufassir yang berserah
diri untuk menyerahkan maknanya pada Allah sedang sebagian yang lain
mencoba untuk menafsirkannya bahwa ‘arsy itu melambangkan kebesaran/
keagungan suatu kerajaan
[48].
9. QS. Hud/11: 7
Dan
Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah
singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar dia menguji siapakah di
antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu Berkata (kepada
penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati",
niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain
hanyalah sihir yang nyata". QS. Hud/11: 7
QS. Hud membicarakan tentang kedudukan, keistimewaan serta tantangan
al-Qur’an, larangan mempersekutukan Allah. Dan Rasulullah bertugas
penyampai berita gembira dan peringatan khususnya menyangkut hari
kebangkitan. Surah ini juga menguraikan tentang pengetahuan Allah,
penciptaan, pengaturan, pengendalian-Nya terhadap alam semesta dan semua
makhluk. Serta uraian tentang kebinasaan para pembangkang dan aneka
tuntunan bagi yang taat
[49].
Ayat sebelumnya berisikan tentang pengetahuan Allah yang tidak
terbatas. Selanjutnya pada ayat ini dijelaskan Dia lah sendiri tanpa
bantuan siapapun dalam menciptakan bumi, langit beserta isinya dalam
enam hari
[50].
Dua hari untuk penciptaan langit, dua hari untuk bumi dan dua hari
untuk sarana kehidupan makhluk untuk sengetahui siapakah di antara kamu
yang lebih baik amalnya. Lalu dilanjutkan dengan kecaman Allah terhadap
orang kafir yang mengingkari hari kebangkitan. Mereka mengataka bahwa
itu hanyalah sihir semata—suatu ilusi yang tidak ada hakikatnya,
sebagaimana sihir yag dapat mempermainkan dan menipu akal untuk
mengalihkan seseorang dari kenikmatan duniawi
[51].
Kata
ayyam yang merupakan bentuk jama’ dari yaum berarti hari. Ada ulama
yang mengartikannya sama dengan pengertian hari (satu hari setara dengan
24 jam) dengan alasan ayat ini ditujukan kepada manusia dan menggunakan
bahasa mereka. Dan mereka memahami satu hari adalah 24 jam. Sementara
yang lain berpendapat bahwa hari yang dimaksud di sini terkait dengan
relativitas waktu sehingga difahamilah kata yaum berarti priode atau
masa yang tidak secara pasti dapat ditentukan berapa lama waktunya
tersebut. Dalam menjelaskan kata yaum, al-Qur’an memiliki beberapa
pengertian, seperti pernyataan bahwa satu hari itu sama dengan seribu
tahun QS. al-Hajj/22: 47 atau lima puluh ribu tahun seperti yang
terdapat pada QS. al-Ma’arij/70: 4
[52].
Kata
arsy dari segi bahasa berarti tempat duduk raja atau singgasana. Kata
ini biasa juga difahami dalam arti kekuasaan atau ilmu. Menggutip Thahir
ibn Asyur dalam menafsirkan wa kaana arsyuhu ala al-maa’ menyatakan
bahwa air juga telah tercipta sebelum langit dan bumi. Sementara pakar
berpendapat bahwa air dan uap merupakan bahan penciptaan langit dan
bumi. Namun demikian bahwa rincian atau kaifiyah/caranya tidak dapat
dijangkau oleh pemahaman kita
[53].
As’ad Mahmud Humad menjelaskan bahwa arsy Allah yang Maha pengasih yang
Maha mengetahui hal-hal ghaib yang tidak dapat dijangkau/ ketahui oleh
panca indra, tidak dapat diilustrasikan dengan fikiran. Dan tidak dapat
dijelaskan “duduk”-Nya di atas arsy tersebut
[54].
Firman wa kaana ‘arsyuhu ‘ala al-maa’ menurut Abu Muslim al-Ashfahani,
mendirikan langit itu di atas air. Ia menjelaskan bahwa apabila Allah
membangun langit di atas air adalah sesuatu yang baru dan menakjubkan.
Karena bangunan sesuatu yang lemah (langit) jika tidak didirikan di atas
tanah yang padat tidak akan kokoh. Maka mengagumkan mendirikannya di
atas air
[55].
M.
Quraish Shihab menyatakan bahwa janganlah mengatakan alam yang
sedemikia luas, sedang manusia begitu kecil. Tidak wajar menciptakan
semua hanya untuk mengujinya. Karena ada tujuan yang lain yang tidak
disebutkan Allah di sini. Allah menciptakannya bagi yang lain, tapi
karena al-Qur’an diturunkan untuk manusia sehingga apa yang berkaitan
dengan tugas mereka saja yang diuraikannya dan agar pada diri manusia
lahir kesadaran untuk memanfaatkan kehadiran alam raya semaksimal
mungkin guna menyukseskan tujuan penciptaan dan kekhalifahan mereka
[56].Firman Allah inna hadza illaa sihr mubiin, sihir adalah berbuatan batil yang nyata
[57].
10. QS. Fathir/35: 41
Sesungguhnya
Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika
keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya
selain Allah. Sesungguhnya dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun
QS. Fathir/35: 41
Menurut
Thabathaba’i QS. Fathir tema pokoknya menjelaskan terntang tiga prinsip
pokok ajaran Islam. Yakni keesaan Allah, risalah kerasulan, dan hari
kebangkitan sambil menguraikan bukti-buktinya. Setelah menguraikan
nikmat-nikmat Allah yang terbentang di langit maupun di Bumi, sambil
menjelaskan pengaturannya yang begitu teliti menyangkut alam raya,
khususnya manusia. Ada pun ayat di atas termasuk dalam kelompok (ayat
39-45) yang berbicara tentang keesaan Allah
[58].
Setelah ayat sebelumnya membuktikan bahwa tidak adanya keterlibatan
siapa pun menyangkut penciptaan dan pengaturan alam, pada ayat ini
membuktikan bahwa Allah adalah al-Qayyim—satu-satunya yang menangani dan
mengatur alam sempurna sehingga terlaksana secara sempurna segala
kebutuhan makhluk di langit dan di Bumi
[59].
Kata
yumsiku pada awalnya berarti memegang sesuatu dengan tangan sehingga
yang dipegang tidak lepas atau berpencar. Ayat mengilustrasikan
kamantapan sistim alam semesta yang dikendalikan oleh Allah. Hal ini
bagaikan sesuatu yang dipegang sehingga tidak dapat lepas kecuali bila
yang memegang kendali melepaskannya. Di antaranya Allah mengatur
peredaran alam semesta ini melalui gaya gravitasi. Sehingga
masing-masingnya beredar sesuai dengan orbitnya
[60].
Kata
tazulaa dan zaalataa terambil dari kata zaala yang berarti lenyap,
binasa atau berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Dan kedua
pengertian itu dapat digunakan pada ayat di atas. Allah Pengatur
peredaran benda-benda langit sehingga tidak tidak saling bertabrakan dan
binasa. Serta mengatur rotasinya sehingga tidak berpindah dan bergerak
kecuali kecuali ke arah yang telah ditetapkan-Nya.
Firman
Allah: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun
tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis
edarnya QS. Yasin/ 36: 40Firman-Nya lain zaalataa mengisyaratkan bahwa
suatu saat alam semesta akan lenyap atau bergerak yang tidak menentu
arahnya sehingga lalu Aterjadi tabrakan. Itu terjadi menjelang kiamat
ketika Allah melepaskan “genggaman-Nya” terhadap langit dan bumi
sehingga masing-masing tanpa pengaturan
[61].
11. QS. al-Anbiya’/21: 104
(Yaitu)
pada hari kami gulung langit sebagai menggulung lembaran - lembaran
kertas. sebagaimana kami Telah memulai panciptaan pertama begitulah kami
akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti kami tepati;
Sesungguhnya kamilah yang akan melaksanakannya. QS. al-Anbiya’/21: 104
Ayat
QS. al-Anbiya’/21: 104 ini termasuk ke dalam kelompok ayat 92- 112 QS.
al-Anbiya’ merupakan kelanjutan dari penjelasan kelompok ayat sebelumnya
yang berbicara tentang para nabi yang diutus Allah. Mereka semua
membawa ajaran yang mempunyai prinsip-prinsip yang sama, yakni Islam.
Selanjutnya kelompok ayat ini menunjuk kepada ajaran agama itu
[62].
Ayat ini sendiri berisikan tentang ketakutan yang besar dan terbesar
orang yang durhaka pada Allah berawal pada hari kiamat. Ketika itu
berawal proses penghitungan dan pembalasan
[63]
Allah menggulung langit laksana menggulug lembaran buku. Allah akan
mengembalikan sebagaimana awal penciptaannya. Allah Maha kuasa berbuat
demikian
[64].
Kata
as-sijjil berarti buku, lembaran yang ditulisi dan dapat juga berarti
penulis. Sementara ulama pengartikannya dengan penulis—yaitu para
malaikat sedang yang dimaksud al-kutub adalah kitab yang mencatat
amal-amal manusia. Langit bila ditutup atas kuasa Allah “ Semua langit
dilipat dengan tangan kanan-Nya” QS az-Zumar/39: 67. Dengan pengertian
semua langit hilang dari pandangan dan pengetahuan siapa pun kecuali
oleh Allah dan siapa yang dikehendaki-nya. Kata khalq pada ayat dia atas
berbentuk nakirah. Hal tersebut bertujuan menggambarkan rincian dan
keumuman sehingga mencakup apa pun makhluk yang dikehendaki Allah untuk
diwujudkan kembali setelah kematian/ kepunahannya.
[65]
Dari
sebelas ayat-ayat yang menerangkan tentang penciptaan alam, sebelas di
antaranya adalah ayat-ayat makkiyah. Satu adalah ayat madaniyah yaitu QS
ath-Thalak/65: 12. Menurut M Quraish Shihab di antara kandungan ayat
makkiyah adalah pengetahuan tentang sifat dan af’al Allah serta kecaman
dan ancaman Allah kepada orang-orang musyrik dari kebenaran. Jika kita
runtut penafsiran ayat- ayat di atas pembicaraannya berkisar pada
keingkaran orang-orang musyrik dengan tetapmenyekutukan Allah. Walaupun
di hadapan mereka telah terbentang bukti-bukti tentang keesaan dan
kemahakuasaan-Nya
[66].
Di
antara bukti-bukti tentang keesaan dan kemahakuasaan Allah itu
ditegaskan dalam al-Qur’an tentang penciptaan alam semesta yang begitu
hebat pengaturan, begitu menakjubkan, begitu luar biasa indah… semua itu
tentu petunjuk adanya yang Mahaesa, Maha Pencipta; Allah Subhanah wa
Ta’ala. Demikian juga dengan ayat tentang penciptaan alam yang
madaniyah, karena di antara kandungan ayat madaniyah adalah sikap
terhadap orang kafir, musyrik dan ahl al-kitab. Itulah gambaran
kandungan ayat-ayat tentang penciptaan alam semesta dalam kerangka di
atas.
C. Penciptaan Alam Menurut Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Setiap orang bebas dan berhak untuk menyatakan kapan dan bagaimana
suatu peristiwa, yang terkait dengan wilayah ilmu pengetahuan itu
terjadi. Tetapi ia tidak berhak untuk mengatasnamakan al-Qur’an
berkaitan dengan pendapatnya jika pendapat tersebut melebihi kandungan
redaksi ayat. Karena al-Qur’an menguraikannya. Tapi ini bukan berarti
dihalangi untuk memahami arti suatu ayat terkait dengan perkembangan
ilmu pengetahuan. Selama pemahaman tersebut sejalan dengan prinsip ilmu
tafsir yang telah disepakati, maka tak ada persoalan
[67].
Pemahmanan
al-Qur’an sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan ini tidak dapat
dinamakan tafsir tapi lebih mirip untuk dinamai tathbiq
(penerapan).Setiap muslim berkewajiban mempercayai segala sesuatu yang
dikandung oleh al-Qur’an. Sehingga bila seseorang mengatasnamakan
al-Qur’an untuk membenarkan penemuannya, ini berarti ia mewajibkan
setiap muslim untuk mempercayai apa yang diklaimnya itu. Sedang yang
hakikatnya belum tentu demikian. Sementara ulama tidak membenarkan
penafsiran ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan penemuan, teori ilmiah yang
belum mapan. Agaknya ini bertujuan untuk menghindari jangan sampai
al-Qur’an dipersalahkan bila di kemudian hari terbukti teori atau
penemuan ilmiah itu keliru
[68].
Berkaitan
dengan pembahasan kita, konsepsi mengenai alam semesta ini sebenarnya
mulai mengalami perubahan sejak tahun 1929 ketika Hubble melihat
dan yakin bahwa galaksi-galaksi di sekitar Bima sakti menjauhi
kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jarak dari bumi; yang
lebih jauh kecepatannya lebih besar, sehingga dalam sains terdapat
istilah alam yang mengembang (expanding universe). Hal ini
mengingatkan orang pada pacuan kuda; kuda yang paling laju akan
berlari paling depan. Karena kelajuan dan jarak masing-masing galaksi
dari bumi diketahui, tidak sulit untuk menghitung kapan mereka itu
mulai berlari
[69].Pada
tahun 1952 Gamow berkesimpulan bahwa galaksi-galaksi di seluruh
jagad-raya yang cacahnya kira-kira 100 milyar dan masing-masing
rata-rata berisi 100 milyar bintang itu pada mulanya berada di
satu tempat bersama-sama dengan bumi, sekitar 12 milyar tahun
yang lalu
[70].
Materi
yang sekian banyaknya itu terkumpul sebagai suatu gumpalan yang
terdiri dari neotron; sebab elektron-elektron yang berasal dari
masing-masing atom telah menyatu dengan protonnya dan membentuk
neotron sehingga tak ada gaya tolak listrik antara masing-masing
elektron dan antara masing-masing proton
[71].
Gumpalan ini berada dalam ruang alam dan tanpa diketahui sebab
musababnya meledak dengan sangat dahsyat sehingga terhamburlah materi
ke seluruh ruang alam; peristiwa inilah yang kemudian terkenal sebagai
"dentuman besar" (big bang)
[72].Gumpalan
sebesar itu tak pernah bergelimpangan di ruang kosmos; sebab
gaya gravitasi gumpalan itu begitu besar sehingga ia akan teremas
menjadi sangat kecil. Lebih kecil dari bintang pulsar yang
jari-jarinya hanya sebesar 2 sampai 3 kilo meter dan massanya kira-kira 2
sampai 3 kali massa mata hari, dan bahkan lebih kecil dari lobang
hitam (black hole) yang massanya jauh melebihi pulsar dan
jari-jarinya menyusut mendekati ukuran titik. Gambarkan saja dalam
angan-angan, berapa besar kepadatan materi dalam titik yang volumenya
nol itu jika seluruh massa 100 milyar kali 100 milyar bintang sebesar
mata hari dipaksakan masuk di dalamnya. Inilah yang biasa disebut
sebagai singularitas. Jadi konsep dentuman besar terpaksa dikoreksi
yaitu bahwa keberadaan alam semesta ini diawali oleh ledakan maha
dahsyat ketika tercipta ruang-waktu dan energi yang keluar dari
singularitas dengan suhu yang tak terkirakan tingginya
[73].
Para
pakar berpendapat bahwa alam semesta tercipta dari ketiadaan sebagai
goncangan vakum yang membuatnya mengandung energi yang sangat tinggi
dalam singularitas yang tekanannya menjadi negatif. Vakum yang mempunyai
kandungan energi yang luar biasa besarnya serta tekanan gravitasi yang
negatif ini menimbulkan suatu dorongan eksplosif keluar dari
singularitas. Tatkala alam mendingin, karena ekspansinya, sehingga
suhunya merendah melewati 1.000 trilyun-trilyun derajat, pada umur 10-35
sekon, terjadilah gejala "lewat dingin". Pada saat pengembunan
tersentak, keluarlah energi yang memanaskan kosmos kembali menjadi 1.000
trilyun-trilyun derajat, dan seluruh kosmos terdorong membesar dengan
kecepatan luar biasa selama waktu 10-32 sekon. Ekspansi yang luar biasa
cepataya ini menimbulkan kesan-kesan alam kita digelembungkan dengan
tiupan dahsyat sehingga ia dikenal sebagai gejala inflasi
[74].
Selama
proses inflasi ini, ada kemungkinan bahwa tidak hanya satu alam saja
yang muncul, tetapi beberapa alam; berapa? duakah? tigakah? atau berapa?
para ilmuwan tidak tahu. Dan masing-masing alam dapat mempunyai
hukum-hukumnya sendiri; tidak perlu aturannya sama dengan apa yang ada
di alam kita ini. Karena materialisasi dari energi yang tersedia, yang
berakibat terhentinya inflasi, tidak terjadi secara serentak, maka di
lokasi-lokasi tertentu terdapat konsentrasi materi yang merupakan benih
galaksi-galaksi yang tersebar di seluruh kosmos.
Jenis materi apa yang muncul pertama-tama di alam ini tidak seorang pun
tahu; namun tatkala umur alam mendekati seper-seratus sekon, isinya
terdiri atas radiasi dan partikel-partikel sub-nuklir. Pada saat itu
suhu kosmos adalah sekitar 100 milyar derajat dan campuran partikel dan
radiasi yang sangat rapat tetapi bersuhu sangat tinggi itu lebih
menyerupai zat-alir dari pada zat padat sehingga para ilmuwan memberikan
nama "sop kosmos" kepadanya Antara umur satu sekon dan tiga menit
terjadi proses yang dinamakan nukleosintesis; dalam periode ini
atom-atom ringan terbentuk sebagai hasil reaksi fusi-nuklir. Baru
setelah umur alam mencapai 700.000 tahun elektron-elektron masuk dalam
orbit mereka sekitar inti dan membentuk atom sambil melepaskan radiasi;
pada saat itu seluruh langit bercahaya terang benderang dan hingga kini
"cahaya" ini masih dapat diobservasi sebagai radiasi gelombang mikro
[75].
Menurut
perhitungan, alam semesta mempunyai dimensi 10; yaitu 4 buah dimensi
ruang-waktu yang kita hayati, dan 6 lainnya yang tidak kita sadari,
karena "tergulung" dengan jari-jari 10-32 sentimeter yang bermanifestasi
sebagai muatan listrik dan muatan nuklir. Dimensi yang kita hayati
adalah dimensi yang, katakan saja, "terbentang" dan mengejawantah
sebagai ruang-waktu. Kalau semua yang telah dirintis secara matematis
ini mendapatkan pembenaran dari eksprimen atau observasi di alam luas,
maka ada kemungkinan bahwa alam yang kita huni ini mempunyai kembaran
(shadow world) yang sebenarnya berada di sekeliling kita, tapi tak dapat
kita lihat; ia hanya dapat kita hubungi lewat medan gaya gravitasi
sedangkan hukum alamnya tidak perlu sama dengan yang berlaku di dunia
ini
[76].
Begitulah
kira-kira uraian fisikawan itu. Sudah tentu apa yang dikatakan itu
adalah hasil mutakhir kegiatan penelitian dan saling kaji antara para
pakar dan merupakan konsensus. Selama perjalanan mencari kebenaran itu,
sebenarnya sains telah mengalami penyelewengan-penyelewengan yang
akhirnya terbongkar kesalahannya, karena tak cocok dengan kenyataan, dan
mendapatkan pembetulan. Di sini akan diungkapkan beberapa saja yang
relevan, sebagai contoh.
Pertama, ketika
persamaan matematis Einstein, yang dirumuskan untuk melukiskan alam
semesta, dinyatakan oleh Friedman bahwa ia memberi gambaran kosmos yang
mengembang, ia segera diubah oleh si perumus agar sesuai dengan konsep
kosmologi pada waktu itu; yaitu kosmos yang statis. Tapi langkah
pembetulan itu mendapat tamparan, karena Hubble mengobservasi justeru
jagad-raya ini berekspansi. Einstein mengalah dan kembali ke
perumusannya yang semula yang melukiskan alam yang tak statis, tapi
berekspansi
[77].
Kedua,
ketika gagasan Gamow tentang dentuman besar yang menjurus pada konsep
alam semesta yang berawal disuarakan beberapa kosmolog yang dipelopori
Hoyle mengajukan tandingan yang dikenal sebagai kosmos yang mantap
(steady state universe) yang menyatakan bahwa alam semesta ajeg sejak
dulu sampai sekarang dan hingga nanti tanpa awal dan tanpa akhir. Namun
terungkapnya keberadaan gelombang mikro yang mendatangi bumi dari segala
penjuru alam secara uniform, oleh Wilson dan Penzias pada 1964, telah
mendorong para pakar mengakuinya sebagai kilatan dalam alam semesta yang
tersisa dari peristiwa dentuman besar. Dengan demikian maka konsepsi
yang berawal lebih dikukuhkan
[78].
Ketiga,
ketika dentuman besar tak dapat disangkal, beberapa ilmuwan mencoba
mengembalikan keabadian kosmos dengan mengatakan, alam semesta ini
berkembang-kempis (oscillating universe). Namun Weinberg menunjukkan
kepalsuannya. Sebab alam yang berkelakuan seperti itu, meledak dan masuk
kembali tak henti-hentinya tak berawal dan tak berakhir, entropinya
besarnya tidak terhingga; suatu asumsi yang konsekuensinya tak didukung
kenyataan. Kita lihat bahwa hasrat mempertahankan konsepsi alam semesta
yang tak berawal (tak diciptakan) selalu menemui kegagalan, karena tak
sesuai dengan kenyataan yang terobservasi
[79].
Bagaimana
para fisikawan-kosmolog dapat mengatakan semuanya itu tanpa melihat
sendiri kejadiannya? Sebenarnya mereka melihat dua gejala, yaitu
ekspansi alam semesta dan radiasi gelombang mikro, yang mereka
pergunakan untuk menelusuri kembali peristiwanya yang terjadi sekitar 12
milyar tahun lalu, seperti layaknya tim detektif yang ingin memecahkan
sebuah misteri dengan menggunakan sekelumit abu rokok dan
pecahan-pecahan gelas yang berserakan di sekitar tempat kejadian. Kalau
para detektif itu cukup memakai penalaran logis saja, maka para pakar,
di samping menggunakan pertimbangan- pertimbangan rasional, harus
melandasinya juga dengan pengetahuan sunnatullah, segenap peraturan
Allah yang mengendalikan tingkah laku alam, yang dalam ayat 23 surah
al-Fath dinyatakan memiliki stabilitas, sebagai sunnatullah yang berlaku
sejak dulu, sekali-kali kamu tak akan menemukan perubahan pada
sunnatullah itu
[80].
Apakah
para fisikawan-kosmolog mengetahui nasib alam itu pada akhirnya? Ada
dua pandangan yang dianut dalam sains yaitu, pertama, alam semesta ini
"terbuka," sehingga ia akan berekspansi selamanya. Kedua, jagad raya ini
"tertutup," sehingga pada suatu saat ekspansinya akan berhenti dan alam
kembali mengecil untuk akhirnya seluruhnya kembali dalam singularitas,
tempat ia keluar dulu kala. Kapan? Mereka tak tahu. Sebab mereka tak
mempunyai informasi berapa sebenarnya massa yang terkandung dalam alam
ini; sebagian massa itu bercahaya, sebagian gelap, sedangkan sebagian
lagi dibawa zarah-zarah yang disebut neutrino
[81].
Pendapat
yang pertama didasarkan pada kenyataan bahwa masa seluruh alam ini tak
cukup besar untuk menarik kembali semua galaksi yang bertebaran, karena
bintang-bintang yang bercahaya dan materi antar bintang, yang
terobservasi pengaruhnya, hanya dapat menyajikan sekitar 20 persen saja
dari gaya yang diperlukan, yaitu yang dinamakan gaya kritis. Sedangkan
pendapat yang kedua mendasari pernyataannya dengan adanya
neutrino-neutrino yang mereka percayai membawa sebagian besar dari massa
alam ini sehingga sebagai totalitas kekuatan gaya kritis itu akan
terlampaui
[82].
D. Tathbiq Ayat-Ayat tentang Penciptaan Alam Semesta
Sains
terus berkembang dan akan senantiasa menemukan hal-hal yang baru yang
dapat lebih melengkapi pengetahuan manusia hingga dapat lebih memahami
ayat-ayat Allah.
Di bawah ini disajikan pertimbangan yang dipergunakan untuk memilih kata-kata dalam penafsiran:
Sama',
kini tak lagi diartikan sebagai bola super-raksasa yang dindingnya
ditempeli bintang-bintang, melainkan ruang alam yang di dalamnya
terdapat bintang-bintang, galaksi-galaksi dan lain-lainnya. Karena
secara eksprimental dapat dibuktikan bahwa ruang serta waktu merupakan
satu kesatuan, maka saya gunakan istilah ruang-waktu sebagai ganti
"ruang".
Ardh, bumi atau tanah; karena
bumi baru terbentuk sekitar 4,5 milyar tahun lalu di sekitar matahari,
dan tanah di bumi kita ini baru terjadi sekitar 3 milyar tahun lalu
sebagai kerak di atas magma. Maka diartikan kata ardh dengan istilah
"materi," yakni bakal-bumi, yang sudah ada sesaat setelah Allah
menciptakan jagad-raya. Dan karena telah terbukti bahwa materi dan
energi setara dan dapat berubah dari yang satu menjadi yang lain, maka
saya akan mencakup keduanya dalam istilah energi-materi.
Dukhan,
asap atau uap; pada saat awal penciptaan, atom-atom yang belum
berbentuk karena suhu alam masih sangat tinggi dan elektron-elektron
belum dapat ditangkap oleh inti-inti atom, bahkan inti atom pun pada
saat itu belum terbentuk. Oleh karenanya, maka digunakan istilah
embunan, yang kecuali terkandung dalam asap dan uap juga lebih mengena
bila dipergunakan melukiskan gejala yang ditemukan pada suatu sistem
yang mendingin dari suhu yang sangat tinggi.
Arsy,
singgasana atau tahta; karena melukiskan Tuhan duduk di singgasana
adalah syirik. Karenanya, digunakan kata-kata "Pemerintahan" (Allah)
untuk mengartikan kata-kata arsy.
Ma', air atau zat alir; karena
dalam fase penciptaan alam itu air yang terdiri dari atom oksigen dan
atom-atom hidrogen belum dapat berbentuk, maka dipilih maknanya sebagai
zat alir. Dan karena pada saat itu isi alam semesta yakni radiasi dan
materi pada suhu yang sangat tinggi itu wujudnya lain daripada yang kita
dapat temui di dunia sekarang ini, maka penggunaan istilah "sop kosmos"
sebagai keterangan melukiskan zat yang sangat rapat tapi dapat mengalir
pada suhu yang amat tinggi, tidaklah terlalu aneh
[83].
Berikut
tathbiq (meminjam istilah M Quraish Shihab) Achmad Baiquni terhadap
ayat-ayat yang terkait dengan penciptaan alam semesta:
1.
Pada saat penciptaan (sekitar 12 milyar tahun yang lalu), langit
(ruang waktu) dan bumi (ruang materi), yang semula padu (dalam titik
singularitas fisis), dipisahkan (ketika keluar dari padanya) QS.
Al-Anbiya’/21: 30.
2.
Dalam pembangunan langit (ketika ruang waktu keluar dengan ledakan
yang dahsyat dari titik singularitas) dilibatkan kekuatan yang tiada
taranya (sehingga terjadi gejala inflasi), yang kemudian diekspansikan
(sebagaimana ia tampak kini sebagai sebagai universum yang mengembang)
QS. Adz-Dzariyat/51: 47
3.
Pada pendinginan yang sangat cepat (sebagai akibat inflasi
tercapai keadaan “kelewat dingin”) dan terjadi transisi fase, yang
menyebabkan materialisasi energi secara berangsur, (bersamaan dengan
terciptanya alam-alam lain di samping kita): materi yang muncul sebagai
fase kedua sedangkan energi adalah fase pertamanya QS.
Al-Fush-shilat/41: 9
4.
Dengan adanya energi materi dalam ruang alam, maka dimunulkanlah
spin partikel sub nuklir, elektron, foton, dan lainnyasebagai gerak
pusaran serta ditetapkannya satu muatan-muatan yang merupakan sumber
kekuatan atau gaya (gravitasi, nuklir kuat, nuklir lemah, dan listrik
magnet) dalam empat tahapan QS. Al-Fush-shilat/41: 10
5.
Sementara itu, ketika langit (ruang alam) penuh “embunan” (sebagai
akibat dari inflasi, sehingga energi berubah menjadi materi). Allah
mengundangkan segala peraturan yang ditaati ruang dan materi (sebagai
hukum alam yang mengendalikan sifat dan kelakuan jagad raya) QS.
Al-Fush-shilat/41: 11
6.
Allah menjadikan tujuh langit (ruang alam) dalam dua tahap, (pada
saat inflasi dan sesudahnya) dan menetapkan hukum-hukum alam yang
berlaku di dalamnya. Serta menghiasi langit dunia dengan pelita-pelita
(dalam bentuk bintang, bulan, mata hari dan sebagainya) serta menjaganya
( dengan memberikan atmosfer, lapisan ozon dan sebagainya) QS.
Al-Fush-shilat/41: 12
7.
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit (ruang alam) dan tujuh
Bumi padanannya (atau materi masing-masing alam yang di dalam ayat
tersebut dinyatakan memiliki hukum mereka masing-masing yang tidak perlu
sama) QS. Ath- Thalaq/65 : 12
8. Allah menciptakan langit (ruang alam) serta bumi (materi alam)
dan apa saja yang berada di antaranya dalam enem priode atau tahapan,
sambil menegakkan pemerintahan-Nya. (tahap inflasi dan tahap ekspansi
ruang alam yang sesuai dengan tahap energi dan tahap materialisasi yang
diikuti tahap penciptaan interaksi gravitasi, nuklir kuat, nuklir lemah
dan elektromagnetik) QS. al-Sajdah/ : 4
9.
Dia menciptakan langit (ruang alam) serta bumi (materi alam) dalam
enam tahapan sementara itu telah ditegakkan pemerintahan-Nya pada
materi yang bersifat fluida (atau segal peraturan atau hukum alam-Nya
telah efektif pada seluruh makhluk-Nya, yang pada waktu itu masih
berujud zat alir yang sangat rapat dan sangat panas) QS. Hud/11: 7
10. Allah menahan alam semesta untuk tidan “mbedal” dan untuk tidak mengembang terus tanpa henti QS. Fathir/35: 41
11.
Allah akan mengecilkan kembali jagad raya seperti sedia kala, ketika
jagad raya diciptakan pada awalnya, yang menjamin bahwa alam kita
bersifat tertutup (closed universe) QS. al-Anbiya’/21: 104
[84]
E. Penutup
Dari
uraian penafsiran para mufassir di atas dan penjelasan (tathbiq) para
ilmuan dapat kita tarik benang merah berikut. Para mufassir mencoba
menjelaskan ayat-yat tentang penciptaan alam semesta tersebut
berdasarkan pada aspek kebahasaan al-Qur’an, penjelasan hadis
Rasulullah, penjelasan para sahabat nabi, munasanah ayat, asbab
an-nuzul, pendekatan ilmiah dan aspek-aspek lainnya.
M.
Quraish Shihab dalam menjelaskan ayat- ayat kauniyah memasukkan juga
pendekatan ilmiah dalam tafsir al-Mishbah demikian Fakhr ad-Din ar-Razi
dalam tafsir Mafatih al-Ghaib. Bedanya penjelasan Quraish Shihab agak
lebih terperinci sedangkan penjelasan Fakhr ad-Din ar-Razi lebih
sederhana.
Hal
ini tentu saja sangat terkait dengan penemuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan di masa hidup mereka.Di dalam ayat-ayat yang telah
dijelaskan sebelumnya terdapat konsep-konsep yang sulit dipahami jika
tidak ditopang oleh penjelasan ilmu kosmologi modern. Seperti konsep
sama’, ardh, al-ma’, ad-dukhan, ‘arsy, rawasyi, dan aqwat. Perlu
penjelasan lebih lanjut terhadap konsep-konsep di atas. Inilah tugas
para ahli kosmologi modern.Hal ini terkait juga dengan tujuan
diturunkannya al-Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia.
Bukan hanya tertuju untuk orang- orang yang terdahulu dari kita. Tapi
bagi kita yang hidup di zaman sekarang dan insya Allah mereka yang hidup
setelah kita. Tentu saja pemahaman terhadap al-qur’an ini disesuaikan
dengan tingkat pengetahuan masing-masingnya. Agar al-Qur’an itu
benar-benar menjadi petunjuk dalam kehidupan.
Banyak
kebenaran ilmiah yang dipaparkan al-Qur’an, tujuan pemaparan ayat-ayat
tersebut untuk menunjukkan kebesaran Allah dan ke-Esaan-Nya. Serta
mendorong manusia seluruhnya untuk melakukan observasi dan penelitian
demi lebih menguatkan iman dan kepercayaan kepada-Nya
[85].
Daftar Pustaka
Aliah, Tasrief S, Al-Quran dan Kosmologi, www.phys.unsw.edu.au
Baiquni, Achmad, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, Cet. Ke-1
____________, Konsep- Konsep Kosmologi , media.isnet.org
Humad, As’ad Mahmud, Aysar at-Tafasir: Tafsir, Asbab an-Nuzul, Ahadits, Namazij I’rab, Jilid I, Dimsyiq: TP, 1992
____________, Aysar at-Tafasir: Tafsir, Asbab an-Nuzul, Ahadits, Namazij I’rab, Jilid II, Dimsyiq: TP, 1992
Ichwan,
Mohammad Nor, Tafsir ‘Ilmiy, Memahami al-Qur’an Melalui Pendekatan
Sains Modern, Jogjakarta: Menara Kudus Jogjakarta, 2004, Cet.ke-1
Kosmologi Islam: Dari Literatur ke Sains, Febdian.net Manzur, Ibnu, TTh, Lisan al-‘Arab, Jilid 3, TTp: Dar al-Ma’arif
Kosmologi,
www.geocities.comiq:TP,
Razi, ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 17, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1
____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 22, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1
____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 25, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990,Cet. Ke-1
____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 26, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990,Cet. Ke-1
____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 27, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990,Cet. Ke-1
____________,at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 28, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1
____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 30, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1
Shihab, M. Quraish, Mukjizat Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1998, Cet.ke-IV
____________, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Fungsi dan Peran Wahyu Kehidupan Masyarakat: Mizan, 1999,Cet.ke-XIX
____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 6, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V
____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 8, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V
____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 11, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V
____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 12, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V
____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 13, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V
____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 14, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V
[1] Kosmologi Islam: Dari Literatur ke Sains, Febdian.net
[2] Ibid
[3] Ibid
[4]Ichwan,
Mohammad Nor, Tafsir ‘Ilmiy, Memahami al-Qur’an Melalui Pendekatan
Sains Modern, Jogjakarta: Menara Kudus Jogjakarta, 2004, Cet.ke-1, h.
188
[5]
Pencantuman dan pengurutan ayat- ayatnya pun sama dengan yang terdapat
dalam buku Achmad Baiquni tentang penciptaan alam semesta “Al-Qur’an dan
Ilmu Pengetahuan Kealaman”.
[6]
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an Jilid 8, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V, h. 413
[7] Ibid, h. 433 dan 442
[8] Ibid, h. 442
[9]
Razi, ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid
22, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1, h. 140
[10] Ibid dan Shihab, Op.cit, h. 442
[11] Razi, Loc.cit
[12]Manzur, Ibnu, TTh, Lisan al-‘Arab, Jilid 3, TTp: Dar al-Ma’arif, h. 1577
[13] Shihab, Op.cit, h. 441
[14] Razi, Op.cit, h. 141
[15] Shihab, M. Quraish, Mukjizat Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1998, Cet.ke-IV, h.171
[16] Shihab, al-Mishbah jilid 8, Op.cit, h. 442-443
[17] Ibid, h. 443 bandingkan dengan Humad, As’ad Mahmud,
Aysar at-Tafasir: Tafsir, Asbab an-Nuzul, Ahadits, Namazij I’rab, Jilid
II, Dimsyiq: TP, 1992, h. 11 Humad, Op.cit, h. 405
[18]
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an Jilid 13, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V, h.321 dan
347
[19] Ibid, h. 350
[20] Ibid, h. 351
[21] Ibid, h. 351-352
[22]Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan
dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 12, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet.
Ke-V, h.371
[23] Ibid, h. 381
[24]Razi,
ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 27,
Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1, h. 88
[25] Humad, Op.cit, h. 404
[26] Razi, Loc.cit
[27]
Ibid, Shihab, Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an Jilid 12, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V, h. 381-382
dan Humad, Op.cit, h. 405
[28] Shihab, Ibid, h.384-385
[29] Razi, Op.cit, jilid 27, h. 90
[30] Shihab, al-Mishbah, Op.cit, Jilid 12, h. 387
[31] Razi, Loc.cit, jilid 27
[32] Shihab, al-Mishbah, Op.cit, Jilid 12, h. 388
[33] Humad, Op.cit, h. 405
[34] Shihab, al-Mishbah, Op.cit, Jilid 12, h. 388-389
[35] Ibid, h. 390
[36] Humad, Op.cit, h. 405
[37] Razi, Op.cit, Jilid 27,h. 93
[38]
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an Jilid 14, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V, h. 287 dan
305
[39] Ibid, h. 308
[40] Ibid
[41]
Razi, ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid
30, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1, h. 36
[42] Shihab, Op.cit, jilid 14, h. 308-309 dan ar-Razi, Loc.cit, Jilid 30
[43] Razi, Ibid
[44] Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an Jilid 11, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V,
h. 172
[45] Humad, Op.cit, h. 405
[46]
Razi, ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid
25, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1, h.146-147
[47] Shihab, Op.cit, jilid 11, h. 177
[48] Razi, Op.cit, jilid 25, h.148
[49]
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an Jilid 6, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V, h.180
[50]
Humad, As’ad Mahmud, Aysar at-Tafasir: Tafsir, Asbab an-Nuzul, Ahadits,
Namazij I’rab, Jilid I, Dimsyiq: TP, 1992, h. 11 Humad, Op.cit, h. 526
[51] Shihab, Op.cit, Jilid 6, h. 196- 197
[52] Ibid, h. 197
[53] Ibid, h. 199
[54] Humad, Op.cit, Jilid I, h. 526
[55] Razi,Op. cit,Jilid 30, h.150
[56] Shihab, Loc.cit, Jilid 6
[57] Razi, Op. cit,Jilid 30, h.151
[58] Shihab, Op.cit, Jilid 11, h. 421 dan 482
[59] Ibid, h. 487-488
[60] Ibid, h. 489 dan Humad, Op.cit, Jilid II, h. 302-303
[61] Shihab, Ibid, h. 489
[62]
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an Jilid 8, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V, h. 502
[63] Ibid,h. 514
[64]Humad, Op.cit, Jilid II, h.28 dan Razi, Op.Cit, Jilid 22,h. 197
[65] Shihab, Op.cit, Jilid 8, h. 514- 515
[66]
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Fungsi dan Peran
Wahyu Kehidupan Masyarakat: Mizan, 1999,Cet.ke-XIX , h. 36-37
[67] Ibid, h.110
[68] Ibid, h. 134-135
[69] Baiquni, Achmad, Konsep- Konsep Kosmologi , media.isnet.org
[70]
Pada awalnya Achmad Baiquni sering menyebutkan angka 15 milyar tahun,
namun kemudian ia meralatnya menjadi 12 milyar tahun. Ini sesuai dengan
data observasi ilmuan yang mutakhir.
[71] Baiquni, Loc.cit
[72] Ibid
[73] Ibid
[74] Ibid
[75] Ibid
[76] Ibid
[77] Ibid
[78] Ibid
[79] Ibid
[80] Ibid
[81] Ibid
[82] Ibid
[83] Ibid
[84] Baiquni, Achmad, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, Cet. Ke-1,h. 233-234
[85] Ibid, h. 51
Pentashihan al-Qur’an: Upaya Memelihara Otensitas al-Qur’an
Abstrak
Ditemui
di tengah-tengah masyarakat fakta tentang kesalahan dalam penulisan
al-Qur’an bahkan diduga ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
yang berusaha dengan sengaja untuk memalsukannya. Kiranya kondisi ini
perlu menjadi perhatian kita semua dalam menjaga dan memelihara
otentisitas al-Qur’an.
Kata kunci: tashih, pemeliharaan otentisitas al-Qur’an, pemalsuan al-Qur’an,
A. Pendahuluan
Al-Qur’an
adalah sumber ajaran agama Islam yang pertama dan utama. Sebagai
pedoman hidup, al-Qur’an mestilah genuine, authentic dan terbebas dari
upaya tahrif yang akan mengurangi kemuliaannya.
Upaya
pemeliharaan otentisitas al-Qur’an telah dimulai semenjak proses
turunnya al-Qur’an pada masa Rasulullah. Hal ini terus berlanjut ketika
memasuki tahapan pengumpulan dan kodifikasinya pada masa Khulafa
Rasyidun. Bahkan sampai saat ini dan begitu selanjutnya sampai akhir
zaman, upaya pemeliharaan otentisitas al-Qur’an ini terus berlangsung
baik dalam bentuk hafalan dan tulisan.
Al-Qur’an
dalam bentuk cetak/mushaf pun terus mendapat pantauan oleh pihak yang
berwenang dan dibantu oleh kaum muslimin. Upaya menjaga quality control
ini dilaksanakan semenjak dari naskah cetakan maupun setelah dicetak
dan diedarkan di tengah-tengah masyarakat.
Dalam
tulisan ini selanjutnya akan diulas tentang upaya pemeliharaan
kemurnian mushaf al-Qur’an dan antisipasi upaya pemalsuannya.
B. Pemeliharaan Otentisitas al-Qur’an
Al-Quran
al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah
satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya
dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara. Firman
Allah:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. QS al-Hijir/15: 9
Demikianlah
Allah menjamin keotentikan al-Quran, jaminan yang diberikan atas dasar
Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang
dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan
jaminan ayat di atas, setiap muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan
didengarnya sebagai al-Quran tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang
pernah dibaca oleh Rasulullah saw., dan yang didengar serta dibaca oleh
para sahabat Nabi saw
[1].
Walaupun
Nabi saw. dan para sahabat menghafal ayat-ayat al-Quran, namun guna
menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, beliau tidak hanya
mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan
bahwa setiap ada ayat yang turun, Nabi saw. lalu memanggil
sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis, untuk menuliskan ayat-ayat
yang baru saja diterimanya, sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap
ayat dalam surahnya. Ayat-ayat tersebut mereka tulis dalam pelepah
kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang. Sebagian sahabat
ada juga yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi, namun karena
keterbatasan alat tulis dan kemampuan maka tidak banyak yang
melakukannya. Di samping itu kemungkinan besar tulisan mereka tersebut
tidak mencakup seluruh ayat al-Quran. Kepingan naskah tulisan yang
diperintahkan oleh Rasul itu, baru dihimpun dalam bentuk "kitab" pada
masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar r.a
[2].
Al-Quran,
demikian pula Rasul saw. menganjurkan kepada kaum muslim untuk
memperbanyak membaca dan mempelajari al-Quran. Anjuran tersebut mendapat
sambutan yang hangat. Ayat-ayat al-Quran turun berdialog dengan mereka,
mengomentari keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan
menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Di samping itu, ayat-ayat
al-Quran turun sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah mencerna
makna dan proses menghafalnya
[3].
Dalam
al-Quran, demikian pula hadis-hadis Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk
yang mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap teliti dan
hati-hati dalam menyampaikan berita --lebih-lebih kalau berita tersebut
merupakan firman-firman Allah atau sabda Rasul-Nya
[4].
Faktor-faktor di atas menjadi penunjang terpelihara dan dihafalkannya
ayat-ayat al-Quran. Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang
menginformasikan bahwa terdapat ratusan sahabat Nabi saw. yang
menghafalkan Al-Quran.
C. Pengumpulan, Pembukuan, dan Proses Pentashihan al-Qur’an pada Masa Khulafa Rasyidun
Ketika terjadi peperangan Yamamah, terdapat puluhan penghafal Al-Quran
yang gugur dalam peperangan tersebut. Hal ini menjadikan 'Umar ibn
al-Khaththab menjadi risau tentang "masa depan al-Quran" dan
keberlangsungannya. Karena itu, ia mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar
agar mengumpulkan tulisan-tulisan al-Qur’an yang pernah ditulis pada
masa Rasul. Walaupun pada mulanya Abu Bakar ragu menerima usul tersebut
--dengan alasan bahwa pengumpulan semacam itu tidak pernah dilakukan
oleh Rasul saw.-- namun pada akhirnya 'Umar r.a. dapat meyakinkannya.
Dan keduanya sepakat membentuk suatu tim yang diketuai oleh Zaid ibn
Tsabit—mantan juru tulis; katib Nabi untuk menuliskan Al-Quran ketika
masa pewahyuan -- dalam rangka melaksanakan tugas suci dan besar itu
[5].
Zaid
ibn Tsabit pun pada mulanya merasa sangat berat untuk menerima tugas
tersebut, tetapi akhirnya ia dapat diyakinkan. Dengan dibantu oleh
beberapa orang sahabat Nabi, Zaid memulai tugasnya. Abu Bakar r.a.
memerintahkan kepada seluruh kaum muslim untuk membawa naskah tulisan
ayat al-Quran yang mereka miliki ke masjid Nabawi untuk kemudian
diteliti oleh tim tersebut. Dalam hal ini, Abu Bakar r.a. memberi
petunjuk agar tim tidak menerima satu naskah kecuali yang memenuhi dua
syarat:
1. Harus sesuai dengan hafalan para sahabat yang lain.
2.
Tulisan tersebut benar-benar adalah yang ditulis atas perintah dan
atau di hadapan Nabi saw. Karena, sebagian sahabat ada yang menulis atas
inisiatif sendiri. Untuk membuktikan syarat kedua ini, diharuskan
adanya dua orang saksi yang menyaksikan langsung penulisan tersebut.
Sejarah
mencatat bahwa Zaid ketika itu menemukan kesulitan karena ia dan sekian
banyak sahabat menghafal ayat QS.at-Taubah/ 9:128
Tetapi,
naskah yang ditulis di hadapan Nabi saw. tidak ditemukan. Syukurlah
pada akhirnya naskah tersebut ditemukan juga di tangan seorang sahabat
yang bernama Abi Khuzaimah al-Anshari. Demikianlah, terlihat betapa Zaid
menggabungkan antara hafalan sekian banyak sahabat dan naskah yang
ditulis di hadapan Nabi saw., dalam rangka memelihara keotentikan
al-Quran. Dengan demikian, dapat dibuktikan dari tata kerja dan
data-data sejarah bahwa al-Quran yang kita baca sekarang ini adalah
otentik dan tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang diterima dan
dibaca oleh Rasulullah saw., lima belas abad yang lalu
[6].
Pada
masa khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab masalah perbedaan dalam
membaca Al-Qur’an belum merupakan hal yang mengkhawatirkan, walaupun
begitu mereka telah mengantisipasinya dengan melakukan kodifikasi atas
al-Qur’an sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Namun setelah dua
masa kepemimpinan, masalah tersebut mulai menimbulkan kekhawatiran
sehingga para sahabat segera mengambil tindakan seperti yang disebutkan
pada riwayat berikut ini :
Berkata kepada
kami Musa, berkata kepada kami Ibrahim, berkata kepada kami Ibnu Syihab
bahwa Anas bin Malik mengatakan kepadanya: “Khudzaifah bin al-Yaman
datang kepada Utsman, dan sebelumnya ia memerangi warga Syam dalam
penaklukan Armenia dan Azarbaijan bersama warga Irak, maka terkejutlah
Khudzaifah akan adanya perbedaan mereka dalam hal bacaan al-Qur’an, maka
berkatalah Khudzaifah kepada Utsman: “Wahai pemimpin orang-orang yang
beriman, beritahulah umat ini sebelum mereka berselisih dalam masalah
kitab sebagaimana umat Yahudi dan Nasrani”, Utsman lantas berkirim surat
kepada Hafshah : “Kirimkan kepada kami lembaran-lembaran untuk kami
tulis dalarn mashahif (bentuk plural dari mushaf -kumpulan lembaran
dengan diapit dua kulit seperti buku-) kemudian kami kembalikan
kepadamu”, Hafshah segera mengirimkannya kepada Utsman, maka Utsman
segera memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin
Ash, serta Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam untuk menyalinnya ke
dalam mushaf-mushaf, dan dia (Utsman) mengatakan kepada ketiga otoritas
Quraisy tersebut di atas: Jika kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit
tentang masalah Qur’an, maka tulislah dengan lisan Quraisy sebab
al-Qur’an diturunkan dengan dialek mereka (Suku Quraisy), dan mereka
melakukan hal itu, maka ketika mereka selesai menyalin lembaran-lembaran
tersebut ke dalam beberapa mushaf, Utsman segera mengembalikan
lembaran-lembaran tersebut kepada Hafshah, (Utsman) kemudian mengirim ke
tiap tempat satu mushaf yang telah mereka salin, dan memerintahkan agar
selain mushaf tersebut entah berupa lembaran (sahifah) atau sudah
berupa mushaf untuk dibakar
[7].
Pada
masa selanjutnya barulah dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan dalam
hal teknis seperti dalam hal bentuk huruf dan pemberian titik pada huruf
yang membedakan antara huruf yang satu dengan yang lain, yang sangat
bermanfaat bagi mereka yang hidup belakangan apalagi bagi masyarakat
muslim non Arab.
D. Fakta Pemalsuan al-Qur’an
Al-Qur`an
sebagai kitab suci harus terus terjaga keotentikannya, terhindar dari
kesalahan dan tahrif (perubahan) dan pemalsuan. Karena kesalahan
penulisan Al-Qur`an, seperti hilangnya atau bertambahnya sebuah titik
dapat mengakibatkan salah baca, salah arti, salah pemahaman, salah
pengertian dan salah dalam pengamalan
[8].
Banyak
ditemui di tengah-tengah masyarakat fakta tentang kesalahan dalam
penulisan al-Qur’an bahkan diduga ada pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab yang berusaha dengan sengaja untuk memalsukannya. Hal ini perlu
kiranya menjadi perhatian kita bersama. Jangan sampai kesucian al-Qur’an
dicederai oleh pihak-pihak yang kurang bertanggung jawab. Berikut ini
fakta, temuan-temuan tentang kesalahan penulisan bahkan usaha pemalsuan
al-Qur’an:
1. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Sumenep menghimbau kepada masyarakat muslim hendaknya
berhati-hati bila ingin membeli Kitab Suci al-Qur’an. Pasalnya,
belakangan ini al-Qur’an palsu sudah beredar di tengah-tengah
masyarakat. Pihaknya menemukan al-Qur’an terbitan al-Hidayah Surabaya,
ada beberapa Surat al-Qur’an yang tidak terdapat di dalamnya, antara
lain seperti surat ar-Ra’d, Ibrahim, Hijr, an-Nahl. Lain lagi menurut
laporan dari MUI Kecamatan Arjasa, al-Qur’an palsu itu banyak kesalahan
penulisan surat-surat al-Qur’an
[9].
2.
Al-Quran baru buatan Amerika, bernama “The True Furqan” atau
“al-Furqan al-Haq”, terus beredar. Bahkan dikabarkan, al-Quran palsu ini
sedang didistribusikan kepada generasi muda di Kuwait di
sekolah-sekolah berbahasa Inggris. Meski isinya terkesan dari berbahasa
Arab dan mengambil salah satu nama al-Quran, namun isinya sangat
bertentangan sekali dengan isi Al-Quran yang sebenarnya. Kabarnya,
al-Quran palsu ini dibuat oleh dua perusahaan percetakan; Omega 2001 dan
Wine Press. Judul lain buku ini The 21st Century Quran yang berisi
lebih dari 366 halaman baik bahasa Arab dan Inggris. Buku ini memang
ditujukan sebagai pemalsuan Kitab Suci al-Quran. Berbagai surah dinamai
dengan surah-surah al-Quran, seperti an-Nur, al-Fatihah, dan lain-lain.
“Bismillah” pada setiap surah diganti dengan “Bismi al-Abi, Wa al-Ibni,
Wa ruuhi al-Quds” (dengan nama Bapak, Anak, dan Roh Qudus). Sebagaimana
dimuat di situs http://islam-in-focus.com/TheTrueFurqan.htm dan
http://www.islam-exposed.org/furqan/contents.html, penerbitan dan
peredaran Quran palsu ini menunjukkan adanya keseriusan dalam kampanye
pemalsuan al-Quran. al-Quran palsu atau dikenal dengan The True Furqan
pernah menghebohkan Surabaya dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa
Timur sekitar tahun 2002. Namun, menurut Baptist News, buku yang sama
pada 17 April 1999 sudah pernah dikirimkan ke beberapa kedutaan besar
negeri-negeri Muslim di Paris, Perancis. The True Furqan juga pernah
mampir ke institusi-institusi penting Inggris, termasuk BBC. Pada waktu
hampir bersamaan, buku yang sama juga sudah muncul di ruang redaksi
jurnal berbahasa Arab di London, Inggris, serta di meja editor
majalah-majalah berbahasa Arab, Ibrani, dan Inggris di Yerusalem
[10].
3.
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni merasa prihatin dengan
adanya laporan masyarakat, bahwa masih ditemukannya al-Qur`an yang
halamannya tidak urut, tidak lengkap atau kesalahan lain yang tergolong
technical error. Karena itu penerbitan al-Qur`an jangan sekedar
berorientasi mengejar keuntungan, tetapi juga mengutamakan kualitas dan
keindahan
[11].
4.
Al-Qur’an Beryesus yang ditemukan di Tilatang Kamang, Agam
Sumatera Barat 17 Juli 2004 lalu, ternyata benar-benar tidak layak
diedarkan. Hasil penelitian terakhir menunjukkan, terdapat 36 kesalahan
dalam kitab suci itu. Dalam sebuah kitab suci ditemukan 36 butir
kesalahan, ini luar biasa
[12].
5.
Kanwil Departemen Agama Jawa Tengah mengharapkan, umat Islam di
Jawa Tengah dan kabupaten Sukoharjo khususnya agar mewaspadai adanya
al-Qur’an palsu yang sudah beredar di wilayah Sukoharjo. Diketahuinya
ada al-Qur’an palsu dan telah beredar di Sukoharjo, berawal dari
diungkapnya kasus tersebut oleh Tim Tadarus Masjid Miftahul Jannah, Solo
Baru terhadap keberadaan dua al-Qur’an Mushaf yang dinilai salah cetak,
bahkan dinilai palsu. Sesuai dengan informasi dari Tim Tadarus tersebut
menyebutkan, dengan ditemukannya al-Qur’an palsu itu telah dilakukan
kajian juga oleh Majelis Cabang Nahdlatul Ulama kecamatan Grogol,
Kabupaten Sukoharjo dan hasilnya juga positif tentang kondisi yang
sebenarnya bahwa keberadaan al-Qur’an yang beredar itu palsu. Justru
perlu diwaspadi juga dengan diketahuinya al-Qur’an palsu itu, sesuai
dengan data yang ada di dalamnya bahwa al-Qur’an tersebut diproduksi
percetakan al-Waah Solo
[13].
Dan masih banyak temuan-temuan serupa lainnya.
E. Bentuk-Bentuk Kesalahan dalam Penulisan al-Qur’an
Selanjutnya
ada baiknya sejenak kita melihat bentuk-bentuk kesalahan dalam
penulisan al-Qur’an. Setelah melakukan identifikasi, penulis dapat
menyatakan bentuk-bentuk kesalahan dalam penulisan al-Qur’an:
1.
Tidak terdapatnya beberapa Surat al-Qur’an dengan kata lain
al-Qur’an tersebut tidak lengkap. Seperti yang ditemukan pada al-Qur’an
terbitan al-Hidayah Surabaya. Dari temuan itu antara lain tidak
terdapatnya surat ar-Ra’d, Ibrahim, Hijr, dan an-Nahl dalam al-Qur’an
tersebut
[14].
2.
Meniru dengan menyamarkan tulisan seolah-olah tulisan itu adalah
Al-Quran. Hal ini seperti al-Qur’an baru buatan Amerika, bernama “The
True Furqan” atau “al-Furqan al-Haq”.. Meski isinya terkesan dari
berbahasa Arab dan mengambil salah satu nama al-Quran, namun isinya
sangat bertentangan sekali dengan isi Al-Quran yang sebenarnya. Berbagai
surah dinamai dengan surah-surah al-Quran, seperti an-Nur, al-Fatihah,
dan lain-lain. “Bismillah” pada setiap surah diganti dengan “Bismi
al-Abi, Wa al-Ibni, Wa ruuhi al-Quds” (dengan nama Bapak, Anak, dan Roh
Qudus).
[15].
3. Kesalahan dalam penulisan harakat
[16].
4. Kesalahan dalam penulisan huruf secara teknis
[17]5. Kesalahan dalam penulisan huruf; penggantian huruf yang seharusnya
[18]
6. Terdapat sejumlah halaman surat yang tidak tercetak.
Pada
dasarnya bentuk-bentuk kesalahan dalam penulisan al-Qur’an dapat dibagi
kepada kesalahan yang dapat diduga sebagai technical error. Kesalahan
yang diduga karena faktor kekurangtelitian atau kecerobohan para pihak
yang terlibat dalam pencetakan al-Qur’an tersebut. Sedangkan bentuk
kesalahan yang lain diduga keras berdasarkan unsur kesengajaan, upaya
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam menodai kesucian
al-Qur’an. Terlepas kesalahan penulisan al-Qur’an itu karena faktor
kekurangtelitian dan kecerobohan ataupun ada unsur kesengajaan dengan
motivasi pemalsuan al-Qur’an, keduanya memiliki satu kesamaan. Kesamaan
dalam menodai kemurnian al-Qur’an.
Tentu
saja hal ini membutuhkan penanganan yang cepat oleh pihak-phak yang
berwenang untuk menarik al-Qur’an “yang bermasalah” itu dari
peredarannya ataupun menindak pihak-pihak yang terlibat.
Diduga
motif di balik kekurangtelitian, kecerobohan sehingga menimbulkan
kesalahan dalam penulisan al-Qur`an ini karena boleh jadi penerbitnya
sekedar berorientasi mengejar keuntungan sehingga terkadang dengan
mengabaikan kualitas
[19].
Motif lainnya boleh jadi untuk membuat keresahan dan huru-hara dalam
masyarakat muslim dengan membuat “riak-riak” kecil sehingga menimbulkan
perselisihan di antara mereka. Tentu saja ini sangat tidak kita harapkan
dan sesalkan jika sampai terjadi.
Kurangnya
kesadaran ini antara lain bisa jadi disebabkan karena mayoritas
percetakan mushaf al-Qur’an dimodali oleh mereka yang non muslim. Hal
ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Penerbit
Mushaf Al-Qur`an Indonesia (APQI), Ali Mahdami mengungkapkan pengusaha
muslim tidak pernah memikirkan betapa pentingnya percetakan, akibatnya
90 persen produksi al-Qur`an dicetak oleh pengusaha non muslim yang
tidak mengerti dan menghormati Kitab Suci Al-Qur`an yang dianggap sama
dengan buku-buku bacaan biasa.
[20]Penulis
tidak punya alasan lebih lanjut untuk menjelaskan persoalan ini; apakah
ini semacam monopoli, atau mungkin proses percetakannya butuh modal
yang sangat besar sehingga pengusaha-pengusaha besar saja yang bisa
bermain, atau mungkin secara bisnis kurang menguntungkan, atau mungkin
kurangnya kesadaran pengusaha muslim, atau mungkin berdasarkan
alasan-alasan yang sifatnya akumulatif hal-hal d atas.
F. Pentashihan al-Qur’an di Indonesia
Pemerintah
RI pun menaruh perhatian yang besar terhadap masalah ini dengan
membentuk sebuah lembaga, yaitu Lajnah Pentashihan Mushaf
al-Qur`an--yang berada di bawah Balitbang Departemen Agama--yang salah
satu tugas pokoknya adalah memelihara kesahihan al-Qur`an sebagai
implementasi maksud firman Allah Surat al-Hijr/15: 9 di atas
[21].
Lebih
lanjut Menag mengatakan, tugas Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur`an
Depag dari masa ke masa terus bertambah berat, mengingat bukan hanya
bertugas mentashih teks, bacaan, terjemahan atau tafsir al-Qur`an, baik
dalam bentuk tulisan maupun media elektronik, melainkan juga termasuk
mensosialisasikan al-Qur`an di tengah-tengah masyarakat
[22].
Pendirian
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur`an Depag dapat kita lacak dari mushaf
al-Qur’an yang telah ditashih. Biasanya tentang keberadaan team ini
terdapat penjelasan pada bagian pengantar mushaf al-Qur’an tersebut.
Kalau kita mengamati pada Kata Pengantar Yayasan Penyelenggara
Penerjemah/ Pentafsir al-Qur’an yang diketuai oleh Prof.R.H.A.Soenardjo,
SH dan ditandatangani di Jakarta, 1 Maret 1971, maka ada 10 (sepuluh)
anggota dewan penerjemah, antara lain: Prof.T.M.Hasbi Ashshidiqi.(alm),
Prof.H.Bustami A.Gani, Prof.H.Muchtar Jahya, Prof.H.M.Toha Jahya
Omar.(alm), Dr.H.A.Mukti Ali, Drs.Kamal Muchtar, H.Gazali Thaib.(alm),
K.H.A.Musaddad, K.H.Ali Maksum.(alm), dan Drs.Busjairi Madjidi.
Merekalah yang telah turut berjasa dalam melaksanakan tugas mentashih
dan menterjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia selama 8 tahun.
Team
ini terus menjalankan tugasnya. Dan pada priode selanjutnya terjadi
perubahan komposisi team karena sebagian dari mereka telah berpulang ke
rahmatullah. Seperti yang dapat dilacak pada al-Qur’an dan Terjemahnya
versi cetakan PT.Karya Toha Putra Semarang ditandantangani di Jakarta
pada 15 Desember 1997, team tashih ini terdiri seorang ketua dan seorang
sektretaris dan beranggotakan 17 orang
[23].
Tugas dan fungsi Lajnah sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1982, adalah:
1.
meneliti dan menjaga kemurnian mushaf al-Qur’an, rekaman, bacaan
al-Qur’an, terjemahan dan tafsir al-Qur’an secara preventif dan
refresif.
2. mempelajari dan meneliti kebenaran mushaf al-Qur’an untuk tunanetra (al-Qur’an Braille),
bacaan al-Qur’an dalam kaset, piringan hitam dan penemuan elektronik lainnya yang beredar di Indonesia.
3.
berusaha mengantisipasi peredaran mushaf al-Qur’an yang belum ditashih
oleh Lajnah. Kegiatan Lajnah mentashih mushaf al-Qur’an 30 Juz, Juz
‘Amma, al-Qur’an dan terjemahnya, al-Qur’an dan tafsirnya, dan
bacaan-bacaan dalam bentuk kaligrafi lainnya
[24].
Pelaksanaan
tugas Lajnah lainnya adalah merespon masukan, saran-saran dan menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat. Segala permasalahan yang
menyangkut kitab suci al-Qur’an yang dikemukakan oleh masyarakat dan
ditujukan kepada Departemen Agama. Selain itu, tugas Lajnah adalah
membina penerbit, melalui komunikasi lisan maupun tertulis, termasuk
dengan surat edaran, juga pertemuan-pertemuan, diskusi dan dialog dengan
para penerbit dan produsen al-Qur’an, juga dengan tim kerja dari
pihak-pihak yang melakukan penulisan al-Qur’an. Pembinaan juga dilakukan
melalui forum lokakarya para penerbit al-Qur’an. Inti dari program
pembinaan, adalah ajakan kepada para penerbit Al-Qur’an untuk lebih
meningkatkan dedikasi dan komitmennya dalam menjaga dan memelihara kitab
suci al-Qur’an
[25].
Rekomendasi kegiatan lajnah adalah sebagai berikut.
Pertama,
untuk memenuhi kebutuhan umat Islam yang cukup besar dibidang al-Qur’an
serta untuk lebih mengamankan mutu penerbitan al-Qur’an, maka amat
mendesak didirikan sebuah penerbitan /percetakan al-Qur’an oleh
negara/pemerintah.
Kedua, mengingat beban
lajnah yang makin luas dan meningkat serta perlu dukungan yang lebih
besar dibidang SDM, peralatan, jaringan, dan pembiayaan, maka amat
mendesak untuk menindak lanjuti komitmen Bapak Menteri Agama untuk
memperkuat dan meningkatkan struktur lajnah.
Ketiga,
perlu penguatan kondisi kerja dengan pengaturan tugas dan tahapan yang
jelas, mekanisme yang baik, agenda yang tertib serta pembiayaan yang
memadai. Dan keempat, perlu penguatan SDM lajnah melalui rekrutmen
satuan tugas lajnah secara terbuka, selektif, profesional, dari
Perguruan-perguruan tinggi al-Qur’an, UIN/IAIN/STAIN dan lain-lain
sebagai pegawai negeri maupun sebagai tim ad hoc
[26]G. Tradisi Yasinan dalam Masyarakat dan Problematika Buku Yasin
Kalau
kita cermati sejenak tentang tradisi membaca al-Qur’an dalam masyarakat
kita. Bahwa di masyarakat berkembang suatu tradisi membaca al-Qur’an,
yaitu tradisi Yasinan. Dalam tradisi Yasinan ini dilangsungkan pembacaan
QS.Yasin/36, yang disertai dengan pembacaan zikir-zikir tertentu dan
ditutup dengan doa. Tradisi Yasinan ini telah mengakar dalam kehidupan
masyarakat kita.
Yasinan dilaksanakan
pada acara ta’ziyah ketika ada anggota masyarakat yang meninggal dunia.
Kita mengenal maniga hari, menujuh hari, empat puluh hari, seratus hari,
seribu hari dan seterusnya. Selain dalam acara ta’ziyah pembacaan
surat Yasin ini juga dilakukan dalam acara-acara pengajian rutin di
masyarakat, pengajian setiap malam jum’at ketika seseorang melaksanakan
ibadah haji, acara tasyakuran, dan lain sebagainya.
Kita
tidak membahas lebih lanjut tentang tradisi Yasinan tersebut. Tapi
yang menjadi fokus kita adalah salah satu media dalam pelaksanaan
tradisi Yasinan tersebut, yaitu buku Yasin. Permasalahannya adalah
bagaimanakah keshahihan buku tersebut; kesesuaian ayat-ayat dari surat
Yasin sebagai salah satu kutipan dari al-Qur’an.
Tulisan
ini sebagai kasus atau bahan pemikiran bagi kita bersama untuk
berpartisipasi dalam gerakan pemurnian al-Qur’an. Gerakan yang dapat
kita mulai dari lingkungan kita sendiri. Hal ini lebih jauh diinspirasi
ketika penulis menemukan sendiri kesalahan dalam salah satu ayatnya dari
sebuah buku Yasin. Peristiwa ini terjadi tepatnya ketika acara Yasinan
meninggalnya salah seorang dosen fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan,
Drs H Shohib Zen, Lc. Ketika acara Yasinan di rumah almarhum, secara
tidak sengaja penulis dengan beberapa teman menemukan kesalahan fatal
dalam sebuah ayat dalam buku yasin tersebut. Kesalahan pada penulisan
huruf dalam bahasa Arab tentu saja akan merubah makna, yang melenceng
jauh dari apa yang seharusnya. Apa lagi jika kita kaitkan dengan fungsi
al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam—yang merupakan manifestasi dari
Kalamullah. Merubahnya, apalagi berdasarkan kecerobohan alih-alih karena
adanya faktor kesengajaan adalah sebuah dosa besar. Bentuk kesalahan
yang ditemukan adalah kata lamasakhnaahum dalam ayat di atas ditulis
dengan lamasyakhnaahum dalam QS Yasin/36: 67.
Selanjutnya
dari penelusuran yang dilakukan, penulis menenemukan hal-hal yang cukup
mengejutkan dan mengagetkan. Ternyata dari beberapa buku Yasin yang
penulis miliki setelah dilakukan tashih secara mendiri, ditemukan
kesalahan-kesalahan lainnya. Sebagai contoh lainnya:
Pada
kata-kata yang ditebalkan dan digaris bawahi terjadi kesalahan dalam
pemenggalan kata. Pada ayat 6 terjadi kesalahan dalam pemenggalan kata
abaa’u di mana huruf hamzahnya terpisah dari huruf abaa pada baris
selanjutnya yang berbeda. Pada ayat 60, waw jamak pada kata ta’buduw
ditulis terpisah pada baris selanjutnya yang berbeda. Demikian juga
huruf ra pada kata qadirin terpisah dari huruf qadi pada baris
selanjutnya yang berbeda. Ini adalah pemenggalan kata yang salah karena
kata-kata tersebut memiliki satu pengertian dan makna yang tidak dapat
dipenggal-penggal.
Pada ayat 51 di atas kata al-ajdaats, kehilangan atau kekurangan alif pada alif lam “ma’rifah”nya
[28].
Terkait
dengan tradisi Yasinan tentu saja kita semua perlu menjaga tradisi
tersebut dari hal-hal yang merusaknya, seperti terdapatnya kesalahan
dalam buku Yasin yang digunakan. Tentu saja niat dan amal baik itu
menjadi tidak atau kurang sempurna bahkan bisa jadi berbuah dosa ketika
kita menyaksikan suatu kesalahan dan kemudian mendiamkan atau tidak ada
usaha untuk meluruskannya.
H. Penutup
Pentashihan
al-Qur’an adalah upaya untuk senantiasa memelihara otentisitas
al-Qur’an. Suksesnya upaya pemeliharaan al-Qur’an ini sangat membutuhkan
dukungan dari seluruh kaum muslimin untuk membentengi upaya-upaya
menodai kemurnian al-Qur’an.
Daftar Pustaka
Al-Furqan al-Haq; The True Furqan, http:// pusdai.wordpress.com
Al-Qur'an Banyak Salah Cetak Karena Kejar Laba, http:// kisahislam.com
Al-Rosid, Surat Yasin dan Tahlil Disertai Huruf Arab Latin, Terjemahan Bahasa Indonesia, Jakarta: Doa Ibu
Anwar, Hamdani, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Fikahati Aneska, 1995
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, cet.ke-12
Awas peredaran al-Qur‘an Palsu Serang Sukoharjo, http:// forum.swaramuslim.net
Baidan, Nashruddin, Metode Penafsiran al-Qur’an, Surabaya: Bina Ilmu, 1989
____________, Tafsir Maudhu’i: Solusi Qur’ani atas Masalah Sosial Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, cet.ke-1
Baqi, al, Fuad Abd, Mu’jam Mufahras li alfaz al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, t.th
Bisri, Cik Hasan, Model Penelitian Fiqh Jilid I: Paradigma pEnelitian Fiqh dan Fiqh Penelitian, Jakarta: Prenada Media, 2003
____________,
Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi Bidang
Ilmu Agama Islam, Jakarta: Logos, 1998, cet.ke-1
____________, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta:Rajawali Pers, 2004, cet.ke-1
Buku Yasin Zul-Yanto, H. Zulkifli Anwar dan Ir. Akhmadi Sumaryanto calon Gubernur- Wakil Gubernur Lampung Periode 2009 – 2014.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: Gema Risalah Press, 1992
Dewan Redaksi PT Ichtisar Baru Van Hoeve, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtisar Baru Van Hoeve, 2001
Ditemukan 36 Kesalahan dalam 'Alquran Beryesus, http:// swaramuslim.net
Kegiatan Lajnah Pentahih Mushaf al-Qur’an tahun 2005, http://www.depag.web.id
Nawawi, an, Imam, Adab dan Tata Cara Menjaga al-Qur’an, (terj) Jakarta: Pustaka Imani, 2001
Permasalahan al-Qur’an dan Terjemahannya Versi Depag RI,
http://forumqhita.blogspot.comQaththan, Manna’ Khalil, Mabahis fi Ulum al-Qur’an, T.T: T.Tp, 1978
Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung:Penerbit Mizan, 1996, Cetakan 13
____________, Mu’jizat al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, , Isyarat Ilmiyah dan Pemberitaan Ghaib, Bandung: Mizan, 1992
____________, Sejarah dan ‘Ulum al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1999
____________, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan Keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2000
____________, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1998
Syadili, Ahmad dan Ahmad Rafi’i, Ulumul Qur’an I, Bandung: Pustaka Setia, 1997
Syauqi, Rif’at dan Muhammad Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1992
Umar, Muhammad Nasruddin, Klasifikasi Ayat al-Qur’an, Surabaya: al-Ikhlas, 1990
[1]
Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung:Penerbit Mizan, 1996, Cetakan 13, h. 21
[2] Ibid, h.24
[3] Ibid
[4] Ibid, h.23
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Muqaddimah), Bandung: Gema Risalah Press, 1992, h. 23
[6] Ibid
[7] Handono, Irena, et. al, Sejarah dan Keaslian al-Qur’an, T pt: Bima Rodheta, 2004, Cet. 4
[8] Al-Qur'an Banyak Salah Cetak Karena Kejar Laba, http:// kisahislam.com
[9] Al-Qur’an Palsu Beredar di Masyarakat, http:// www.sumenep.go.id.
[10] Al-Furqan al-Haq; The True Furqan, http:// pusdai.wordpress.com
[11] Al-Qur’an Banyak, Loc.cit
[12] Ditemukan 36 Kesalahan dalam 'Alquran Beryesus, http:// swaramuslim.net
[13] Awas peredaran al-Qur‘an Palsu Serang Sukoharjo, http:// forum.swaramuslim.net
[14] Al-Qur’an Palsu, Loc.cit
[15] Al-Furqan al-Haq, Loc.cit
[16] Ditemukan 36 Kesalahan, Loc.cit
[17] Ibid
[18] Ibid
[19] Jangan Berorientasi Untung, http://www.antara.co.id
[20] Al-Qur'an Banyak Salah Cetak, Loc.cit
[21] Ibid
[22] Ibid
[23] Permasalahan al-Qur’an dan Terjemahannya Versi Depag RI, http://forumqhita.blogspot.com
[24] Kegiatan Lajnah Pentahih Mushaf al-Qur’an tahun 2005, http://www.depag.web.id
[25] Ibid
[26] Ibid
[27] Al-Rosid, Surat Yasin dan Tahlil Disertai Huruf Arab Latin, Terjemahan Bahasa Indonesia, Jakarta: Doa Ibu, h. 46
[28]
Lihat lebih lanjut, Buku Yasin Zul-Yanto, H. Zulkifli Anwar dan Ir.
Akhmadi Sumaryanto calon Gubernur- Wakil Gubernur Lampung Periode 2009 –
2014.
Astronomi II
A. Kondisi Fisik Bumi, Bulan, dan Matahari
1. Matahari
Gambaran umum Matahari
Matahari
adalah bintang kuning, berbentuk bola, dengan diameter 865.000 mi (1 mi
= 1,609 km), lebih dari 100X diameter bumi.Salah satu bintang anggota
galaksi Milky Way (Bima Sakti). Penting bagi proses kehidupan di Bumi
karena mensuplai panas, cahaya, dan radiasi lain. Temperatur pusatnya
diperkirakan 15 juta oC, berangsur-angsur turun hingga pada permukaan,
yang disebut photosphere, temperaturnya 6000 oC.
Matahari
merupakan bintang yang merupakan benda angkasa terbesar dalam tata
surya kita, yang berbentuk bola gas pijar, dan amat panas. Matahari
terbagi atas tiga bagian: bagian angkasa matahari, permukaan matahari
dan bagian dalam. Segala radiasi yang datang ke bumi berasal dari bagian
angkasa matahari, dan mendapat sumber energinya dari reaksi termonuklir
yang berlangsung di inti matahari. Bagian matahari yang bisa diamati
secara langsung hanyalah bagian angkasa/atmosfer saja, yang terdiri atas
tiga bagian:
Fotosfer; bagian permukaan matahari yang kelihatan, tempat dipancarkannya radiasi ke luar angkasa.
Kromosfer; daerah angkasa matahari yang terletak di antara fotosfer dan korona.
Korona; bagian terluar angkasa matahari.
Selanjutnya
terkait dengan permukaan matahari, sebenarnya banyak aktivitas yang
berlangsung di permukaannya, diantaranya; granulasi (keadaan fotosfer
yang berbercak-bercak akibat sel-sel konveksi yang saling berdekatan),
supergranulasi (sel-sel konveksi di permukaan matahari dengan ukuran
yang sangat besar), bintik matahari (sunpot), flare (pancaran cahaya
terang di atmosfir matahari yang berlangsung singkat akibat adanya
proses ledakan), plage (daerah terang di permukaan matahari yang diamati
pada suatu panjang gelombang tertentu), facula (daerah terang di dekat
tepi piringan matahari).
Bagian dalamnya,
di mana seluruh radiasi yang kita terima dari matahari berasal dari
pusatnya. Pada pusat matahari, terjadi reaksi yang membangkitkan energi
sangat besar. Selanjutnya bagian dalam ini, terbagi lagi menjadi tiga;
bagian inti (tempat berlangsungnya reaksi fusi yaitu pembentukan
unsur-unsur berat dari yang lebih ringan, yang dimulai dari pembentukan
helium dari empat atom hidrogen), bagian radiatif (tempat energi yang
dibangkitkan di pusat matahari yang dihantarkan dengan radiasi), dan
bagian konvektif (pengadukan saat materi dan radiasi dari dalam diangkat
keluar menuju daerah yang lebih dingin di atasnya).
2. Bumi
Planet
ketiga yang mengorbit pada jarak 149.565.600 km dari matahari. Terbesar
di antara planet dalam kelompok “planet dalam” (Æ 12.756 km). Dari
angkasa terlihat biru, coklat, dan hijau dengan pola awan putih.
Satu-satunya planet yang diketahui mendukung kehidupan, karena adanya
atmosfer yang sesuai serta adanya air sebagai prasyarat kehidupan.
Sehingga Bumi adalah satu-satunya planet yang dihuni oleh makhluk
hidup. Semua isi Bumi mempunyai berat karena gaya gravitasi. Komposisi
bahan penyusun Bumi didomonasi oleh batuan silikat dan magnesium.
Menurut T Djamaluddin (2009) Bumi dan planet-planet dekat matahari
lainnya (Merkurius, Venus, dan Mars) hanya terbentuk dari materi padat
yang terkondensasi, terutama dari senyawa besi dan silikat.
Lapisan-lapisan Bumi terdiri dari:
a. lapisan Barisfer (Inti Bumi)
b. Lithosfer (Kulit Bumi)
c. Hidrosfer (Lapisan Air)
d. Atmosfer (Lapisan Udara)
Bumi mempunyai satu satelit (Bulan). (Ati.staff.gunadharma.ac.id, (Bukti,
http://t-djamaluddin.spaces.live.com
dan http://www.freewebs.com ). Bumi kita yang bulat ini sebenarnya
mengalami pepet dibagian kutub-kutubnya dan menggelembung di bagian
khatulistiwa. Pengukuran-pengukurn yang teliti menunjukkan bumi kita ini
tidak benar-benar bulat (
http://id.answers.yahoo.com)
3. Bulan
Merupakan
satelit Bumi. Berputar mengelilingi Bumi dan bersama Bumi mengelilingi
matahari. Tidak mempunyai cahaya sendiri dan hanya dapat memantulkan
sinar dari matahari. Keadaan di bulan hanya ada lembah, gunung tandus
tidak berair dan ruangan hampa sehingga tidak ada kehidupan. Bulan tidak
mempunyai angkasa, langit berwarna hitam. Suhunya mencapai –137o C bila
tidak terkena cahaya matahari dan bila terkena cahaya matahari dapat
mencapai 10o C. Di bulan tidak dapat merambatkan bunyi (
http://www.freewebs.com)
Teori
tentang pembentukan bulan yang paling populer adalah teori tumbukan,
yang mengatakan bahwa pada 4,6 miliar tahun yang lalu, waktu Bumi belum
memadat sebuah benda langit seukuran planet Mars menabrak Bumi. Sehingga
sebagian materi pembentuk bumi dan benda langit tersebut terlempar ke
angkasa dan kemudian bergabung sehingga terbentuklah bulan
(Admiranto/2009: 211-212).
B. Penampakan Matahari dan Bulan dari Bumi
Matahari;
bintang dan planet-planet selalu tetap penampakannya dari Bumi
setidaknya dalam batas-batas ketajaman mata manusia. Hanya bulanlah yang
senantiasa berubah penampilannya dari Bumi. Adakalanya bulan menarangi
seluruh malam tapi di saat yang lain ia tidak bisa menerangi langit
malam. Ini dapat dijadikan simbolisasi kehidupan manusia dari proses
kelahiran sampai pada tutup usia (Admiranto/2009: 198-199).
Perubahan
penampakan wajah Bulan, seperti yang terlihat dari Bumi, adalah sebagai
akibat posisi relatif Bulan terhadap Bumi dan Matahari.Wajah Bulan
nampak berbeda dari waktu ke waktu yang masing-masing disebut fase.
Fase-fase tersebut mengikuti pola bentuk yang sama setiap empat minggu.
Perlahan bergeser, fenomena keteraturan penampakan fase bulan:
1. Bulan mati (’New Moon’) saat ijtima
2. Sabit muda (minggu pertama)
3. Setengah lingkaran (’first quarter’, sudah melalui ¼ perjalanan Bulan)
4. Gibbous (minggu ke-dua)
5. Purnama (’Full Moon’)
6. Gibbous (minggu ke-tiga)
7. Setengah lingkaran (’Last Quarter’, tinggal ¼ perjalanan Bulan yang harus ditempuh)
8. Sabit tua
Penentuan
awal bulan Puasa, Idul Fitri dan Idul Adha ditentukan oleh adanya
pengamatan Hilal, yaitu bulan sabit yang dalam istilah astronomi disebut
crescent, merupakan bagian dari bulan yang penampakan cahayanya
terlihat dari bumi sesaat ketika Bulan melewati fase konjungsi, ijtimak
(dalam bahasa Arab: Ijtima’ baina Nayyirain ), yaitu ketika
Matahari-Bumi-Bulan berada pada satu garis lurus. Pada saat sekitar
ijtimak, Bulan tidak dapat terlihat dari bumi, karena permukaan bulan
yang nampak dari Bumi tidak mendapatkan sinar matahari, sehingga dikenal
istilah Bulan Baru. Pada petang setelah ijtimak, Bulan terbenam sesaat
sesudah terbenamnya matahari. Ijtimak merupakan pedoman utama penetapan
awal bulan dalam Kalender Hijriah (http://rukyatulhilal.org dan
http://www.nu.or.id). Perubahan penampakan wajah bulan, seperti yang
terlihat dari bumi adalah sebagai akibat posisi relatif bulan terhadap
bumi dan matahari. Dalam hal ini wajah bulan nampak berbeda dari waktu
ke waktu.
Kemudian terkait dengan
penampakan matahari dari bumi, Matahari terlihat begitu besarnya dilihat
dari Bumi. Sebagai salah satu Bintang di jagat raya, Matahari merupakan
yang terlihat paling besar dari Bumi. Secara astronomi sebenarnya
Matahari hanyalah bintang yang berukuran sedang. Tetapi jaraknya yang
relatif dekat dari Bumi jika dibandingkan dengan bintang-bintang lainnya
sehingga seolah-olah ia lah yang terbesar. Dan bintang-bintang yang
jaraknya jauh tersebut terlihat kecil dan karena saking jauhnya sehingga
terlihat pada posisi yang tetap dilihat dari Bumi. Sedangkan Matahari
dengan pergerakan, rotasi Bumi kita melihat pergerakan semu Matahari
setiap harinya; terbit dari timur dan tenggelam di barat.
Matahari
tidak sepanjang tahun beredar di khatulistiwa, tetapi terdapat
pergeseran ke utara dan selatan. Pada tanggal 21 Maret, matahari beredar
di katulistiwa kemudian perlahan-lahan bergeser ke arah utara, setelah
tiga bulan berikutnya yakni tanggal 21 Juni, matahari berada di garis
23,5° utara, lalu kembali ke katulistiwa. Kemudian pada tanggal 23
September setelah dari katulistiwa, matahari bergerak ke selatan,
selanjutnya setelah tiga bulan kemudian yakni pada tanggal 22 Desember
matahari beredar di garis 23,5° selatan, kemudian balik lagi ke
khatulistiwa.
C. Fenomena yang terkait dengan Sistem Bulan, Bumi, dan Matahari
Terdapat beberapa fenomana di bumi akibat adanya sistem bumi, bulan dan matahari, diantaranya:
1.
Pasang surut air laut; fenomena ini terjadi akibat perbedaan gaya
tarik gravitasi bulan, dimana air laut yang letaknya paling dekat
dengan bulan seolah-olah tersedot oleh bulan, dan yang paling jauh
seolah tersedot menjauhi bulan sehingga terjadi pasang naik. Dalam hal
ini terdapat dua pasang yaitu pasang purnama (terjadi saat bulan
purnama), dan pasang perbani (terjadi saat bulan berada dalam posisi
kuadratur timur atau barat).
2.
Perubahan musim; terjadi akibat gerak revolusi bumi atau akibat gerakan
bumi mengelilingi matahari. Karena bumi mempunyai kemiringan 23½º dari
sumbu vertikal, akibatnya bidang peredarannya (bidang ekliptika) akan
bervariasi juga dari 0 s/d 23º, dan inilah yang menyebabkan terjadinya
perubahan musim di bumi.
3. Perubahan fase bulan.
4.
Gerhana matahari dan gerhana bulan; gerhana matahari terjadi pada
saat konjungsi/ijtima’ yaitu ketika bulan dan matahari berada di salah
satu titik simpul atau di dekatnya. Sedangkan gerhana bulan terjadi pada
saat oposisi, dimana bulan berada pada salah satu titik simpul lainnya
atau di dekatnya, sementara matahari berada pada jarak bujur astronomi
180º dari posisi bulan.
5.
Sinkronisasi Bumi-Bulan. Sinkronisasi rotasi bumi-bulan menyebabkab
periode revolusi bulan sama dengan periode rotasinya, yaitu 27,3 hari,
sehingga wajah purnama tak pernah berubah. Selain itu, rotasi bumi
diperlambat sehingga hari makin panjang 0.002 detik dalam seabad dan
bulan menjauh sekitar 3,5 cm per tahun. Kelak, ratusan juta tahun
mendatang rotasi bumi pun menjadi sinkron dengan rotasi dan revolusi
bulan, yaitu satu hari sama dengan satu bulan, sekitar 48 hari menurut
ukuran sekarang (T Djamaluddin, 2009)
D. Sistem Kalender Syamsiyah dan Qamariyah
1. Kalender Qamariyah
Sistem
kalender Islam yang disebut juga kalender Qamariyah yang dapat
dijadikan acuan dalam hal ibadah adalah kalender yang berdasarkan
perhitungan atau hisab hakiki. Hisab hakiki adalah sistem hisab yang
didasarkan pada peredaran Bulan dan Bumi yang sebenarnya. Menurut sistem
ini umur bulan tidaklah konstan (tetap) dan tidak pula tidak beraturan,
tapi bergantung posisi hilal setiap awal bulan. Boleh jadi umur bulan
itu berselang seling antara dua puluh sembilan dan tiga puluh hari. Atau
bisa jadi umur bulan itu berturut-turut dua puluh sembilan atau
berturut-turut tiga puluh hari. Semua ini bergantung pada peredaran
Bulan dan Bumi yang sebenarnya; posisi hilal pada awal bulan tersebut
(Azhari, 2004: 30-31).
Dalam Kalender
ini, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya Matahari yang
ditandai dengan munculnya hilal di ufuk Barat waktu Magrib setelah
terjadinya konjungsi atau ijtima’. Perhitungannya didasarkan pada
peredaran bulan mengelilingi bumi dalam orbitnya dengan masa 29 hari, 12
jam, 44 menit, 2,8 detik setiap satu bulannya. Kalender ini terdiri 12
bulan, dengan masa satu tahun 354 hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik. Itu
berarti lebih pendek 10 hari, 21 jam (sekitar 11 hari) dibanding dengan
kalender Masehi dalam setiap tahunnya (hhtp://afdacairo.blogspot.com).
Terhadap
penamaan bulan, bangsa Arab telah mengenal dan menetapkan nama-nama
bulan seperti yang kita dapati hingga saat ini yang juga selalu
dikaitkan dengan fenomena alam, yaitu: Muharram, Shafar, Rabi'ul Awwal,
Rabi'u Tsani, Jumadil Awwal, Jumadil Tsani, Rajab, Sya'ban, Ramadhan,
Syawwal, Dzulqa'dah, dan Dzulhijjah.
Pada
masa kekhalifahan Umar bin Khattab ra. (tahun 17 H) kalender Islam
terbentuk dengan nama kalender hijriyah. Dengan berbagai usulan dan
pendapat akhirnya rapat memutuskan dan memilih awal kalender Islam
dimulai dari tahun hijrah-Nya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah,
yang merupakan usulan dari Ali ra. Sejak saat itu, ditetapkan tahun
hijrah Nabi sebagai tahun satu, 1 Muharram 1 H bertepatan dengan 16 Juli
622 M. Dan tahun dikeluarkannya keputusan itu langsung ditetapkan
sebagai tahun 17 H (hhtp://afdacairo.blogspot.com). Dengan demikian maka
perhitungan tahun Hijriyah itu diberlakukan mundur sebanyak tujuh belas
tahun.
Karakteristik Kalender Hijriyah
adalah kalender berdasarkan peredaran bulan (qamar) atau disebut juga
dengan Lunar calendar. Terdiri 12 bulan dengan jumlah hari masing-masing
29 hari, 12 jam, 44 menit, 2,8 detik. Masa satu tahun sama dengan 354
hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik yang kalau kita sederhanakan dapat
dikatakan bahwa satu tahun itu sama dengan 354 11/30 hari. Dalam siklus
30 tahun, akan terjadi 11 tahun Kabisah yang berumur 355 hari dan
sebagai tambahan satu hari ditempatkan pada bulan Zulhijjah (bulan
Zulhijjahnya berumur 30 hari). Sedangkan 19 tahun sisanya merupakan
tahun Basithah yang berumur 354 hari. Dengan demikian jumlah hari dalam
masa 30 tahun = 30 x 354 hari + 11 hari = 10631 hari, yang diistilahkan
dengan satu daur.
2. Kalender Syamsiyah
Penanggalan/tahun
matahari--dikenal juga dengan tahun tropical (sanah al-madariyah)
adalah periode berakhir/berlalunya dua kedudukan di matahari dari titik
hamal (i'tidal rabi'iy) secara gerak semu disekitar bumi dengan masa 365
hari 5 jam 48 menit 46 detik (365,2422 hari). Penanggalan berdasarkan
revolusi Bumi terhadap matahari. Permulaan hari dalam kalender Syamsiyah
dimulai dari tengah malam pukul 24.00.
Terhitung sebagai penanggalan yang paling banyak digunakan di dunia hingga saat ini, dengan alasan:
a. Tetapnya panjang (masa) tahunannya
b. Keterkaitan dan ketepatannya dengan fenomena geografis khususnya perubahan musim/pertanian. (
Penanggalan, http://afdacairo.blogspot.com)
Kalender
Masehi--disebut juga kalender Gregorius--adalah penanggalan berdasarkan
peredaran matahari (Taqwim Syamsy) dengan masa 365,2422 (365 hari, 5
jam, 48 menit, 46 detik). Kalendar ini merupakan lanjutan dari kalender
Julian yang digunakan secara internasional. Kalendar ini (baca: kalender
Gregorius) muncul karena Kalendar Julian dinilai terjadi sedikit
kekeliruan, sebab permulaan musim semi (21 Maret) semakin maju, sehingga
perayaan Easter (hari paskah) yang sudah disepakati sejak Konsili Nicea
pada tahun 325 M tidak tepat lagi.Satu tahun dalam penanggalan Julian
berlangsung selama 365, 25 hari, sementara perputaran bumi mengelilingi
matahari (revolusi) berlangsung selama 365, 2422 hari, beararti terjadi
selisih sekitar 0,00780121 hari (365,25 hari – 365,2422 hari = -0,0078
hari). Selanjutnya sisa pecahan (-0,0078) tersebut dibulatkan menjadi
satu hari, diberikan pada bulan Februari pada tiap-tiap tahun yang
keempat. Penggunaan terus menerus ini mengakibatkan hingga tahun 1582 M
terjadi kesalahan sekitar 10 hari, dan dalam satu millenium (1000 tahun)
akan berlebih 7 - 8 hari. (
Kalender, http://afdacairo.blogspot.com)
Masalah
ini (baca: selisih 0,00780121 hari) diselesaikan dengan menghilangkan
tiga tahun kabisat setiap empat abad yaitu bilangan kelipatan 100 yang
tidak habis dibagi 400 misalnya tahun 1700, 1800, 1900, 2100, 2200, 2300
dan semisalnya bukan tahun panjang, yaitu jumlah hari bulan Febuari
tetap 28 hari. Dengan ini Kalendar Gregorius tetap 365, 2425 hari dalam
setahun. Lalu pada tahun 1582, hari Kamis 4 Oktober, melalui satu
dekrit, yang seharusnya keesokan harinya 5 Oktober diganti menjadi hari
Jumat 15 Oktober dengan sepuluh tanggal dihilangkan. Sejak saat itu
dikenallah kalender ini dengan kalender Gregorius.
Daftar Pustaka
Admiranto, A. Gunawan, Menjelajah Tata Surya, Yogyakarta: Kanasius, 2009
Azhari, Susiknan, 2001, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta: Lazuari, Cet.ke-1
____________, 2007, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. Ke-2
Hand Out Matakuliah : Matematika dan IAD, Ati.staff.gunadharma.ac.id
Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet.ke-3
Ninok Leksono, 2008, Resolusi dalam Revolusi,
http://lkassurabaya.blogspot.comPenanggalan (Tarikh), http://afdacairo.blogspot.com
T
Djamaluddin, QA Sekitar Sains dan Kaitan dengan Quran JAWABAN ATAS
Beberapa Kesalahfahaman Atas Sains dan Kaitan dengan Quran (Misalnya,
gerakan bumi, matahari mengitari bumi, pendaratan di bulan, teori
evolusi),
http://t-djamaluddin.spaces.live.com
____________, Kajian Sain-Quran2, power point perkuliahan Astronomi, 2009
Tanudidjaja,
Moh. Ma’mur, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa untuk Sekolah Menengah
Umum, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996, cet. Ke-4
Masroeri, A Ghazalie, Redefinisi Hilal, http://www.nu.or.id
Priode rotasi di Ekuator
26 hari
Percepatan gravitasi di Permukaan
274 m/ det²
Temperatur permukaan
6000˚C
Admiranto/2009: 23
Matahari
adalah bintang kuning, berbentuk bola, dengan diameter 865.000 mi (1 mi
= 1,609 km), lebih dari 100X diameter bumi.Salah satu bintang anggota
galaksi Milky Way (Bima Sakti). Penting bagi proses kehidupan di Bumi
karena mensuplai panas, cahaya, dan radiasi lain. Temperatur pusatnya
diperkirakan 15 juta oC, berangsur-angsur turun hingga pada permukaan,
yang disebut photosphere, temperaturnya 6000 oC.
Matahari merupakan
bintang yang merupakan benda angkasa terbesar dalam tata surya kita,
yang berbentuk bola gas pijar, dan amat panas. Matahari terbagi atas
tiga bagian: bagian angkasa matahari, permukaan matahari dan bagian
dalam. Segala radiasi yang datang ke bumi berasal dari bagian angkasa
matahari, dan mendapat sumber energinya dari reaksi termonuklir yang
berlangsung di inti matahari. Bagian matahari yang bisa diamati secara
langsung hanyalah bagian angkasa/atmosfer saja, yang terdiri atas tiga
bagian:
Fotosfer; bagian permukaan matahari yang kelihatan, tempat dipancarkannya radiasi ke luar angkasa.
Kromosfer; daerah angkasa matahari yang terletak di antara fotosfer dan korona.
Korona; bagian terluar angkasa matahari.
Selanjutnya
terkait dengan permukaan matahari, sebenarnya banyak aktivitas yang
berlangsung di permukaannya, diantaranya; granulasi (keadaan fotosfer
yang berbercak-bercak akibat sel-sel konveksi yang saling berdekatan),
supergranulasi (sel-sel konveksi di permukaan matahari dengan ukuran
yang sangat besar), bintik matahari (sunpot), flare (pancaran cahaya
terang di atmosfir matahari yang berlangsung singkat akibat adanya
proses ledakan), plage (daerah terang di permukaan matahari yang diamati
pada suatu panjang gelombang tertentu), facula (daerah terang di dekat
tepi piringan matahari).
Bagian dalamnya, di mana seluruh radiasi
yang kita terima dari matahari berasal dari pusatnya. Pada pusat
matahari, terjadi reaksi yang membangkitkan energi sangat besar.
Selanjutnya bagian dalam ini, terbagi lagi menjadi tiga; bagian inti
(tempat berlangsungnya reaksi fusi yaitu pembentukan unsur-unsur berat
dari yang lebih ringan, yang dimulai dari pembentukan helium dari empat
atom hidrogen), bagian radiatif (tempat energi yang dibangkitkan di
pusat matahari yang dihantarkan dengan radiasi), dan bagian konvektif
(pengadukan saat materi dan radiasi dari dalam diangkat keluar menuju
daerah yang lebih dingin di atasnya).
2. Bumi
Planet ketiga yang
mengorbit pada jarak 149.565.600 km dari matahari. Terbesar di antara
planet dalam kelompok “planet dalam” (Æ 12.756 km). Dari angkasa
terlihat biru, coklat, dan hijau dengan pola awan putih. Satu-satunya
planet yang diketahui mendukung kehidupan, karena adanya atmosfer yang
sesuai serta adanya air sebagai prasyarat kehidupan. Sehingga Bumi
adalah satu-satunya planet yang dihuni oleh makhluk hidup. Semua isi
Bumi mempunyai berat karena gaya gravitasi. Komposisi bahan penyusun
Bumi didomonasi oleh batuan silikat dan magnesium. Menurut T Djamaluddin
(2009) Bumi dan planet-planet dekat matahari lainnya (Merkurius, Venus,
dan Mars) hanya terbentuk dari materi padat yang terkondensasi,
terutama dari senyawa besi dan silikat. Lapisan-lapisan Bumi terdiri
dari:
a. lapisan Barisfer (Inti Bumi)
b. Lithosfer (Kulit Bumi)
c. Hidrosfer (Lapisan Air)
d. Atmosfer (Lapisan Udara)
Bumi mempunyai satu satelit (Bulan). (Ati.staff.gunadharma.ac.id, (Bukti,
http://t-djamaluddin.spaces.live.com
dan http://www.freewebs.com ). Bumi kita yang bulat ini sebenarnya
mengalami pepet dibagian kutub-kutubnya dan menggelembung di bagian
khatulistiwa. Pengukuran-pengukurn yang teliti menunjukkan bumi kita ini
tidak benar-benar bulat (http://id.answers.yahoo.com)
3. Bulan
Merupakan
satelit Bumi. Berputar mengelilingi Bumi dan bersama Bumi mengelilingi
matahari. Tidak mempunyai cahaya sendiri dan hanya dapat memantulkan
sinar dari matahari. Keadaan di bulan hanya ada lembah, gunung tandus
tidak berair dan ruangan hampa sehingga tidak ada kehidupan. Bulan tidak
mempunyai angkasa, langit berwarna hitam. Suhunya mencapai –137o C bila
tidak terkena cahaya matahari dan bila terkena cahaya matahari dapat
mencapai 10o C. Di bulan tidak dapat merambatkan bunyi
(http://www.freewebs.com)
Berikut ini beberapa karakteristik, Bumi, Bulan dan Matahari:
Benda
Diameter (km)
Jarak dari Bumi (km)
Perbandingan Ukuran
Perbandingan Jarak
Bumi
12, 756
9 cm
Bulan
3, 476
384, 400
2, 5 cm
2, 8 m
Matahari
1, 390,00
149, 597, 892
10 m
107, 6 m
http://rukyatulhilal.org
Teori
tentang pembentukan bulan yang paling populer adalah teori tumbukan,
yang mengatakan bahwa pada 4,6 miliar tahun yang lalu, waktu Bumi belum
memadat sebuah benda langit seukuran planet Mars menabrak Bumi. Sehingga
sebagian materi pembentuk bumi dan benda langit tersebut terlempar ke
angkasa dan kemudian bergabung sehingga terbentuklah bulan
(Admiranto/2009: 211-212).
B. Penampakan Matahari dan Bulan dari Bumi
Matahari;
bintang dan planet-planet selalu tetap penampakannya dari Bumi
setidaknya dalam batas-batas ketajaman mata manusia. Hanya bulanlah yang
senantiasa berubah penampilannya dari Bumi. Adakalanya bulan menarangi
seluruh malam tapi di saat yang lain ia tidak bisa menerangi langit
malam. Ini dapat dijadikan simbolisasi kehidupan manusia dari proses
kelahiran sampai pada tutup usia (Admiranto/2009: 198-199).
Perubahan
penampakan wajah Bulan, seperti yang terlihat dari Bumi, adalah sebagai
akibat posisi relatif Bulan terhadap Bumi dan Matahari.Wajah Bulan
nampak berbeda dari waktu ke waktu yang masing-masing disebut fase.
Fase-fase tersebut mengikuti pola bentuk yang sama setiap empat minggu.
Perlahan bergeser, fenomena keteraturan penampakan fase bulan:
1. Bulan mati (’New Moon’) saat ijtima
2. Sabit muda (minggu pertama)
3. Setengah lingkaran (’first quarter’, sudah melalui ¼ perjalanan Bulan)
4. Gibbous (minggu ke-dua)
5. Purnama (’Full Moon’)
6. Gibbous (minggu ke-tiga)
7. Setengah lingkaran (’Last Quarter’, tinggal ¼ perjalanan Bulan yang harus ditempuh)
8. Sabit tua
9. Bulan mati (’New Moon’) ijtima kembali (http://www.nu.or.id)
Penentuan
awal bulan Puasa, Idul Fitri dan Idul Adha ditentukan oleh adanya
pengamatan Hilal, yaitu bulan sabit yang dalam istilah astronomi disebut
crescent, merupakan bagian dari bulan yang penampakan cahayanya
terlihat dari bumi sesaat ketika Bulan melewati fase konjungsi, ijtimak
(dalam bahasa Arab: Ijtima’ baina Nayyirain ), yaitu ketika
Matahari-Bumi-Bulan berada pada satu garis lurus. Pada saat sekitar
ijtimak, Bulan tidak dapat terlihat dari bumi, karena permukaan bulan
yang nampak dari Bumi tidak mendapatkan sinar matahari, sehingga dikenal
istilah Bulan Baru. Pada petang setelah ijtimak, Bulan terbenam sesaat
sesudah terbenamnya matahari. Ijtimak merupakan pedoman utama penetapan
awal bulan dalam Kalender Hijriah (http://rukyatulhilal.org dan
http://www.nu.or.id). Perubahan penampakan wajah bulan, seperti yang
terlihat dari bumi adalah sebagai akibat posisi relatif bulan terhadap
bumi dan matahari. Dalam hal ini wajah bulan nampak berbeda dari waktu
ke waktu.
Kemudian terkait dengan penampakan matahari dari bumi,
Matahari terlihat begitu besarnya dilihat dari Bumi. Sebagai salah satu
Bintang di jagat raya, Matahari merupakan yang terlihat paling besar
dari Bumi. Secara astronomi sebenarnya Matahari hanyalah bintang yang
berukuran sedang. Tetapi jaraknya yang relatif dekat dari Bumi jika
dibandingkan dengan bintang-bintang lainnya sehingga seolah-olah ia lah
yang terbesar. Dan bintang-bintang yang jaraknya jauh tersebut terlihat
kecil dan karena saking jauhnya sehingga terlihat pada posisi yang tetap
dilihat dari Bumi. Sedangkan Matahari dengan pergerakan, rotasi Bumi
kita melihat pergerakan semu Matahari setiap harinya; terbit dari timur
dan tenggelam di barat.
Matahari tidak sepanjang tahun beredar di
khatulistiwa, tetapi terdapat pergeseran ke utara dan selatan. Pada
tanggal 21 Maret, matahari beredar di katulistiwa kemudian
perlahan-lahan bergeser ke arah utara, setelah tiga bulan berikutnya
yakni tanggal 21 Juni, matahari berada di garis 23,5° utara, lalu
kembali ke katulistiwa. Kemudian pada tanggal 23 September setelah dari
katulistiwa, matahari bergerak ke selatan, selanjutnya setelah tiga
bulan kemudian yakni pada tanggal 22 Desember matahari beredar di garis
23,5° selatan, kemudian balik lagi ke khatulistiwa.
C. Fenomena yang terkait dengan Sistem Bulan, Bumi, dan Matahari
Terdapat beberapa fenomana di bumi akibat adanya sistem bumi, bulan dan matahari, diantaranya:
1.
Pasang surut air laut; fenomena ini terjadi akibat perbedaan gaya
tarik gravitasi bulan, dimana air laut yang letaknya paling dekat
dengan bulan seolah-olah tersedot oleh bulan, dan yang paling jauh
seolah tersedot menjauhi bulan sehingga terjadi pasang naik. Dalam hal
ini terdapat dua pasang yaitu pasang purnama (terjadi saat bulan
purnama), dan pasang perbani (terjadi saat bulan berada dalam posisi
kuadratur timur atau barat).
2. Perubahan musim; terjadi akibat
gerak revolusi bumi atau akibat gerakan bumi mengelilingi matahari.
Karena bumi mempunyai kemiringan 23½º dari sumbu vertikal, akibatnya
bidang peredarannya (bidang ekliptika) akan bervariasi juga dari 0 s/d
23º, dan inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan musim di bumi.
3. Perubahan fase bulan.
4.
Gerhana matahari dan gerhana bulan; gerhana matahari terjadi pada
saat konjungsi/ijtima’ yaitu ketika bulan dan matahari berada di salah
satu titik simpul atau di dekatnya. Sedangkan gerhana bulan terjadi pada
saat oposisi, dimana bulan berada pada salah satu titik simpul lainnya
atau di dekatnya, sementara matahari berada pada jarak bujur astronomi
180º dari posisi bulan.
5. Sinkronisasi Bumi-Bulan.
Sinkronisasi rotasi bumi-bulan menyebabkab periode revolusi bulan sama
dengan periode rotasinya, yaitu 27,3 hari, sehingga wajah purnama tak
pernah berubah. Selain itu, rotasi bumi diperlambat sehingga hari makin
panjang 0.002 detik dalam seabad dan bulan menjauh sekitar 3,5 cm per
tahun. Kelak, ratusan juta tahun mendatang rotasi bumi pun menjadi
sinkron dengan rotasi dan revolusi bulan, yaitu satu hari sama dengan
satu bulan, sekitar 48 hari menurut ukuran sekarang (T Djamaluddin,
2009)
D. Sistem Kalender Syamsiyah dan Qamariyah
1. Kalender Qamariyah
Sistem
kalender Islam yang disebut juga kalender Qamariyah yang dapat
dijadikan acuan dalam hal ibadah adalah kalender yang berdasarkan
perhitungan atau hisab hakiki. Hisab hakiki adalah sistem hisab yang
didasarkan pada peredaran Bulan dan Bumi yang sebenarnya. Menurut sistem
ini umur bulan tidaklah konstan (tetap) dan tidak pula tidak beraturan,
tapi bergantung posisi hilal setiap awal bulan. Boleh jadi umur bulan
itu berselang seling antara dua puluh sembilan dan tiga puluh hari. Atau
bisa jadi umur bulan itu berturut-turut dua puluh sembilan atau
berturut-turut tiga puluh hari. Semua ini bergantung pada peredaran
Bulan dan Bumi yang sebenarnya; posisi hilal pada awal bulan tersebut
(Azhari, 2004: 30-31).
Dalam Kalender ini, sebuah hari/tanggal
dimulai ketika terbenamnya Matahari yang ditandai dengan munculnya hilal
di ufuk Barat waktu Magrib setelah terjadinya konjungsi atau ijtima’.
Perhitungannya didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi dalam
orbitnya dengan masa 29 hari, 12 jam, 44 menit, 2,8 detik setiap satu
bulannya. Kalender ini terdiri 12 bulan, dengan masa satu tahun 354
hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik. Itu berarti lebih pendek 10 hari, 21
jam (sekitar 11 hari) dibanding dengan kalender Masehi dalam setiap
tahunnya (hhtp://afdacairo.blogspot.com).
Terhadap penamaan bulan,
bangsa Arab telah mengenal dan menetapkan nama-nama bulan seperti yang
kita dapati hingga saat ini yang juga selalu dikaitkan dengan fenomena
alam, yaitu: Muharram, Shafar, Rabi'ul Awwal, Rabi'u Tsani, Jumadil
Awwal, Jumadil Tsani, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawwal, Dzulqa'dah, dan
Dzulhijjah.
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab ra. (tahun 17 H)
kalender Islam terbentuk dengan nama kalender hijriyah. Dengan berbagai
usulan dan pendapat akhirnya rapat memutuskan dan memilih awal kalender
Islam dimulai dari tahun hijrah-Nya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke
Madinah, yang merupakan usulan dari Ali ra. Sejak saat itu, ditetapkan
tahun hijrah Nabi sebagai tahun satu, 1 Muharram 1 H bertepatan dengan
16 Juli 622 M. Dan tahun dikeluarkannya keputusan itu langsung
ditetapkan sebagai tahun 17 H (hhtp://afdacairo.blogspot.com). Dengan
demikian maka perhitungan tahun Hijriyah itu diberlakukan mundur
sebanyak tujuh belas tahun.
Karakteristik Kalender Hijriyah adalah
kalender berdasarkan peredaran bulan (qamar) atau disebut juga dengan
Lunar calendar. Terdiri 12 bulan dengan jumlah hari masing-masing 29
hari, 12 jam, 44 menit, 2,8 detik. Masa satu tahun sama dengan 354 hari,
8 jam, 48 menit, 35 detik yang kalau kita sederhanakan dapat dikatakan
bahwa satu tahun itu sama dengan 354 11/30 hari. Dalam siklus 30 tahun,
akan terjadi 11 tahun Kabisah yang berumur 355 hari dan sebagai
tambahan satu hari ditempatkan pada bulan Zulhijjah (bulan Zulhijjahnya
berumur 30 hari). Sedangkan 19 tahun sisanya merupakan tahun Basithah
yang berumur 354 hari. Dengan demikian jumlah hari dalam masa 30 tahun =
30 x 354 hari + 11 hari = 10631 hari, yang diistilahkan dengan satu
daur.
2. Kalender Syamsiyah
Penanggalan/tahun matahari--dikenal
juga dengan tahun tropical (sanah al-madariyah) adalah periode
berakhir/berlalunya dua kedudukan di matahari dari titik hamal (i'tidal
rabi'iy) secara gerak semu disekitar bumi dengan masa 365 hari 5 jam 48
menit 46 detik (365,2422 hari). Penanggalan berdasarkan revolusi Bumi
terhadap matahari. Permulaan hari dalam kalender Syamsiyah dimulai dari
tengah malam pukul 24.00.
Terhitung sebagai penanggalan yang paling banyak digunakan di dunia hingga saat ini, dengan alasan:
a. Tetapnya panjang (masa) tahunannya
b. Keterkaitan dan ketepatannya dengan fenomena geografis khususnya perubahan musim/pertanian. (
Penanggalan, http://afdacairo.blogspot.com)
Kalender
Masehi--disebut juga kalender Gregorius--adalah penanggalan berdasarkan
peredaran matahari (Taqwim Syamsy) dengan masa 365,2422 (365 hari, 5
jam, 48 menit, 46 detik). Kalendar ini merupakan lanjutan dari kalender
Julian yang digunakan secara internasional. Kalendar ini (baca: kalender
Gregorius) muncul karena Kalendar Julian dinilai terjadi sedikit
kekeliruan, sebab permulaan musim semi (21 Maret) semakin maju, sehingga
perayaan Easter (hari paskah) yang sudah disepakati sejak Konsili Nicea
pada tahun 325 M tidak tepat lagi.Satu tahun dalam penanggalan Julian
berlangsung selama 365, 25 hari, sementara perputaran bumi mengelilingi
matahari (revolusi) berlangsung selama 365, 2422 hari, beararti terjadi
selisih sekitar 0,00780121 hari (365,25 hari – 365,2422 hari = -0,0078
hari). Selanjutnya sisa pecahan (-0,0078) tersebut dibulatkan menjadi
satu hari, diberikan pada bulan Februari pada tiap-tiap tahun yang
keempat. Penggunaan terus menerus ini mengakibatkan hingga tahun 1582 M
terjadi kesalahan sekitar 10 hari, dan dalam satu millenium (1000 tahun)
akan berlebih 7 - 8 hari. (
Kalender, http://afdacairo.blogspot.com)
Masalah
ini (baca: selisih 0,00780121 hari) diselesaikan dengan menghilangkan
tiga tahun kabisat setiap empat abad yaitu bilangan kelipatan 100 yang
tidak habis dibagi 400 misalnya tahun 1700, 1800, 1900, 2100, 2200, 2300
dan semisalnya bukan tahun panjang, yaitu jumlah hari bulan Febuari
tetap 28 hari. Dengan ini Kalendar Gregorius tetap 365, 2425 hari dalam
setahun. Lalu pada tahun 1582, hari Kamis 4 Oktober, melalui satu
dekrit, yang seharusnya keesokan harinya 5 Oktober diganti menjadi hari
Jumat 15 Oktober dengan sepuluh tanggal dihilangkan. Sejak saat itu
dikenallah kalender ini dengan kalender Gregorius.
Daftar Pustaka
Admiranto, A. Gunawan, Menjelajah Tata Surya, Yogyakarta: Kanasius, 2009
Astraatmadja,
Tri L , Vernal Equinox,
http://langitselatan.comAstronomi: Arah putar bumi-Bulan dan Matahari?
http://id.answers.yahoo.comAzhari, Susiknan, 2001, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta: Lazuari, Cet.ke-1
____________, 2007, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. Ke-2
Hand Out Matakuliah : Matematika dan IAD, Ati.staff.gunadharma.ac.id
Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet.ke-3
Ninok Leksono, 2008, Resolusi dalam Revolusi,
http://lkassurabaya.blogspot.comTata Surya,
http://www.freewebs.comMengenal Hilal,
nggieng, http://rukyatulhilal.org
Kalender Masehi (Gregorius)/ (Taqwim Mylady), http://afdacairo.blogspot.com
Kapan Matahari terbit dari Barat? http://famhar.multiply.comPenanggalan (Tarikh), http://afdacairo.blogspot.com
T
Djamaluddin, QA Sekitar Sains dan Kaitan dengan Quran JAWABAN ATAS
Beberapa Kesalahfahaman Atas Sains dan Kaitan dengan Quran (Misalnya,
gerakan bumi, matahari mengitari bumi, pendaratan di bulan, teori
evolusi),
http://t-djamaluddin.spaces.live.com____________, Bukti Ketaatan Makhluk pada Khaliqnya: Alampun Berthawaf,
http://t-djamaluddin.spaces.live.com____________, Kajian Sain-Quran2, power point perkuliahan Astronomi, 2009
Tanudidjaja,
Moh. Ma’mur, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa untuk Sekolah Menengah
Umum, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996, cet. Ke-4
Tata Surya, Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org.
Effendi, Djamhur Sekelumit Penanggalan Komariah dan Gerhana Bulan,
http://www.nu.or.idMasroeri, A Ghazalie, Redefinisi Hilal, http://www.nu.or.id
Astronomi I
Rotasi Bumi, Planet, dan Bulan
Bumi
berputar; berotasi pada porosnya dengan arah rotasi dari barat ke timur.
Inilah peredaran harian yang sebenarnya. Bumi berotasi dari barat ke
timur, sehingga Indonesia selalu melihat matahari lebih dulu daripada
India. Arah barat-timur sebenarnya hanya arah relatif terhadap arah
poros bumi (
http://famhar.multiply.com).
Jika dilihat dari kutub utara gerakannya berlawanan dengan jalannya
jarum jam, gerakannya disebut juga arah negatif. Waktu yang dibutuhkan
dalam sekali berotasi adalah 23 jam 56 menit 4 detik. Ketika berotasi,
Atmosfir yang menyelubungi Bumi ikut berotasi tapi gerakannya tidak
mengikuti permukaan bumi. Hal ini dapat dianalogkan dengan peristiwa
kita naik kereta api, jika kita mengeluarkan tangan di jendela maka kita
merasakan hembusan angin. Hal ini karena udara yang ada di sekeliling
kereta api itu tidak turut berotasi.
Kita tidak merasa
gerakan rotasi tersebut, karena efek gaya gravitasi yang menarik kita
tetap berada di permukaan bumi lebih dominan daripada efek gerak rotasi
bumi tersebut. Kalau kita berbaring lama sambil terus memandang ke
langit, kita akan merasa bahwa kita sedang berputar mengitari ruang
angkasa dengan melihat bintang-bintang secara perlahan bergeser
(http://t-djamaluddin.spaces.live.com). Akibat dari bumi berotasi
adalah:
Beberapa bagian bumi mengalami pembagian arah cahaya
contohnya daerah bumi yang mendapat cahaya matahari mengalami siang
hari. Sedangkan daerah yang tidak mendapat cahaya matahari mengalami
malam hari.
Pengelembungan khatulistiwa dan pemepatan kutub-kutub bujurnya.
Adanya perubahan arah angin di sekitar khatulistiwa (
http://id.answers.yahoo.com).
Peredaran
semu benda-benda langit seperti bintang-bintang, bulan, planet-planet,
dan matahari terbit di timur kemudian bergerak sehingga akhirnya
terbenam di barat.
Planet-planet di tata suryapun semuanya berotasi.
Dalam
kajian ilmu Falak tidak banyak dibicarakan tentang planet-planet ini.
Hal ini karena yang banyak berpengaruh dalam kajian penetapan waktu di
bumi adalah bulan dan matahari. Sehingga keduanyalah yang banyak diulas
dalam ilmu Falak sebagai Islamic Astronomi.
Rotasi bulan yaitu
perputaran bulan pada sumbunya yang memerlukan waktu yang sama
periodenya dengan revolusi bulan mengelilingi bumi. Keduanya dilakukan
dalam waktu yang bersamaan. Arah rotasi dan revolusi bulan memiliki
arah yang sama yaitu arah negatif; arah yang berlawanan dengan
perputaran jarum jam (Tanudidjaja: 1996: 129). Pengaruh rotasi bulan
adalah: Wajah bulan tampak selalu sama karena rotasi bulan sama periode
dengan revolusi bulan mengelilingi Bumi, yaitu 27,3 hari. Ini akibat
efek sinkronisasi akibat gaya pasang surut Bumi. Kalau bulan diam, maka
secara perlahan kita akan melihat permukaan bulan bagian lainnya selama
revolusinya mengelilingi bumi. (
http://t-djamaluddin. spaces.live.com).
Revolusi Bumi dan Planet-Planet Mengitari Matahari
Peredaran
Bumi mengelilingi matahari disebut revolusi. Bidang orbit Bumi
mengelilingi matahari di sebut dengan ekliptika (mintaqah al-buruj).
Bidang orbit bumi di bidang ekliptika ini berbentuk elips. Hal ini
dijelaskan dalam salah satu dalil hukum Kepler (1571-1630) bahwa
lintasan planet menyerupai elips dengan matahari pada salah satu titik
apinya (Khazin, 2004: 28). Arah revolusi bumi adalah negatif. Jika kita
berada di luar angkasa dari sebelah utara, kita akan melihat bumi
beredar mengelilingi matahari yang arah peredarannya berlawanan dengan
arah perputaran jarum jam (Tanudidjaja: 1996: 123).
Selama
revolusi ternyata sumbu bumi mempunyai kemiringan dengan arah yang sama,
kemiringan itu besarnya 23,5˚ dari garis tegak lurus pada ekliptika.
Bila dilacak, gerakannya sepanjang tahun akan mengikuti garis yang kita
namakan garis ekliptika. Garis ekliptika ini berpotongan dengan garis
ekuator langit, yaitu garis yang memotong bola langit menjadi dua
bagian–belahan utara dan belahan selatan. Perpotongan dua garis
ini–ekliptika dan ekuator langit–disebut titik equinox. Saat matahari
berada di titik ini, maka lamanya siang dan malam akan sama yaitu
masing-masing 12 jam. Titik yang dilewati matahari dalam perjalanannya
dari selatan ke utara langit, terjadi pada bulan Maret, dinamakan Titik
Vernal Equinox. Titik yang dilewati matahari dalam perjalanannya dari
utara ke selatan langit, terjadi pada bulan September, dinamakan Titik
Autumnal Equinox. Vernal Equinox terjadi sekitar tanggal 21-23 Maret
setiap tahunnya, tidak pernah sama karena Bumi sendiri membutuhkan waktu
365.2422 hari untuk mengitari matahari (
http://langitselatan.com).
Selepas tanggal 1 Januari ini, kira-kira pada pekan pertama tahun, Bumi
akan mencapai titik perihelion (Nuqthah ar-Ra’si) —titik terdekat
dengan Matahari—di mana jarak Bumi dari Matahari adalah 147.072.376
kilometer. Sumbu Bumi miring 66,5o terhadap bidang orbit mengelilingi
Matahari, Matahari seolah bergerak ke utara. Matahari akan terlebih dulu
mencapai ekuator pada tanggal 21 Maret. Pada titik yang disebut equinox
ini, musim semipun di mulai untuk belahan bumi utara, sementara di
belahan bumi selatan di mulai musim gugur. Titik ini juga disebut dengan
equinox Maret, equinox Musim Semi. Selanjutnya, Matahari akan mencapai
Garis Balik Utara (Solstitium) pada tanggal 21 Juni, saat yang juga
dikenal sebagai Solstitium Musim Dingin untuk belahan bumi selatan.
Setelah tiga bulan memberi musim panas di belahan bumi utara, Matahari
bergerak kembali ke selatan, dan mencapai equinox Musim Gugur pada
tanggal 22 September. Sekitar 2-6 Juli, Bumi akan mencapai titik terjauh
dari Matahari atau Aphelion (Auj), yaitu pada jarak 152.060.540
kilometer. Dari situ, perjalanan mataharipun berlanjut ke selatan dan
mencapai Solstitium Musim Panas pada tanggal 22 Desember. Pada tanggal
inilah hari paling pendek bagi belahan bumi utara, dan terpanjang bagi
belahan bumi selatan. Demikianlah siklus tahunan yang terjadi bagi Bumi
yang disebabkan oleh pergerakannya mengelilingi Matahari. Dalam siklus
yang menghasilkan musim dan cuaca yang berganti-ganti itu terpola
kegiatan manusia dan juga flora dan fauna
(http://lkassurabaya.blogspot.com)
Pengaruh revolusi Bumi adalah :
1.
Perbedaan panjang waktu siang dan malam di daerah utara dan daerah
selatan khatulistiwa. Ini terkait dengan waktu penerimaan sinar
matahari. Saat matahari berada di utara maka sinar matahari di bumi
belahan utara lebih banyak dari pada sebelah selatan, begitu juga
sebaliknya.
2. Pergeseran matahari dari titik balik utara
dan atau titik balik selatan. Matahari tidak selamanya berada di
khatulistiwa, melainkan mengalami pergeseran ke utara dan selatan.
3. Perbedaan musim di bumi.
a. Daerah yang berada di antara 0o – 23,5o LU dan 0o – 23,5o LS mengalami 2 musim yaitu musim hujan dan musim panas.
b. Daerah yang berada di antara 23,5o – 66,5o LU dan 23,5o – 66,5o LS mengalami 4 musim.
c.
Negara yang berada di antara 66,5o – 90o LU merupakan daerah kutub
utara dan 66,5o – 90o LS merupakan daerah kutub selatan. Kedua daerah
ini dalam 1 tahun mengalami 6 bulan siang terus menerus dan 6 bulan
malam terus menerus. Hal ini karena disebabkan kemiringan perputaran
bumi terhadap garis tegak lurus bidang edar bumi.
4. Gerak
semu tahunan matahari. Hal ini dapat diamati dengan terlihatnya letak
rasi bintang yang berbeda dari suatu bulan ke bulan yang lain. (
http://id.answers.yahoo.com dan
http://www.freewebs.com)
5.
Penentuan tarikh matahari ; solar kalendar. Priode satu tahun
peredaran matahari adalah 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik (365,2422
hari) yang disebut tahun Tropik (as-Sanah al-‘Adiyah). Satu tahun tropik
adalah priode peredaran semu tahunan matahari dari titik Aries sampai
pada titik itu lagi. Priode peredaran semu matahari pada ekliptika
bersifat negatif sedang Aries memiliki arah yang positif terhadap
ekliptika sehingga priode yang dibutuhkan matahari untuk bertemu Aries
lebih pendek dari perhitungan tahun Sideris (as-Sanah an-Nujumiyah)
yaitu: priode revolusi bumi mengelilingi matahari satu putaran elips
penuh.
Planet-planet di tata surya semuanya berevolusi, beredar
mengelilingi matahari. Orbit planet-planet tersebut tidak sebidang
dengan ekliptika (garis edar bumi dalam berevolusi mengelilingi
matahari). Berikut ini waktu yang dibutuhkan planet-planet di tata surya
dalam berevolusi mengelilingi matahari.
Revolusi Bulan Mengelilingi Bumi
Bulan
adalan satelit bumi. Dalam berotasi, bulanpun berevolusi mengelilingi
bumi. Keduanya dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Bulanpun kemudian
bersama-sama dengan bumi berevolusi mengelilingi matahari.
Pengaruh revolusi bulan adalah:
1. Terjadi pasang surut air laut, laut pasang sekitar kulminasi, lalu surut 6 jam kemudian.
2. Dimungkinkannya terjadi gerhana bulan pada saat oposisi dan gerhana matahari pada saat konjungsi.
3. Bentuk atau fase bulan yang selalu berubah-ubah (seperti bulan baru, bulan purnama, bulan sabit dll)
4. Pergantian bulan dan tahun pada tahun Hijriah (
http://www.freewebs.com).
5. Sinkronisasi Bumi-Bulan, sebagai akibat rotasi bulan dan Bumi.
Revolusi
bulan mengelilingi bumi yang berawal dari bintang tertentu untuk
kembali pada posisi tersebut dengan kata lain beredar mengelilingi bumi
satu putaran penuh (360o) disebut peredaran siderik bulan. Dalam
peredaran sideriknya, bulan membutuhkan waktu 27 ⅓ hari. Adapun dalam
perhitungan bulan Qamariyah adalah satu bulan sinodik (asy-Syahr
al-Qamari) yaitu priode perjalanan bulan dari konjungsi sampai konjungsi
berikutnya, yang lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (Tanudidjaja:
1996: 131-133).
Revolusi Tata Surya mengelilingi Pusat Galaksi
Sistem
Tata Surya (The Solar System) adalah suatu sistem organisasi yang
teratur pada matahari di mana matahari sebagai pusat peredaran dan
dikelilingi oleh pengikut-pengikutnya (planet, satelit, asteroid, komet,
dan meteor). Semua pengikut matahari mengelilingi matahari dengan garis
edar tertentu. (Ati.staff.gunadharma.ac.id)
Di luar revolusi
Bumi mengelilingi Matahari, sebenarnya ada gerakan lain yang lebih
subtil dan lebih tidak terasa. Matahari, bersama Bumi dan planet-planet
lain, mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti dengan kecepatan 250
kilometer per detik. Para astronom mengamati bahwa tata surya kini
sedang bergerak menuju Konstelasi Lyra. Matahari dan planet-planetnya
akan menggenapi revolusi mengelilingi pusat Galaksi dalam tempo 200
juta-250 juta tahun. Sungguh kurun yang teramat panjang untuk ukuran
manusia (http://lkassurabaya.blogspot.com)
Menurut T Djamaluddin
teori heliosentris (matahari sebagai pusat tatasurya dan alam semesta)
yang selama ini diperpegangipun kini tidak tepat lagi, karena matahari
bukanlah pusat alam semesta. Dalam tinjauan alam semesta skala besar
(dalam kajian kosmologi), kita tidak mengenal adanya pusat alam semesta.
(http://t-djamaluddin.spaces.live.com)
Daftar Pustaka
Astronomi: Arah putar bumi-Bulan dan Matahari?
http://id.answers.yahoo.comAzhari, Susiknan, 2001, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta: Lazuari, Cet.ke-1
____________, 2007, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. Ke-2
Hand Out Matakuliah : Matematika dan IAD, Ati.staff.gunadharma.ac.id
Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet.ke-3
Ninok Leksono, 2008, Resolusi dalam Revolusi,
http://lkassurabaya.blogspot.comTata Surya,
http://www.freewebs.comKapan Matahari terbit dari Barat? http://famhar.multiply.comT
Djamaluddin, QA Sekitar Sains dan Kaitan dengan Quran JAWABAN ATAS
Beberapa Kesalahfahaman Atas Sains dan Kaitan dengan Quran (Misalnya,
gerakan bumi, matahari mengitari bumi, pendaratan di bulan, teori
evolusi),
http://t-djamaluddin.spaces.live.comAstraatmadja,
Tri L , Vernal Equinox,
http://langitselatan.comTanudidjaja,
Moh. Ma’mur, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa untuk Sekolah Menengah
Umum, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996, cet. Ke-4
Tata Surya, Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org.
Astronomi I
Rotasi Bumi, Planet, dan Bulan
Bumi berputar; berotasi pada porosnya dengan arah rotasi
dari barat ke timur. Inilah peredaran harian yang sebenarnya. Bumi
berotasi dari barat ke timur, sehingga Indonesia selalu melihat matahari
lebih dulu daripada India. Arah barat-timur sebenarnya hanya arah
relatif terhadap arah poros bumi (
http://famhar.multiply.com).
Jika dilihat dari kutub utara gerakannya berlawanan dengan jalannya
jarum jam, gerakannya disebut juga arah negatif. Waktu yang dibutuhkan
dalam sekali berotasi adalah 23 jam 56 menit 4 detik. Ketika berotasi,
Atmosfir yang menyelubungi Bumi ikut berotasi tapi gerakannya tidak
mengikuti permukaan bumi. Hal ini dapat dianalogkan dengan peristiwa
kita naik kereta api, jika kita mengeluarkan tangan di jendela maka kita
merasakan hembusan angin. Hal ini karena udara yang ada di sekeliling
kereta api itu tidak turut berotasi.
Kita tidak merasa gerakan rotasi tersebut, karena efek gaya
gravitasi yang menarik kita tetap berada di permukaan bumi lebih
dominan daripada efek gerak rotasi bumi tersebut. Kalau kita berbaring
lama sambil terus memandang ke langit, kita akan merasa bahwa kita
sedang berputar mengitari ruang angkasa dengan melihat bintang-bintang
secara perlahan bergeser (http://t-djamaluddin.spaces.live.com). Akibat
dari bumi berotasi adalah:
Beberapa bagian bumi mengalami pembagian
arah cahaya contohnya daerah bumi yang mendapat cahaya matahari
mengalami siang hari. Sedangkan daerah yang tidak mendapat cahaya
matahari mengalami malam hari.
Pengelembungan khatulistiwa dan pemepatan kutub-kutub bujurnya.
Adanya perubahan arah angin di sekitar khatulistiwa (
http://id.answers.yahoo.com).
Peredaran
semu benda-benda langit seperti bintang-bintang, bulan, planet-planet,
dan matahari terbit di timur kemudian bergerak sehingga akhirnya
terbenam di barat.
Planet-planet di tata suryapun semuanya berotasi.
an ilmu Falak tidak banyak dibicarakan tentang planet-planet ini. Hal
ini karena yang banyak berpengaruh dalam kajian penetapan waktu di bumi
adalah bulan dan matahari. Sehingga keduanyalah yang banyak diulas dalam
ilmu Falak sebagai Islamic Astronomi.
Rotasi bulan yaitu perputaran
bulan pada sumbunya yang memerlukan waktu yang sama periodenya dengan
revolusi bulan mengelilingi bumi. Keduanya dilakukan dalam waktu yang
bersamaan. Arah rotasi dan revolusi bulan memiliki arah yang sama yaitu
arah negatif; arah yang berlawanan dengan perputaran jarum jam
(Tanudidjaja: 1996: 129). Pengaruh rotasi bulan adalah: Wajah bulan
tampak selalu sama karena rotasi bulan sama periode dengan revolusi
bulan mengelilingi Bumi, yaitu 27,3 hari. Ini akibat efek sinkronisasi
akibat gaya pasang surut Bumi. Kalau bulan diam, maka secara perlahan
kita akan melihat permukaan bulan bagian lainnya selama revolusinya
mengelilingi bumi. (
http://t-djamaluddin. spaces.live.com).
Revolusi Bumi dan Planet-Planet Mengitari Matahari
Peredaran
Bumi mengelilingi matahari disebut revolusi. Bidang orbit Bumi
mengelilingi matahari di sebut dengan ekliptika (mintaqah al-buruj).
Bidang orbit bumi di bidang ekliptika ini berbentuk elips. Hal ini
dijelaskan dalam salah satu dalil hukum Kepler (1571-1630) bahwa
lintasan planet menyerupai elips dengan matahari pada salah satu titik
apinya (Khazin, 2004: 28). Arah revolusi bumi adalah negatif. Jika kita
berada di luar angkasa dari sebelah utara, kita akan melihat bumi
beredar mengelilingi matahari yang arah peredarannya berlawanan dengan
arah perputaran jarum jam (Tanudidjaja: 1996: 123).
Selama revolusi
ternyata sumbu bumi mempunyai kemiringan dengan arah yang sama,
kemiringan itu besarnya 23,5˚ dari garis tegak lurus pada ekliptika.
Bila dilacak, gerakannya sepanjang tahun akan mengikuti garis yang kita
namakan garis ekliptika. Garis ekliptika ini berpotongan dengan garis
ekuator langit, yaitu garis yang memotong bola langit menjadi dua
bagian–belahan utara dan belahan selatan. Perpotongan dua garis
ini–ekliptika dan ekuator langit–disebut titik equinox. Saat matahari
berada di titik ini, maka lamanya siang dan malam akan sama yaitu
masing-masing 12 jam. Titik yang dilewati matahari dalam perjalanannya
dari selatan ke utara langit, terjadi pada bulan Maret, dinamakan Titik
Vernal Equinox. Titik yang dilewati matahari dalam perjalanannya dari
utara ke selatan langit, terjadi pada bulan September, dinamakan Titik
Autumnal Equinox. Vernal Equinox terjadi sekitar tanggal 21-23 Maret
setiap tahunnya, tidak pernah sama karena Bumi sendiri membutuhkan waktu
365.2422 hari untuk mengitari matahari (http://langitselatan.com).
Selepas tanggal 1 Januari ini, kira-kira pada pekan pertama tahun, Bumi
akan mencapai titik perihelion (Nuqthah ar-Ra’si) —titik terdekat dengan
Matahari—di mana jarak Bumi dari Matahari adalah 147.072.376 kilometer.
Sumbu Bumi miring 66,5o terhadap bidang orbit mengelilingi Matahari,
Matahari seolah bergerak ke utara. Matahari akan terlebih dulu mencapai
ekuator pada tanggal 21 Maret. Pada titik yang disebut equinox ini,
musim semipun di mulai untuk belahan bumi utara, sementara di belahan
bumi selatan di mulai musim gugur. Titik ini juga disebut dengan equinox
Maret, equinox Musim Semi. Selanjutnya, Matahari akan mencapai Garis
Balik Utara (Solstitium) pada tanggal 21 Juni, saat yang juga dikenal
sebagai Solstitium Musim Dingin untuk belahan bumi selatan. Setelah tiga
bulan memberi musim panas di belahan bumi utara, Matahari bergerak
kembali ke selatan, dan mencapai equinox Musim Gugur pada tanggal 22
September. Sekitar 2-6 Juli, Bumi akan mencapai titik terjauh dari
Matahari atau Aphelion (Auj), yaitu pada jarak 152.060.540 kilometer.
Dari situ, perjalanan mataharipun berlanjut ke selatan dan mencapai
Solstitium Musim Panas pada tanggal 22 Desember. Pada tanggal inilah
hari paling pendek bagi belahan bumi utara, dan terpanjang bagi belahan
bumi selatan. Demikianlah siklus tahunan yang terjadi bagi Bumi yang
disebabkan oleh pergerakannya mengelilingi Matahari. Dalam siklus yang
menghasilkan musim dan cuaca yang berganti-ganti itu terpola kegiatan
manusia dan juga flora dan fauna (http://lkassurabaya.blogspot.com)
Pengaruh revolusi Bumi adalah :
1.
Perbedaan panjang waktu siang dan malam di daerah utara dan daerah
selatan khatulistiwa. Ini terkait dengan waktu penerimaan sinar
matahari. Saat matahari berada di utara maka sinar matahari di bumi
belahan utara lebih banyak dari pada sebelah selatan, begitu juga
sebaliknya.
2. Pergeseran matahari dari titik balik utara dan
atau titik balik selatan. Matahari tidak selamanya berada di
khatulistiwa, melainkan mengalami pergeseran ke utara dan selatan.
3. Perbedaan musim di bumi.
a. Daerah yang berada di antara 0o – 23,5o LU dan 0o – 23,5o LS mengalami 2 musim yaitu musim hujan dan musim panas.
b. Daerah yang berada di antara 23,5o – 66,5o LU dan 23,5o – 66,5o LS mengalami 4 musim.
c.
Negara yang berada di antara 66,5o – 90o LU merupakan daerah kutub
utara dan 66,5o – 90o LS merupakan daerah kutub selatan. Kedua daerah
ini dalam 1 tahun mengalami 6 bulan siang terus menerus dan 6 bulan
malam terus menerus. Hal ini karena disebabkan kemiringan perputaran
bumi terhadap garis tegak lurus bidang edar bumi.
4. Gerak semu
tahunan matahari. Hal ini dapat diamati dengan terlihatnya letak rasi
bintang yang berbeda dari suatu bulan ke bulan yang lain. (
http://id.answers.yahoo.com dan
http://www.freewebs.com)
5.
Penentuan tarikh matahari ; solar kalendar. Priode satu tahun
peredaran matahari adalah 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik (365,2422
hari) yang disebut tahun Tropik (as-Sanah al-‘Adiyah). Satu tahun tropik
adalah priode peredaran semu tahunan matahari dari titik Aries sampai
pada titik itu lagi. Priode peredaran semu matahari pada ekliptika
bersifat negatif sedang Aries memiliki arah yang positif terhadap
ekliptika sehingga priode yang dibutuhkan matahari untuk bertemu Aries
lebih pendek dari perhitungan tahun Sideris (as-Sanah an-Nujumiyah)
yaitu: priode revolusi bumi mengelilingi matahari satu putaran elips
penuh.
Planet-planet di tata surya semuanya berevolusi, beredar
mengelilingi matahari. Orbit planet-planet tersebut tidak sebidang
dengan ekliptika (garis edar bumi dalam berevolusi mengelilingi
matahari). Berikut ini waktu yang dibutuhkan planet-planet di tata surya
dalam berevolusi mengelilingi matahari.
Karakteristis
MerkuriusVenusBumiMarsJupiterSaturnusUranusNeptunusWaktu Revolusi
(dalam Tahun)
0,24
0,62
1,00
1,88
11,86
29,45
84,02
164,79
http://id.wikipedia.org
Revolusi Bulan Mengelilingi Bumi
Bulan
adalan satelit bumi. Dalam berotasi, bulanpun berevolusi mengelilingi
bumi. Keduanya dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Bulanpun kemudian
bersama-sama dengan bumi berevolusi mengelilingi matahari.
Pengaruh revolusi bulan adalah:
1. Terjadi pasang surut air laut, laut pasang sekitar kulminasi, lalu surut 6 jam kemudian.
2. Dimungkinkannya terjadi gerhana bulan pada saat oposisi dan gerhana matahari pada saat konjungsi.
3. Bentuk atau fase bulan yang selalu berubah-ubah (seperti bulan baru, bulan purnama, bulan sabit dll)
4. Pergantian bulan dan tahun pada tahun Hijriah (
http://www.freewebs.com).
5. Sinkronisasi Bumi-Bulan, sebagai akibat rotasi bulan dan Bumi.
Revolusi
bulan mengelilingi bumi yang berawal dari bintang tertentu untuk
kembali pada posisi tersebut dengan kata lain beredar mengelilingi bumi
satu putaran penuh (360o) disebut peredaran siderik bulan. Dalam
peredaran sideriknya, bulan membutuhkan waktu 27 ⅓ hari. Adapun dalam
perhitungan bulan Qamariyah adalah satu bulan sinodik (asy-Syahr
al-Qamari) yaitu priode perjalanan bulan dari konjungsi sampai konjungsi
berikutnya, yang lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (Tanudidjaja:
1996: 131-133).
Revolusi Tata Surya mengelilingi Pusat Galaksi
Sistem
Tata Surya (The Solar System) adalah suatu sistem organisasi yang
teratur pada matahari di mana matahari sebagai pusat peredaran dan
dikelilingi oleh pengikut-pengikutnya (planet, satelit, asteroid, komet,
dan meteor). Semua pengikut matahari mengelilingi matahari dengan garis
edar tertentu. (Ati.staff.gunadharma.ac.id)
Di luar revolusi Bumi
mengelilingi Matahari, sebenarnya ada gerakan lain yang lebih subtil dan
lebih tidak terasa. Matahari, bersama Bumi dan planet-planet lain,
mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti dengan kecepatan 250 kilometer per
detik. Para astronom mengamati bahwa tata surya kini sedang bergerak
menuju Konstelasi Lyra. Matahari dan planet-planetnya akan menggenapi
revolusi mengelilingi pusat Galaksi dalam tempo 200 juta-250 juta tahun.
Sungguh kurun yang teramat panjang untuk ukuran manusia
(http://lkassurabaya.blogspot.com)
Menurut T Djamaluddin teori
heliosentris (matahari sebagai pusat tatasurya dan alam semesta) yang
selama ini diperpegangipun kini tidak tepat lagi, karena matahari
bukanlah pusat alam semesta. Dalam tinjauan alam semesta skala besar
(dalam kajian kosmologi), kita tidak mengenal adanya pusat alam semesta.
(http://t-djamaluddin.spaces.live.com)
Daftar Pustaka
Astronomi: Arah putar bumi-Bulan dan Matahari?
http://id.answers.yahoo.comAzhari, Susiknan, 2001, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta: Lazuari, Cet.ke-1
____________, 2007, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. Ke-2
Hand Out Matakuliah : Matematika dan IAD, Ati.staff.gunadharma.ac.id
Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet.ke-3
Ninok Leksono, 2008, Resolusi dalam Revolusi,
http://lkassurabaya.blogspot.comTata Surya,
http://www.freewebs.comKapan Matahari terbit dari Barat? http://famhar.multiply.comT
Djamaluddin, QA Sekitar Sains dan Kaitan dengan Quran JAWABAN ATAS
Beberapa Kesalahfahaman Atas Sains dan Kaitan dengan Quran (Misalnya,
gerakan bumi, matahari mengitari bumi, pendaratan di bulan, teori
evolusi),
http://t-djamaluddin.spaces.live.comAstraatmadja,
Tri L , Vernal Equinox,
http://langitselatan.comTanudidjaja,
Moh. Ma’mur, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa untuk Sekolah Menengah
Umum, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996, cet. Ke-4
Tata Surya, Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org.
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU FALAK DI INDONESIA:
Menarik untuk mencoba membahas sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia. Perkembangan
awal ilmu Falak di Nusantara adalah diadopsinya sistem penanggalan
hijriah ke dalam penanggalan Jawa yang dilakukan oleh sultan Agung.
Menguraikan transmisi keilmuan Falak sampai ke Nusantara. Menggambarkan
bentuk pengembangan dan interaksinya dengan perkembangan ilmu
pengetahuan terutama astronomi. Serta momentum bagi kajian-kajian ilmu Falak seperti penentuan awal waktu salat, arah kiblat, awal bulan Kamariah, dan gerhana
untuk reaktualisasi. Perkembangan ilmu Falak di Indonesia tidak selalu
bersifat linier antara perkembangan sains dengan realita yang terjadi
pada masa itu. Dengan asumsi bahwa pada pertengahan abad ke-20 metode
hisab Hakiki Tahqiqi akan berkembang dengan pesat menggantikan teori
lama yang telah gugur secara ilmiah; dan metode hisab Hakiki Taqribi
mulai ditinggalkan orang. Tapi kenyataannya tidak seperti demikian.
Metode hisab Hakiki Taqribi tetap memiliki pengikut fanatiknya bahkan
sampai dengan sekarang ini, misalnya kasus metode Sullamun Nayyiran.
Kata Kunci: Sejarah, Ilmu Falak, ibadah
Dalam
makalah ini mungkin belum dapat dirumuskan secara sistematis tentang
sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia. Hal ini karena dari
buku-buku ilmu Falak yang telah ditulis oleh berbagai kalangan ahli dan
praktisi ilmu Falak sampai sekarang belum banyak yang mengulasnya secara
memadai. Namun akan berusaha diungkapkan poin-poin penting dalam
perkembangan ilmu Falak di Indonesia. Untuk
mengungkapkan sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia perlu
penelitian tentang bagaimana transmisi keilmuan Falak sampai ke
Nusantara. Literatur awal yang diajarkan dan bagaimana perkembangannya.
Hal ini untuk memetakan jaringan ulama Falak Nusantara. Sebagai
sebuah sains yang dikembangkan oleh umat Islam tentulah ilmu Falak
mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Akan
dibahas juga bagaimana ahli Falak—yang sebagiannya adalah dari kalangan
ulama di pondok-pondok pesantren dalam mengikapi persoalan tersebut.
Dalam pengembangan kajian ilmu Falak ini terdapat momentum-momentum yang
menjadi tahapan penting bagi perkembangannya. Di antara
momentum-momentum itu yang penulis anggap signifikan untuk diungkap
antara lain: 1. Perubahan arah kiblat masjid keraton Jogjakarta oleh KH Ahmad Dahlan, 2. KH
Turaichan Adjhuri yang berbeda dalam penetapan awal bulan Kamariah
dengan pemerintah dan menyerukan untuk menyaksikan peristiwa gerhana
matahari di kala pemerintah melarang hal tersebut, 3. Kisah “kecelakaan” ilmu Falak secara akademik dengan dikeluarkannya mata kuliah ilmu Falak dari Kurikulum PTAI tahun 1995, 4. Yang
paling belakangan adalah peristiwa yang terjadi di tahun 2008 dan 2009
lalu; Hasil Penelitian lembaga Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) tentang
banyaknya arah kiblat masjid di Jogjakarta yang melenceng. 5. Dan Majalah Qiblati yang menggugat jadwal awal waktu salat Subuh yang ditetapkan Pemerintah lebih dahulu dari yang seharusnya. Di bagian akhir, penulis memberikan beberapa catatan tentang perkembangan ilmu Falak Indonesia.
Sejarah Awal Perkembangan Ilmu Falak di Indonesia Pembahasan
tentang ilmu Falak terkait dengan persoalan ibadah. Ini karena bahasan
utama dalam kajian ilmu Falak adalah penentuan awal waktu salat, arah
kiblat, awal bulan Kamariah, dan gerhana. Sebagai bagian
dari kegiatan ibadah, ilmu Falak tentu saja masuk ke Indonesia
beriringan dengan masuknya agama Islam ke Indonesia. Berbicara tentang
sejarah perkembangan awal ilmu Falak di Indonesia secara keilmuan masih
belum diungkap secara memadai. Pembicaraan
tentang sejarah awal perkembangan ilmu Falak di Indonesia di dalam
buku-buku ilmu Falak hampir sama saja. Rata-rata mereka menyatakan bahwa
perkembangan awal ilmu Falak di Nusantara adalah diadopsinya sistem
penanggalan hijriah ke dalam penanggalan Jawa yang dilakukan oleh sultan
Agung. Pada tahun 1625 Masehi, Sultan Agung yang berusaha keras menyebarkan agama Islam di pulau Jawa dalam kerangka negara Mataram
mengeluarkan dekrit untuk mengubah penanggalan Saka. Sejak saat itu
kalender Jawa versi Mataram menggunakan sistem kalender kamariah atau
lunar (http://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Jawa). Penanggalan
Islam; penanggalan hijriah ini diasumsikam secara umum digunakan oleh
kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara sejak zaman meeka berdaulat penuh.
Penanggalan ini digunakan sebagai penanggalan resmi kerajaan-kerajaan
tersebut. Namun setelah datangnya penjajahan Belanda di Nusantara pada
abad ke-16, Belanda mengganti penanggalan tersebut dengan penanggalan
masehi. Penaggalan masehi inilah yang digunakan untuk administrasi
pemerintahan dan penanggalan resmi (BHR, 1981: 22).
Kajian Keilmuan Ilmu Falak Nusantara Tahapan perkembangan ilmu Falak di Nusantara dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Pengaruh Ulugh Beik (w. 1449 M) dengan tabel Zeij Sulthaninya Sejarah
tentang perkembangan ilmu Falak sebagai sebuah keilmuan yang mandiri di
Indonesia dimulai pada awal abad ke-20. Dalam perhitungan awal bulan
Kamariah misalnya, sebelum abad ke-20, di dunia Islam umumnya berkembang
metode hisab yang belakangan diidentifikasi sebagai metode hisab Hakiki
Taqribi. Perhitungannya masih berpatokan pada asumsi Bumi sebagai pusat
peredaran Bulan dan Matahari; yang disebut dengan Geosentris. Perhitungan
awal bulan yang dilakukan menggunakan tabel-tabel astronomi yang
dirumuskan oleh Ulugh Beik (w. 1449 M) yang biasanya disebut Zeij
Sulthani. Tabel astronomi Ulugh Beik ini merupakan penemuan yang sangat
berharga pada masa itu. Tabel ini telah digunakan bahkan juga oleh para
astronom di Barat selama berabad-abad lamanya. Setelah
Nicolas Copernicus (1473-1543 M) menemukan teori Heliosentris, bahwa
Mataharilah pusat tata surya (bukan Bumi sebagaimana yang diyakini
sebelumnya). Penemuan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap metode
dan rumus ilmu Falak atau astronomi yang selama ini digunakan. Awalnya
tdak mudah untuk menentang doktrin yang diyakini gereja, namun pada
tahapan selanjutnya teori ini mendapat dukungan secara ilmiah dari
ilmuan setelahnya. Pembaharuan yang digulirkan inipun kemudian sampai
ke Indonesia. Diperkirakan baru sampai ke Indonesia pada pertengahan
abad ke-20. Dalam
sejarah perkembangan modern ilmu Falak di Indonesia pada awal abad
ke-20, ditandai dengan penulisan kitab-kitab ilmu Falak oleh para ulama
ahli Falak Indonesia. Seiring kembalinya para ulama yang telah berguru
di Mekah pada awal abad ke-20, ilmu Falak mulai tumbuh dan berkembang di
tanah air. Ketika berguru di tanah suci, mereka tidak hanya mempelajari
ilmu-ilmu agama seperti: tafsir, hadis, fiqh, tauhid, tasawuf, dan
pemikiran yang mendorong umat Islam yang pada masa itu rata-rata di
bawah belenggu kolonialisme untuk membebaskan diri, melainkan juga
membawa catatan tentang ilmu Falak. Kemudian proses transfer knowledge ini berlanjut kepada para murid mereka di tanah air (Khazin, 2008: 28-29). Dengan
semangat menjalankan dakwah islamiah, di antara para ulama ada yang
baerdakwah ke berbagai daerah yang baru. Pada dekade itu misalnya, Syekh
Abdurrahman ibn Ahmad al-Mishra (berasal dari Mesir) pada tahun
1314H/1896M datang ke Betawi. Ia membawa Zeij (tabel astronomi) Ulugh
Beik (w. 1449 M) yang masih mendasarkan teorinya pada teori Geosentris.
Ia kemudian mengajarkannya pada para ulama di Betawi pada waktu itu. Di
antara muridnya adalah Ahmad Dahlan as-Simarani atau at-Tarmasi (w.
1329H/1911M) dan Habib Usman ibn Abdillah ibn ‘Aqil ibn Yahya yang
dikenal dengan Mufti Betawi. Lalu Ahmad Dahlan as-Simarani atau at-Tarmasi mengajarkannya di daerah Termas (Pacitan) dengan menyusun buku Tazkirah al-Ikhwan fi Ba’dhi Tawarikhi A’mal al-Falakiyah bi Semarang yang selesai ditulis pada 1321 H/1903M. Sedang Habib Usman ibn Abdillah ibn ‘Aqil ibn Yahya tetap mengajar di Betawi. Ia menulis buku Iqazhu an-Niyam fi ma Yata’allaq bi ahillah wa ash-Shiyam dicetak pada 1321H/1903M.
Buku ini di samping memuat masalah ilmu Falak, juga terdapat di
dalamnya tentang masalah puasa (Khazin, 2008: 29). Adapun pemikirannya
tentang ilmu Falak kemudian dibukukan oleh salah seorang muridnya
Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri bin Muhammad Habib
bin Abdul Muhit bin Tumenggung Tjakra Jaya yang menulis kitab Sullamun Nayyiran dicetak pertama kali pada 1344H/1925M. Itulah kitab-kitab yang dihasilkan oleh ulama Falak nusantara pada priode awal ini. Kitab Sullamun Nayyiranlah paling dikenal dari karya ulama Falak pada masa ini dan masih banyak dipelajari sampai sekarang. Sementara tokoh Falak yang menonjol di daerah Sumatera adalah Thahir Djalaluddin dan Djamil Djambek. Thahir Djalaluddin dengan karyanya Pati Kiraan Pada Menentukan Waktu yang Lima diterbitkan pada 1357H/1938M, dan Natijah al-Ummi The Almanac: Muslim and Christian Calendar and Direction of Qiblat according to Shafie Sect dicetak pada 1951. Tokoh lainnya Djamil Djambek dengan karyanya Almanak Djamiliyah dan Diya’al Niri fi ma Yata’allaq bi al-Kawakib (Azhari,
2007: 10). Tokoh Falak Nusantara yang hidup pada masa itu yang bersinar
antara lain Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Ahmad Rifa’I, dan KH
Sholeh Darat (Azhari, 2007: 10).
2. Pengaruh Mathla’ as-Sa’id fi Hisab al-Kawakib ‘ala Rashd al-Jadid dan al-Manahij al-Hamidiyah. Pada priode kedua, ditandai dengan kuatnya pengaruh kitab Mathla’ as-Sa’id fi Hisab al-Kawakib ‘ala Rashd al-Jadid karangan Husen Zaid al-Mishra dan al-Manahij al-Hamidiyah karangan
Abd al-Hamid Mursy Ghais al-Falaki asy-Syafi’i. Kedua kitab tersebut
dibawa oleh mereka yang menunaikan ibadah haji setelah menyempatkan diri
untuk belajar di tanah suci. Menurut M. Taufik bahwa kitab ilmu Falak
yang ditulis oleh ulama Falak nusantara pada priode kedua ini banyak
yang merupakan cangkokan dari kedua kitab tersebut. Di antara
kitab-kitab karangan ulama Nusantara tersebut adalah kitab al-Khulashah al-Wafiyah karya Zubair Umar al-Jailani yang dicetak pertam kalinya pada 1354H/ 1935M, buku Ilmu Falak dan Hisab dan buku Hisab Urfi dan Hakiki karya K Wardan Dipo Ningrat yang dicetak pada 1957, al-Qawa’id al-Falakiyah karya Abd al-Fatah as-Sayyid ath-Thufi al-Falaki, dan Badi’ah al-Mitsal karya Ma’shum Jombang (w 1351H/1933M) (Murtadho, 2008: 29). Sebagian kitab-kitab ilmu Falak karya para ulama Indonesia, yang selain menjadikan al-Mathla’ as-Sa’id fi Hisbah al-Kawakib ‘Ala Rasd al-Jadid dan al-Manahij al-Hamidiyah sebagai rujukan utamanya juga merujuk karya ulama Indonesia sebelum mereka (yang telah mempelajari dan mencangkok kitab al-Mathla’ as-Sa’id fi Hisbah al-Kawakib ‘Ala Rasd al-Jadid dan al-Manahij al-Hamidiyah),--yang merupakan kitab yang dipelajari guru mereka sendiri ataupun guru dari guru mereka. Di antaranya adalah Almanak Menara Kudus karya Turaikhan Adjhuri, Nur al-Anwar karya Noor Ahmad SS Jepara yang dicetak pada 1986, al-Maksuf karya Ahmad Soleh Mahmud Jauhari Cirebon, Ittifaq Dzat al-Bain karya Muhammad Zuber Abdul Abdul Karim Gresik.
3. “Perkawinan” Ilmu Falak dan Astronomi Pembahasan tentang sejarah perkembangan ilmu Falak modern Indonesia tak lepas dari peran Saadoe'ddin Djambek. Ia lahir di Bukittinggi
pada tanggal 24 Maret 1911 M/ 1330 H. ia wafat di Jakarta pada tanggal
22 November 1977 M/11 Zulhijjah 1397 H. Ia merupakan seorang guru serta
ahli hisab dan rukyat, putra ulama besar Syekh Muhammad Djamil Djambek
(1860-1947 M/1277-1367 H) dari Minangkabau (http://bimasislam.depag.go.id). Ia
mulai tertarik mempelajari ilmu hisab pada tahun 1929 M/1348 H. Ia
belajar ilmu hisab dari Syekh Taher Jalaluddin, yang mengajar di
Al-Jami'ah Islamiah Padang tahun 1939 M/1358 H. Pertemuannya dengan
Syekh Taher Jalaluddin membekas dalam dirinya dan menjadi awal
pembentukan keahliannya di bidang penanggalan. Untuk memperdalam
pengetahuannya, ia kemudian mengikuti kursus Legere Akte Ilmu Pasti di
Yogyakarta pada tahun 1941-1942 M/1360-1361 H serta mengikuti kuliah
ilmu pasti alam dan astronomi pada FIPIA (Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu
Alam) di Bandung pada tahun 1954-1955 M/1374-1375 H (http://bimasislam.depag.go.id). Keahliannya
di bidang ilmu pasti dan ilmu Falak dikembangkannya melalui tugas yang
dilaksanakannya di beberapa tempat. Pada tahun 1955-1956 M/1375-1376 H
menjadi lektor kepala dalam mata kuliah ilmu Pasti pada PTPG (Perguruan
Tinggi Pendidikan Guru) di Batusangkar, Sumatra Barat. Kemudian ia
memberi kuliah ilmu Falak sebagai dosen tidak tetap di Fakultas Syari'ah
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1959-1961 M/1379-1381 H). Sebagai ahli
ilmu Falak, ia banyak menulis tentang ilmu Hisab. Di antara karyanya
adalah : (1) Waktu dan Djadwal Penjelasan Populer Mengenai Perjalanan
Bumi, Bulan dan Matahari (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas tahun 1952
M/1372 H), (2) Almanak Djamiliyah (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas
tahun 1953 M/1373 H), (3) Perbandingan Tarich (diterbitkan oleh penerbit
Tintamas pada tahun 1968 M/1388 H), (4) Pedoman Waktu Sholat Sepanjang
Masa (diterbitkan oleh Penerbit Bulan Bintang pada tahun 1974 M/1394 H),
(5) Sholat dan Puasa di daerah Kutub (diterbitkan oleh Penerbit Bulan
Bintang pada tahun 1974 M/1394 H) dan (6) Hisab Awal bulan Qamariyah
(diterbitkan oleh Penerbit Tintamas pada tahun 1976 M/1397 H) (http://bimasislam.depag.go.id). Karya
yang terakhir ini; Hisab Awal bulan Qamariyah merupakan pergumulan
pemikirannya yang akhirnya merupakan ciri khas pemikirannya dalam hisab
awal bulan Kamariah (http://bimasislam.depag.go.id).
Ia lah yang meletakkan dasar perhitungan awal bulan Kamariah
menggunakan hisab yang berdasarkan pada ilmu astronomi di Indonesia. Satu
lagi kontribusi Sa’adoeddin Djambek adalah dalam penentuan koordinat
geografis Ka’bah. Sewaktu melaksanakan ibadah haji, ia melakukan
pengukuran koordinat geografis Ka’bah. Ia menyatakan bahwa koordinat
geografis Ka’bah adalah lintang (Φ) 21° 25’ LU dan bujur (λ) 39° 50’ BT. Jaringan
keilmuan Sa’adoeddin Djambek ini diteruskan oleh muridnya. Di antara
muridnya adalah Abdul Rachim dan A Mustadjib. Karya Abdul Rachim antara
lain Ilmu Falak yang dicetak pada 1983, Perhitungan Awal Bulan dan
Gerhana Matahari system Newcomb. Selanjutnya jajaran ulama yang berkiprah dalam mengembangan ilmu Falak pada priode ini antara lain: Taufik. Ia
dan putranya menyusun Win Hisab versi 2.0 pada tahun 1998. Hak
lisensinya pada badan Hisab dan Rukyat Depag RI. Win Hisab ini dikenal
juga dengan Sistem Ephemeris (Khazin, 2008: 36-37). Perbedaan
dalam ber-Idul Fitri pada tahun 1993, 1993 dan 1994 medatang berkah
tersendiri bagi perkembangan ilmu Falak Indonesia. Dengan lahirnya
software-software Falak yang praktis dari para ahli Falak. Sofware Falak
itu antara lain: Mawaqit oleh ICMI Korwil Belanda pada tahun 1993; yang
disempurnakan menjadi Mawaqitt versi 2002 oleh Khafid, program
falakiyah Najmi oleh Nuril Fuad tahun 1995, program Astinfo oleh jurusan
Astronomi ITB pada tahun 1996, dan program Badiah al-Mitsal tahun 2000,
Ahillah, Misal, Pengetan dan Tsaqib oleh Muhyiddin Khazin pada tahun
2004 (Khazin, 2008: 37). Departemen
Agama telah mencoba melakukan pengklasifikasian kitab-kitab ilmu Falak
karya ulama Indonesia terkait dengan perhitungan penetapan awal bulan
Kamariah tersebut ke dalam beberapa kategori sesuai dengan tingkat
akurasi penghitunganya. Secara garis besar perhitungan hisab rukyat awal
bulan itu ada dua, yakni hisab Urfi dan Hakiki. Kemudian hisab hakiki
yang didasarkan pada peredaran bulan yang sebenarnya ini dibagi lagi
menjadi tiga tingkatan. Pertama, hisab Haqīqī Taqrībī, kitab yang tingkat akurasi penghitungannya rendah. Kedua, hisab Ңaqīqī bi at-Tahqīqī,
kitab yang tingkat akurasi penghitungannya sedang dan ketiga, hakiki
kontemporer, kitab yang tingkat akurasi penghitungannya tinggi. Pemilahan ini dalam forum seminar sehari ilmu Falak tanggal 27 April 1997 di Tugu, Bogor, Jawa Barat (Izzuddin, 2006: 135-136). Dalam
sistem hisab Urfi berdasarkan pada perhitungan rata-rata dari
peredaran Bulan mengelilingi Bumi. Perhitungan secara Urfi ini bersifat
tetap, umur bulan itu tetap setiap bulannya. Bulan yang ganjil; gasal
berumur tiga puluh hari sedangkan bulan yang genap berumur dua puluh
sembilan hari. Dengan demikian bulan Ramadan sebagai bulan kesembilan
(ganjil) selamanya akan berumur tiga puluh hari (Anwar,
Almanak_Hijriah.pdf – Adobe Reader: 8) Biasanya
untuk memudahkan dan kepentingan praktis perhitungan dalam pembuatan
kalender Kamariah dibuat secara Urfi. Kalender Kamariah Urfi didasarkan
pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi dalam orbitnya dengan masa 29
hari, 12 jam, 44 menit, 2,8 detik setiap satu bulannya. Rentang waktu tersebut adalah rentang waktu dari konjungsi (ijtimak)
ke konjungsi berikutnya. Dengan perkataan lain, rentang waktu antara
posisi titik pusat Matahari, Bulan, dan Bumi berada pada bidang kutub
ekliptika yang sama. Rentang waktu itu disebut dengan satu bulan/month. Dengan demikian, perhitungan kalender Kamariah di mulai dari menghitung awal bulan atau bulan baru/ new month (Fathurohman 2006). Kalender
ini terdiri 12 bulan, dengan masa satu tahun 354 hari, 8 jam, 48 menit,
35 detik. Itu berarti lebih pendek 10 hari, 21 jam (sekitar 11 hari)
dibanding dengan kalender Masehi dalam setiap tiga puluh tahunnya. Masa
satu tahun sama dengan 354 hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik yang kalau
kita sederhanakan dapat dikatakan bahwa satu tahun itu sama dengan 354
11/30 hari. Dalam siklus 30 tahun, akan terjadi 11 tahun Kabisah yang
berumur 355 hari dan sebagai tambahan satu hari ditempatkan pada bulan
Zulhijah (bulan Zulhijahnya berumur 30 hari). Sedangkan 19 tahun sisanya
merupakan tahun Basitah yang berumur 354 hari. Dengan demikian
jumlah hari dalam masa 30 tahun = 30 x 354 hari + 11 hari = 10631 hari,
yang diistilahkan dengan satu daur (Taqwim Hijriyah, hhtp://afdacairo. blogspot.com). Sistem
hisab ini tak ubahnya seperti Kalender Miladiah (Syamsiah), bilangan
hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada
tahun-tahun Kabisah tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari. Menurut
Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim (pdf – Adobe Reader: 136-137 )
penanggalan berdasarkan hisab Urfi memiliki karakteristik: 1. awal tahun pertama Hijriah (1 Muharam 1 H) bertepatan dengan hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M; 2. satu periode (daur) membutuhkan waktu 30 tahun; 3. dalam
satu periode/ 30 tahun terdapat 11 tahun panjang (kabisat) dan 19 tahun
pendek (basitah). Untuk menentukan tahun kabisat dan basitah dalam satu
periode biasanya digunakan syair: كف الخليل كفه ديا نه * عن كل خل حبه فصانه Tiap
huruf yang bertitik menunjukkan tahun kabisat dan huruf yang tidak
bertitik menunjukkan tahun basitah. Dengan demikian, tahun-tahun kabisat
terletak pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29; 4. penambahan satu hari pada tahun kabisat diletakkan pada bulan yang kedua belas/ Zulhijah; 5. bulan-bulan
gasal umurnya ditetapkan 30 hari, sedangkan bulan-bulan genap umurnya
29 hari (kecuali pada tahun kabisat bulan terakhir/ Zulhijah ditambah
satu hari menjadi genap 30 hari); 6. panjang
periode 30 tahun adalah 10.631 hari (355 x 11 + 354 x 19 = 10.631).
Sementara itu, periode sinodis bulan rata-rata 29,5305888 hari selama 30
tahun adalah 10.631,01204 hari (29,5305888 hari x 12 x 30 =
10.631,01204). 7. perhitungan
berdasarkan hisab Urfi ini biasanya dijadikan sebagai
ancar-ancar sebelum melakukan perhitungan penanggalan ataupun
perhitungan awal bulan berdasarkan hisab Hakiki. Bila tanpa melakukan
perhitungan sebelumnya secara Urfi tentulah para ahli Falak tersebut
akan mengalami kesulitan.
Sistem
kalender Islam; kalender Hijriah yang dapat dijadikan acuan dalam hal
ibadah adalah kalender yang berdasarkan perhitungan atau hisab Hakiki.
Hisab Hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran Bulan
dan Bumi yang sebenarnya. Berikut ini kita akan melihat beberapa konsep
yang terkait dengan penanggalan Islam yang berdasarkan hisab Hakiki:
Menurut
sistem ini umur bulan tidaklah konstan (tetap) dan tidak pula tidak
beraturan, tapi bergantung posisi hilal setiap awal bulan. Boleh jadi
umur bulan itu berselang seling antara dua puluh sembilan dan tiga puluh
hari. Atau bisa jadi umur bulan itu berturut-turut dua puluh sembilan
atau berturut-turut tiga puluh hari. Semua ini bergantung pada peredaran
Bulan dan Bumi yang sebenarnya; posisi hilal pada awal bulan tersebut
(Azhari, 2004, 30-31) Sistem
ini tentu saja berbeda dengan penetapan kalender secara urfi. Dalam
sistem penetapan kalender Urfi, bulan Ramadan sebagai bulan kesembilan
(ganjil) selamanya akan berumur tiga puluh hari. Pada hal dalam
kenyataannya tidak selalu seperti itu (Anwar, pdf – Adobe Reader: 8). Dalam
kalender hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya
matahari setiap harinya. Penentuan awal bulan; bulan baru ditandai
dengan munculnya hilal di ufuk Barat waktu Magrib setelah terjadinya
konjungsi atau ijtimak. Ini berdasarkan firman Allah: Mereka bertanya
kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah
tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji”… QS al-Baqarah/ 2 ayat 189 Ketika
masuknya waktu Magrib berarti telah memasuki hari yang baru; terjadinya
pergantian tanggal dan sekaligus meninggalkan hari yang sebelumnya. Dalam
ilmu astronomi, pergantian atau permulaan hari berlangsung saat posisi
Matahari berkulminasi bawah, yakni pada pukul 24.00 atau pukul 12.00
malam. Ini yang dijadikan patokan dalam kalender yang berbasiskan
peredaran Matahari (Solar Calendar). Sementara itu pergantian
atau permulaan hari dalam penanggalan Islam dalam penentuan awal bulan
Kamariah adalah saat terbenamnya Matahari (Fathurohman, 2004: 114-115).
3. New Month (Bulan Baru) Dalam penentuan telah masuknya bulan baru atau awal bulan Kamariah terdapat perbedaan ahli hisab,
di antaranya yang berpendapat bahwa awal bulan baru itu ditentukan oleh
terjadinya ijtimak sedangkan yang lain mendasarkannya pada posisi hilal. Kelompok
yang berpegang pada sistem ijtimak menetapkan jika ijtimak terjadi
sebelum Matahari terbenam, maka sejak Matahari terbenam itulah awal
bulan baru sudah mulai masuk. Mereka sama sekali tidak mempermasalahkan
hilal dapat dirukyah atau tidak. Sedangkan
kelompok yang berpegang pada posisi hilal menetapkan jika pada saat
Matahari terbenam posisi hilal sudah berada di atas ufuk, maka sejak
Matahari terbenam itulah perhitungan bulan baru dimulai (BHR, 1981: 99).
Keduanya sama dalam penentuan awal masuknya bulan Kamariah, yakni pada
saat Matahari terbenam. Namun keduanya berbeda dalam menetapkan
kedudukan Bulan di atas ufuk. Aliran ijtimak qabl ghurub sama sekali tidak mempertimbangkan dan memperhitungkan kedudukan hilal di atas ufuk pada saat sunset.Sebaliknya kelompok yang berpegang pada posisi hilal saat sunset menyatakan
apabila hilal sudah berada di atas ufuk itulah pertanda awal masuknya
bulan baru. Bila hilal belum wujud berarti hari itu merupakan hari
terakhir dari bulan yang sedang berlangsung (Azhari, 2007: 109). Selanjutnya
kedua kelompok ini masing-masingnya terbagi lagi menjadi
kelompok-kelompok yang lebih kecil. Perbedaan ini disebabkan atau
dikaitkan dengan fenomena-fenomena yang terdapat di sekitar peristiwa
ijtimak dan ghurub asy-syams. Dan dalam perkembangan wacana
dalam penetapan awal bulan Kamariah, kelompok yang berpegang pada posisi
hilal inilah yang lebih mendominasi. Akan dibahas tentang kelompok yang
berpedoman pada wujudul hilal dan kelompok yang berpedoman pada imkanu
rukyah dalam penentuan awal bulan. Keduanya merupakan bagian dari mereka
yang berpegang pada posisi hilal dan memiliki standar atau patokan yang
berbeda. Mereka yang berpedoman pada wujudul hilal menyatakan bahwa pedoman masuknya awal bulan adalah telah terjadi ijtimak sebelum terbenam Matahari dan pada saat sunset itu
hilal telah wujud di atas ufuk. Sementara itu mereka yang berpedoman
pada imkanu rukyah menyatakan bahwa patokan masuknya awal bulan adalah
telah ijtimak terjadi sebelum terbenam Matahari dan pada saat sunset itu hilal telah berada di atas ufuk pada ketinggian yang memungkinkan untuk dirukyah. Hilal
(bulan sabit pertama yang bisa diamati setelah konjungsi) digunakan
sebagai penentu waktu ibadah. Perubahan yang jelas dari hari ke hari
menyebabkan bulan dijadikan penentu waktu ibadah yang baik. Nampaknya
karena alasan kemudahan dalam penentuan awal bulan dan kemudahan dalam
mengenali tanggal dari perubahan bentuk (fase) bulan inilah kelebihan
tahun Kamariah. Ini berbeda dengan kalender Syamsiah (kalender matahari)
yang menekankan pada keajegan (konsistensi) terhadap perubahan musim,
tanpa memperhatikan tanda perubahan hariannya. Penting artinya perhitungan posisi hilal ini. Karena perhitungan posisi hilal terkait dengan penentuan awal bulan (new month).
Jika hilal telah wujud di atas ufuk menurut kriteria sebagian kelompok
atau ketinggian hilal telah memenuhi kriteria visibilitas untuk dirukyah
(imkanu rukyah) menurut sebagian kelompok yang lain, maka esok
harinya adalah tanggal satu bulan yang baru.
Berdasarkan
klasifikasi metode Hisab dalam forum seminar sehari ilmu Falak tanggal
27 April 1997 di Tugu, Bogor, Jawa Barat di atas, maka kitab Sullam an-Nayyiran karya Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri dan Fath ar-Rauf al-Mannan karya
Abu Hamdan Abdul Jalil adalah tergolong hisab Hakiki Taqribi yang
tingkat akurasinya rendah. Karena kitab ini basis data yang dijadikan
acuannya adalah Zeij (tabel astronomi) Ulugh Beik (w. 1449 M) dan dalam
pelaksanaan pengamatannya berdasarkan teori Geosentrisnya Ptolomeus.
Secara ilmiah teori ini telah gugur. Kenyataannya hasil perhitungannya
itu tidak didukung oleh argumentasi-argumentasi ilmiah sebagai
pengungkapan data, fakta, dan kenyataannya dalam praktek di lapangan.
Dengan kata lain hasil perhitungannya terkadang berbeda dengan kenyataan
yang ditemui di lapangan ketika observasi rukyatul hilal dilakukan. Metode yang masuk kategori hisab Hakiki Tahqiqi antara lain kitab al-Khulashah al-Wafiyah karya Zubair Umar al-Jailani, Almanak Menara Kudus karya Turaikhan Adjhuri, Nur al-Anwar karya Noor Ahmad SS Jepara, al-Maksuf karya Ahmad Soleh Mahmud Jauhari Cirebon, Ittifaq Dzat al-Bain karya Muhammad Zuber Abdul Abdul Karim Gresik, Hisab Hakiki karya K Wardan Dipo Ningrat, al-Qawa’id al-Falakiyah karya Abd al-Fatah as-Sayyid ath-Thufi al-Falaki, dan Badi’ah al-Mitsal karya Ma’shum Jombang. Dan yang tergolong metode hisab Hakiki Kontemporer antara lain: metode al-Mawaqit karya Khafid, Ephimeris Departemen Agama, al-Falakiyah karya
Sriyatin Shadiq. Metode hisab Hakiki Kontemporer yang memiliki tingkat
akurasi tinggi karena telah berbasiskan ilmu Astronomi. Metode dalam
melakukan perhitungannya telah melakukan koreksi yang banyak dan
menyajikan data-data yang lengkap untuk keperluan rukyatul hilal.
Badan Hisab Rukyat (BHR): Upaya Penyatuan Penentuan Awal Bulan Kamariah di Indonesia Departemen
Agama Republik Indonesia didirikan tanggal 3 Januari 1946. Setelah
berdirinya Depag, persoalan yang terkait dengan libur Peringatan Hari
Besar Islam (PHBI) dan penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah
diserahkan dan menjadi kewenangannya. Ini berdasarkan Penetapan
Pemerintah tahun 1946 No.2/ Um, 7/Um, 9/Um jo Keputusan Presiden No. 25
tahun 1967, No. 148 tahun 1968 dan No.10 tahun 1971 (Azhari, 1999: 14). Dalam wilayah etis-praktis sampai saat ini penetapan dan awal
bulan Kamariah tersebut belum seragam. Bahkan perbedaan ini menjadi
penyebab friksi dan mengusik ukhuwah islamiah di antara mereka (Azhari,
1999: 15). Persoalan inilah yang melatarbekangi pendirian sebuah Lembaga
Hisab dan Rukyat. Pada
tanggal 16 Agustus 1972 dikeluarkan surat Keputusan Mentri Agama no.76
tahun 1972 tentang Pembentukan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama.
Adapun diktumnya sebagai berikut: 1. Membentuk Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama. 2. Tugas Badan Hisab dan Rukyat yang
termuat dalam dictum pertama ialah memberikan saran-saran kepada Mentri
Agama dalam penentuan permulaan tanggal bulan-bulan Kamariah. 3. Kepengurusan dari Badan Hisab dan Rukyat tersebut terdiri dari: ketua, wakil ketua, sekretaris, anggota-anggota tetap dan anggota tersebar (associate members). 4. Anggota-anggota
tetap tersebut merupakan pengurus harian yang menangani mmasalah
sehari-hari, sedangkan anggota tersebar bersidang dalam waktu-waktu
tertentu menurut keperluan. 5. Anggota-anggota tersebar diangkat dengan keputusan tersendiri oleh Dirjen Bimas Islam. 6. Badan Hisab dan Rukyat tersebut dalam melakukan tugasnya bertanggung jawab kepada Direktur Peradilan Agama. 7. Kepada ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota-anggota diberikan honorarium menurut peraturan yang berlaku. 8. Segala pengeluaran dan biaya-biaya dari Badan Hisab dan Rukyat tersebut dibebankan kepada anggaran dan belanja Departemen Agama mata anggaran 18.1.1241 dan untuk tahun-tahun berikutnya mata anggaran yang selaras untuk itu. 9. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Selanjutnya
dengan Surat Keputusan No. 77 tahun 1972 tanggal 16 Agustus 1972
memutuskan susunan personalian Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama sebagai berikut: Sa’adoeddin
Djambek, Jakarta sebagai ketua merangkap anggota, Wasit Aulawi MA,
Jakarta sebagai wakil ketua merangkap anggota, dan Drs Djabir Manshur,
Jakarta sebagai sekretaris merangkap anggota. Adapun anggotanya adalah:
ZA Noeh, Jakarta, Drs Susanto LMC, Jakarta, Drs Santoso, Jakarta, Rodi
Saleh, Jakarta, Djunaidi, Jakarta, Kapten Laut Muhadji, Jakarta, Drs Peunoh Dali, Jakarta, dan Syarifuuin BA, Jakarta. Adapun
anggota tersebar diserahkan penyrlesaiannya oleh Direktur Jendral Bimas
Islam. Dirjen Bimas Islam dengan surat keputusannya No. D.I/96/P/1973
tanggal 28 Juni 1973 telah menetapkan susunan anggota tersebar Badan
Hisab dan Rukyat Departemen Agama sebagai berikut: KH Muchtar Jakarta,
KH Turaichan Adjhuri Kudus, K.R.B Tang Soban Sukabumi, KH Ali Yafi Ujung
Pandang, KH A Djalil Kudus, KH Wardan Yogyakarta, Drs Adb Rachim
Yogyakata, Ir Basit Wachit Yogyakarta, Ir Muchlas Hamidi Yogyakarta, H
Aslam Z Yogyakarta, H Bidran Hadi Yogyakarta, Drs Bambang Hidayat
Bandung/ITB, Ir Hamran Wachid Bandung/ITB, KH O.K.A Azis Jakarta, Ust
Ali Ghozali Cianjur, Banadji Aqil Jakarta, dan Kyiai Zuhdi Usman
Nganjuk. Tujuan Pendirian Badan Hisab Rukyah adalah mengupayakan unifikasi dalam menentukan awal bulan Kamariah di Indonesia; terutama awal
Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Namun dalam wilayah etik praktis belum
bisa terwujud. Menurut Susikanan Azhari (1999: 19-20): perbedaan
tersebut tidak hanya tarik menarik antara mereka yang berpedoman kepada
hisab ataupun mereka yang menggunakan rukyat. Akan tetapi problem intern
dari masing-masing kalangan tersebut. Kajian hisab misalnya, selama ini
lebih bercorak paktis (practical guidance) dan kian melupakan wilayah teoritis-filosofis. Kehadiran Badan
Hisab dan Rukyat merupakan wadah bagi pemikiran hisab dan rukyat di
Indonesia. Akan tetapi menurut Susiknan Azhari (1999: 20): dalam
perjalanannya badan Hisab dan Rukyat terkungkung oleh rutinitas dan
lebih bercorak bayani ketimbang burhani. Sudah saatnya Badan Hisab dan
Rukyat mengembangkan wilayah teoritis dan filosofis. Dalam
hal ini patut direnungkan pernyataan KH Syukri Ghazali sebagaimana yang
dikutip oleh Susiknan Azhari (1999: 21): agar Badan Hisab dan Rukyat
Departemen Agama memperhatikan masyarakat Islam Indonesia. Bila
masyarakat dipaksa menganut suatu pendapat sebelum ada titik temu dari
berbagai pendapat, maka usaha untuk mempersatukan pendapat akan
mengalami kegagalan.
Momen-Momen Bagi Kajian Ilmu Falak di Indonesia Ada
beberapa momen penting bagi kajian ilmu Falak di Indonesia. Momen-momen
ini dianggap memiliki peranan yang signifikan dalam mengaktualkan
kajian ilmu Falak. Di antara momen itu adalah: 1. Perubahan arah kiblat masjid keraton Jogjakarta oleh KH Ahmad Dahlan. Ia
adalah anak seorang kyai tradisional yaitu K.H. Abu Bakar bin Kyai
Sulaiman, seorang khatib di Masjid Sultan di kota Yogyakarta. Ibunya
Siti Aminah adalah anak Haji Ibrahim, seorang penghulu. Ahmad Dahlan
adalah anak keempat dari tujuh bersaudara
(http://peaceman.multiply.com/journal). Ia
lah yang meluruskan Arah Kiblat Masjid Agung Yogyakarta pada tahun 1897
M/1315 H. Pada saat itu masjid Agung dan masjid-masjid lainnya,
letaknya ke barat lurus, tidak tepat menuju arah kiblat. Sebagai ulama
yang menimba ilmu bertahun-tahun di Mekah, Dahlan mengemban amanat
mengoreksi kekeliruan. Pada saat itu masjid Agung dan masjid-masjid
lainnya, letaknya ke barat lurus, tidak tepat menuju arah kiblat (http://pakarfisika.blogspot.com/2007/05/koreksi-arah-kiblat.html). Dengan
berbekal pengetahuan ilmu Falak atau ilmu Hisab yang dipelajari
melalui K.H. Dahlan (Semarang), Kyai Termas (Jawa Timur), Kyai Shaleh
Darat (Semarang), Syekh Muhammad Djamil Djambek, dan Syekh Ahmad Khatib
Minangkabau, Dahlan menghitung arah kiblat pada setiap masjid. Dahlan
dicatat sebagai pelopor pembetulan arah kiblat dari semua surau dan
masjid di Nusantara. (http://www.ilmufalak.or.id). Setelah
"tragedi kiblat" di Masjid Agung, ia pun mendirikan organisasi
Muhammadiyah. Melalui organisasi Muhammadiyah ia mendobrak kekakuan
tradisi yang memasung pemikiran Islam.
Ia mendirikan organisasi Muhammadiyah. Melalui organisasi Muhammadiyah
ia mendobrak kekakuan tradisi yang memasung pemikiran Islam. Di awal
kiprahnya, ia kerap mendapat rintangan, bahkan dicap hendak mendirikan
agama baru. (http://www.ilmufalak.or.id). 2. KH Turaichan Adjhuri yang menyaksikan peristiwa gerhana matahari di kala pemerintah melarang hal tersebut. Mbah Tur (panggilan akrab KH. Turaichan), semasa kecil menghabiskan waktunya untuk belajar, mengaji dan muthola’ah
Kitab. Ia belajar Falak secara atodidak. Tapi ketika menemui
kemusykilan, ia berkonsultasi dengan KH. Abdul Djalil (gurunya)
(http://www.arwaniyyah.com). Mbah
Tur dalam ilmu falak tak dapat diragukan lagi kepiawaiannya, mulai dari
penentuan dari awal bulan Hijriah, adanya gerhana dan dalam penerbitan
almanak yakni Kalender Menara Kudus yang sampai saat ini masih berjalan
dan dimanfaatkan oleh khalayak ramai, tak hanya msyarakat Kudus, bahkan
sampai ke penjuru tanah air (http://www.arwaniyyah.com). Perhitungan itu
umumnya dipakai oleh Nahdlatul Ulama. Penyusunan Kalender Menara Kudus
saat ini diteruskan putranya, Sirril Wafa
(http://www.wawasandigital.com). Turaikhan
disebut-sebut sebagai Galileo Islam Indonesia. Ia menjadi duri bagi
stabilitas pemerintah. Ia pernah diadili pada 1990 karena menentukan
waktu Idul Fitri yang berbeda dari Pemerintah. Sebagian kalangan
masyarakat yang menggunakan keputusannya dan meninggalkan keputusan
pemerintah. Ia juga menentang maklumat pemerintah yang menyerukan agar
masyarakat bersembunyi di rumah-rumah ketika gerhana matahari total pada
tahun 1983 dengan menganjurkan umat melihat dan mendirikan salat
gerhana (http://blogcasa.wordpress.com). Kisah
Turaikhan adalah kisah kecil dari pembangkangan kaum astronom dalam
menghitung waktu. Kisah besarnya adalah Galileo yang terpenjara di Kota
Arcetri, Italia, pada 1632 karena menebar mazab heliosentrisme-bahwa
matahari adalah pusat tata surya-seperti ditulisnya dalam Script
Dialogue. Ia subversif terhadap doktrin gereja di bawah otoritas Paus
Urbanus yang geosentrisme. Jika Galileo penyokong Copernicus, Turaikhan
adalah penyokong Syekh Husein Zaid al-Misra, pengarang kitab al-Mathla’ as-Sa’id dari Mesir yang banyak memengaruhi pemikirannya (http://blogcasa.wordpress.com). Di antara bentuk pengakuan atas ketingggian keilmuannya dibidang ilmu Falak, oleh pemerintah ia diangkat sebagai anggota Badan Hisab dan Rukyat Depag RI. 3. Kisah “Kecelakaan” Ilmu Falak Secara Akademik Secara
akademik, ilmu Falak pernah eksit dari kurikulum PTAI. Mata kuliah ilmu
Falak keluar dari Kurikulum Nasional PTAI tahun 1995. Hal ini sangat
ironis, ilmu Falak dianggap tidak lagi penting untuk menjadi salah satu
ilmu yang menjadi kompetensi para lulusan PTAI terutama fakultas
Syari’ah. Pada satu sisi ilmu Falak mulai terabaikan tetapi di sisi lain
pemikiran hisab rukyat pada saat bersamaan mulai berkembang dengan
munculnya ide pembuatan teleskop rukyat. Padahal dari lembaga inilah
diharapkan muncul dan berkembangnya pemikiran ilmu Falak atau hisab
rukyat yang komprehensif dan filosofis. Bahkan ide perubahan Instutut
Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) adalah
untuk melihat kontribusi Islam kepada ilmu pengetahuan sehingga dikotomi
pemisahan antara ilmu umum dan ilmu agama akan dapat dieliminir
(Azhari, 1990: 20). Kini
telah berhebus angin yang menyejukkan bagi perkembangan ilmu Falak di
Indonesia. Misalnya didirikannya prodi ilmu Falak di IAIN Walisongo pada
tahun 2007 dan untuk Strata 2 pada tahun 2009. Adapun Strata 3 baru
setingkat konsentrasi dibuka pada tahun 2008. Seiring
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di internetpun banyak
dijumpai blog dan webset yang menyajikan tentang ilmu Falak. Banyaknya
interaksi yang terjadi seputar permasalahan dan problematika ilmu Falak
terutama masalah-masalah yang ditemui di tengah-tengah masyarakat,
adalah perkembangan yang positif. Hal yang akan menggairahkan
perkembangan ilmu falak pada masa-masa yang akan datang.
4. Hasil Penelitian lembaga Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) tentang banyaknya arah kiblat masjid di Jogjakarta yang melenceng. Beberapa laporan dari Arab Saudi menyebutkan, sekitar 200 masjid di kota Mekah tidak menghadap ke arah kiblat. Surat kabar Saudi Gazette melaporkan,
orang-orang yang melihat ke bawah dari atas gedung-gedung tinggi yang
baru di Mekah menemukan, mihrab di banyak masjid tua Mekah tidak
mengarah langsung ke Ka’bah. Saat menunaikan salat, warga Muslim sedapat
mungkin menghadap ke Ka’bah, bahkan kalau diperlukan, bisa menggunakan
kompas khusus untuk mencari arah kiblat itu
(http://blogcasa.wordpress.com/). Wartawan
BBC, Sebastian Usher, mengatakan, pihak berwenang belakangan melakukan
pembangunan kembali kawasan di dan sekitar al-Masjid al-Haram. Namun,
masjid-masjid lama di Mekah tetap dipertahankan keberadaannya. Kini bila
dilihat dari gedung-gedung tinggi yang baru, sejumlah warga menemukan
lokasi mihrab di sebagian masjid tersebut tidak tepat arah kiblatnya.
(http://blogcasa.wordpress.com/). Jika
memang ini benar adanya, problem arah kiblat ternyata bukan cuma hanya
di Indonesia saja tapi mungkin meliputi negara-negara Islam lainnya.
Untuk kasus Indonesia, di Jawa tengah misalnya, seperti dituliskan Ahmad
Izzudin, 70 % masjid yang ada memiliki arah kiblat yang tidak tepat
(http://blogcasa.wordpress.com). Masalah yang penting selanjutnya
setelah kita melakukan pengecekan arah kibalat masjid dan musala di
sekitar kita adalah sosialisasi. Ibarat mengambil rambut dalam tepung.
Rambutnya dapat dikeluarkan dan tepungnya tidak tumpah. Penting kiranya
dilakukan pendekatan persuasif dan pemberian pemahaman tentang
permasalahan ini secara komprehensif sebelum melangkah lebih lanjut.
Penyempurnaan arah kiblat bukan berarti adanya perubahan arah
kiblat. Sebenarnya arah kiblat tidak berubah. Perlu penyempurnan atau
pemeriksaan ulang arah kiblat masjid dan musala di sekitar kita. Tantangannya,
bagaimana melakukan pengukuran dengan benar di lapangan, menyampaikan
hasil-hasilnya kepada masyarakat dan sekaligus mengedukasi publik agar
tidak terjadi situasi di mana ada pihak yang merasa “tersakiti”, yang
terjadi semata-mata hanya karena ketidakpahaman atas duduk perkara yang
sebenarnya (http://blogcasa.wordpress.com). 5. Majalah Qiblati yang menggugat jadwal awal waktu salat Subuh yang ditetapkan Pemerintah lebih dahulu dari yang seharusnya. Artikel dalam majalah Qiblati yang berjudul, “Salah Kaprah Waktu Subuh: Fajar Kazib Dan Fajar Shadiq” dalam Majalah Qiblati Edisi 8 Volume 4, “Salah Kaprah Waktu Subuh Memajukan Waktu Subuh Adalah Bid'ah Kuno” dalam Majalah Qiblati Edisi 9 Volume 4, dan “Salah Kaprah Waktu Subuh Kesaksian Dan Fatwa Para Ulama”, dalam Majalah Qiblati Edisi 10 Volume 4 tulisan Mamduh
Farhan al-Buhairi telah mengagetkan umat Islam Indonesia khususnya.
Dalam tulisannya ditulis bahwa waktu salat Subuh yang kita gunakan
selama ini lebih cepat dari yang seharusnya—bahkan sampai di atas dua
puluh menit. Sehingga menurutnya bahwa salat Subuh yang kita laksanakan
selama ini dilaksanakan sebelum masuknya awal waktu salat Subuh yang
seharusnya (Mamduh, Salah Kaprah Waktu Subuh: Fajar Kazib Dan Fajar Shadiq, “Salah Kaprah Waktu Subuh Memajukan Waktu Subuh Adalah Bid'ah Kuno” dan “Salah Kaprah Waktu Subuh Kesaksian Dan Fatwa Para Ulama”, http://id.qiblati.com). Setelah
penerbitan majalah Qiblati yang mempertanyakan tentang kebenaran awal
waktu Subuh yang dikeluarkan Departemen Agama dan dijadikan pedoman oleh
umat Islam selama ini, timbullah kegoncangan. Masyarakat mulai goncang,
mereka mulai mempertanyaan keabsahan pedoman penentuan awal waktu Subuh
yang mereka gunakan selama ini. Mereka
membahasnya lewat forum-forum diskusi keislaman di masjid-masjid bahkan
juga di internet. Begitu banyak tanggapan yang muncul tentang hal ini.
Tanggapan yang sebagiannya alih-alih memberikan pencerahan terhadap
masyarakat malah justru membuat mereka bertambah bingung. Dalam
menyikapi hal ini umatpun terbelah. Sebagian pengurus/ta’mir masjid
mengambil jalan tengah menurut mereka sendiri. Menurut mereka azan tetap
dikumandangkan sesuai dengan jadwal yang ada (jadwal yang dikeluarkan
oleh Departemen Agama, namun pelaksanaan salat Subuh dimundurkan
waktunya dari biasanya. Yang
lain malah melangkah lebih jauh lagi. Mereka mengundurkan waktu
pengumandangan azan sebagai pertanda masuknya awal waktu Subuh. Sehingga
tidak heran bila dalam keseharian, kita mendapati dalam pengumandangan
azan Subuh ada masjid-masjid yang baru mengumandangkan azan di saat
masjid-masjid yang lain telah selesai melaksanakan salat Subuh
berjamaah. Namun
mayoritas mereka masih menggunakan jadwal yang dikeluarkan oleh
Departemen Agama. Mereka tidak mau merubah apa yang diyakini selama ini
tentang penentuan awal waktu salat Subuh sampai terwujudnya kesepatan
para ahli atau pemerintah dalam hal ini Departemen Agama mengumumkan
perubahannya.Kondisi ini tentunya memerlukan penelitian lebih lanjut dan mendalam.
Berikut ini beberapa catatan tentang sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia: 1. Kajian Ilmu Falak: Antara Sains dan Masalah Ijtihadiah Sejarah
perkembangan ilmu Falak di Indonesia bersifat dinamis. Saat dunia Islam
memasuki priode modernnya pada awal abad ke-20, ilmu Falak pun
bersentuhan dengan kemoderenan; ilmu pengetahuan yang berasal dari
Barat. Teori-teori lama yang sudah out of date mulai
ditinggalkan digantikan dengan penemuan baru yang lebih sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu Falak sebagai bagian
sains yang berkembang di kalangan umat Islam mengalami hal sama. Dalam
perhitungan awal bulan Kamariah misalnya, sebelum abad ke-20, di dunia
Islam umumnya berkembang metode hisab yang belakangan diidentifikasi
sebagai metode hisab Hakiki Taqribi. Perhitungannya masih berpatokan
pada asumsi Bumi sebagai pusat peredaran Bulan dan Matahari; yang
disebut dengan Geosentris. Setelah
Nicolas Copernicus menemukan teori Heliosentris, bahwa Mataharilah
pusat tata surya kita (bukan Bumi sebagaimana yang diyakini sebelumnya).
Penemuan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap metode dan rumus ilmu
Falak atau astronomi yang selama ini digunakan. Pembaharuan yang
digulirkan inipun kemudian sampai ke Indonesia kira-kira pada
pertengahan abad ke-20. Pelopornya adalah dua buah kitab yakni kitab Mathla’ as-Sa’id fi Hisab al-Kawakib ‘ala Rashd al-Jadid karangan Husen Zaid al-Mishra dan al-Manahij al-Hamidiyah karangan
Abd al-Hamid Mursy Ghais al-Falaki asy-Syafi’i. Kedua kitab tersebut
oleh mereka yang menunaikan ibadah haji dan lalu menyempatkan diri untuk
belajar di tanah suci. Metode baru ini dikemudian hari disebut dengan
metode Hakiki Tahqiqi. Perkembangan
ilmu Falak di Indonesia tidak selalu bersifat linier antara
perkembangan sains dengan realita yang terjadi pada masa itu. Dengan
asumsi bahwa pada pertengahan abad ke-20 metode hisab Hakiki Tahqiqi
akan berkembang dengan pesat menggantikan teori lama yang telah gugur
secara ilmiah; dan metode hisab Hakiki Taqribi mulai ditinggalkan orang.
Tapi kenyataannya tidak seperti demikian. Metode hisab Hakiki Taqribi
tetap memiliki pengikut fanatiknya bahkan sampai dengan sekarang ini.
Misalnya menurut mengklasifikasian yang dilakukan Departemen Agama
dinyatakan bahwa Perhitungan kitab Sullam an-Nayyirain
ini termasuk hakiki taqribi, tingkat akurasi rendah dan terkadang hasil
perhitungannya berbeda dengan kenyataan di lapangan, anehnya lagi
eksistensinya masih diakui oleh Departemen Agama. Karena hasil
perhitungannya masih digunakan sebagai pertimbangan sidang penetapan
awal bulan Kamariah Departemen Agama. Untuk memahami permasalahan ini,
tentu diperlukan penjelasan, argumentasi, dan pendapat lebih mendalam
para ahli hisab rukyah di balik eksisnya perhitungan awal bulan Kamariah
menggunakan sistem hisab rukyah kitab Sullam an-Nayyirain ini. Menurut penganut sistem ini, metode Sullam an-Nayyirain adalah hasil ijtihad Manshur al-Batawi; al-ijtihad la yanqudhu bi ijtihad.
2. Prolematika Pengklasifikasian Metode Hisab Sebagai
kajian yang berkaitan dengan persoalan aliran dan pola pemikiran
(paradigma), perlu kira ditinjau aliran hisab yang ada. Dalam
pengklasifikasian ini setidaknya terdapat dua permasalahan: a. Nama
aliran yang digunakan cukup beragam, yang biasa digunakan antara lain
urfi, hisab hakiki, hisab imakanur rukyat, dan hisab astronomi. b. Masalah
lain yang timbul dari pengklasifikasian tersebut adalah
perbedaan-perbedaan definisi. Akibatnya timbul penilaian yang beragam
terhadap masing-masing aliran (Azhari, 1999: 22-23) misalnya tingkat
keakurasian sistem hisab dari masing-masing pembagian tersebut. Depag
menggunakan pembagian hisab Urfi dan Hisab Hakiki. Lalu Hisab Hakiki
diklasifikasikan menjadi 1). Hisab Hakiki Taqribi yang dinyatakan
tingkat akurasinya rendah, 2). Hisab Hakiki Tahqiqi yang tingkat akurasinya sedang, dan 3). Hisab Hakiki Kontemporer yang tikat akurasinya tinggi. Perlu juga kiranya permasalahan ini didekati dengan pendekatan historical knowledge
(latar belakang perkembangan ilmu pengetahuan). Pendekatan ini dalam
kerangka memposisikan suatu metode hisab secara porposional dalam
pemetaan ilmu Falak di Indonesia. Sehingga kita akan memposisikannya
sesuai dengan perkembangan ilmu Falak pada saat itu dan menjawab
persoalan umat pada masanya. Bukan secara serta menyatakan penyejajaran
ataupun hanya melihat ketertinggalannya dari perkembangan ilmu Hisab
Hakiki Kontemporer.
Demikianlah
sekelumit sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia. semenjak
awalnya perkembangannya, masalah penentuan awal bulan Kamariah yang
mendominasi pembahasan hisab rukyat. Sampai saat ini masalah ini selalu
dianggap sebagai masalah yang using namun senantiasa up to date.
Mengingat belum terwujudnya kesepakatan kriteria hilal dalam penenentuan
awal bulan Kamariah. Inilah tugas berat dari BHR dan para ahli Falak di
Indonesia. Namun
seiring perkembangan ilmu Falak yang bersentuhan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, bahasan ilmu Falak lainnya juga mengalami dinamika.
Perkembngan yang mutakhir, Hasil Penelitian lembaga Rukyatul Hilal
Indonesia (RHI) tentang banyaknya arah kiblat masjid di Jogjakarta yang
melenceng dan Majalah Qiblati yang menggugat jadwal awal waktu salat
Subuh yang ditetapkan Pemerintah lebih dahulu dari yang seharusnya.
Turut mengaktualkan wacana ilmu Falak. Wa Allahu a’lamu bi ash-shawab
Anwar, Syamsul, Almanak Berdasarkan Hisab Urfi Kurang Sejalan Dengan Sunnah Nabi saw: Surat Terbuka Untuk Pak Darmis, Almanak_Hijriah.pdf – Adobe Reader
Azhari, Susiknan, 1999, Sa’adoeddin Djambek (1911-1977) dalam Sejarah Pemikiran Hisab Di Indonesia, Yogyakarta: Proyek PTA IAIN Sunan Kalijaga, 1998/1999
____________, 2001, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta: Lazuari, Cet.ke-1
___________,2004, “Saadoeddin Djambek dan Hisab Awal Bulannya” dalam Depag RI, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI
____________, 2007, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. Ke-2
____________, 2008, Ensiklopedi Hidab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet.ke-2 ____________, Tokoh-Tokoh Falak di Indonesia: Saadoe'ddin Djambek, http://bimasislam.depag.go.id
____________ dan Ibnor Azli Ibrahim, Kalender Jawa Islam: Memadukan Tradisi dan Tuntutan Syar'i dalam Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008. 07-susiknan.pdf –Adobe Reader
BHR Depag RI, 1981, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Depag RI
Buhairi, al-, Mamduh Farhan, Salah Kaprah Waktu Subuh: Fajar Kazib Dan Fajar Shadiq, Majalah Qiblati Edisi 8 Volume 4 , http://id.qiblati.com
____________, Salah Kaprah Waktu Subuh Memajukan Waktu Subuh Adalah Bid'ah Kuno, Majalah Qiblati Edisi 9 Volume 4, http://id.qiblati.com
____________, Salah Kaprah Waktu Subuh Kesaksian Dan Fatwa Para Ulama, dalam Majalah Qiblati Edisi 10 Volume 4, http://id.qiblati.com
Depag RI, Ditjen Binbaga Islam, 1990, Laporan Keputusan Musyawarah Hisab Rukyat, Jakarta: Depag RI
____________, 1992, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: Gema Risalah Press
___________,1994/1995, Pedoman Penghitungan Awal Bulan Qamariyah, Jakarta: Depag RI
____________, 2004, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta:Depag RI
Djambek, Sa’adoeddin, 1976, Hisab Awal Bulan, Jakarta: Tinta Mas
Fathurohman SW, Oman, 2004, “Saadoeddin Djambek dan Hisab Awal Bulannya” dalam Depag RI, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI
___________, “Saadoeddin Djambek dan Hisab Awal Bulannya” dalam Depag RI, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI, 2004
Izzuddin, Ahmad, 2007, Fiqh Hisab Rukyat Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga
___________, 2006, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahannya), Semarang: Komala Grafika
K.H. Ahmad Dahlan, http://www.ilmufalak.or.id/
K.H. Ahmad Dahlan: Reformis dan Pembaharu Ajaran Agama, http://peaceman.multiply.com/journal
Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek,Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet.ke-3
____________, 2004,Hisab Awal Bulan Sistem Nurul Anwar (Kajian Astronomis) dalam Depag RI, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI
KH. Turaichan Adjhuri Es Syarofi, http://www.arwaniyyah.com
Murtadho, Moh, 2008, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN Malang Press, cet.ke1
Rachim, Abdur, 1983, Ilmu Falak, Yogyakarta: Liberty, Cet.ke-1
Saksono,
Toto, 2007, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, Jakarta: Amythas
Publicita bekerja sama dengan Center for Islamic Studies
Shadiq, Sriyatin, 2008, Makalah Simulasi dan Metode Rukyatul Hilal,
Pelatihan Hisab Rukyah Tingkat Nasional, Ponpes Setinggil, Kriyan
Kalinyamatan Jepara pada tanggal 26-29 Desember 2008M/ 28 Zulhijjah- 1
Muharram 1430H
Sistem almanak Masjid Menara Kudus Awal Ramadan sama, Lebaran bisa beda, http://www.wawasandigital.com/
Taqwim Hijriyah, hhtp://afdacairo.blogspot.com
Wawancara dengan Muhyiddin Khazin a, 28 Desember 2008
Jayusman,
Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, http:
//jayusmanfalak.blogspot.com dan email: jay_falak@yahoo.co.id Muhyiddin Khazin (2008: 28)
memberikan penjelasan yang sedikit berbeda bahwa Sultan Agung memadukan
penanggalan Hindu dan penanggalan Islam menjadi penanggalan Jawa Islam
pada tahun 1043H/1633M. Masa kepemimpinan kerajaan Mataram dipegang oleh
Sri Sultan Muhammad Sultan Agung Prabu Hayrayakusumo (1613-1643 M)
inilah penanggalan Islam mulai dipekenalkan. Ia menetapkan penanggalan
resmi kerajaan berdasarkan tahun Jawa Islam tersebut. Asimilasi
penanggalan ini dilakukan dengan cara merubah pedoman pengambilan dari
tahun berdasarkan peredaran Matahari menjadi berdasarkan peredaran
bulan. Namun perhitungan tahunnya tetap dengan melanjutkan perhitungan
Hindu sebelumnya. Cara
menentukan suatu tahun itu termasuk tahun Kabisah atau basitah adalah
dengan membagi tahun tersebut dengan angka 30. Jika sisanya termasuk
deretan angka-angka pada syair di atas maka tahun tersebut termasuk
tahun Kabisah, jika tidak maka termasuk tahun Basitah. Sebagai contoh
tahun 1430 H, 1430: 30= 47 daur sisa 20. Bilangan 20 tidak termasuk
tahun Kabisah, maka tahun 1430 H adalah tahun Basitah. Contoh yang lain
adalah tahun 1431 daur sisa 21. Bilangan 21 termasuk tahun Kabisah.
Sa’aduddin Djambek agak berbeda dalam penentuan tahun Kabisah ini, ia
memasukkan tahun ke 16 sebagai tahun Kabisah dan tidak tahun yang ke 15. Muhyiddin Khazin (2008 a) menyatakan bahwa tetap dijadikannya kitab Sullam an-Nayyirain
sebagai salah satu rujukan dalam penetapan awal bulan Kamariah adalah
untuk mengakomodir anggota masyarakat (--jumlah mereka cukup banyak)
yang berpedoman kepada kitab tersebut. Ia
menambahkan bahwa pernah mengusulkan pada ahli waris pengarang kitab
tersebut untuk melakukan perobahan agara perhitungannya akurat tetapi
usulan ini ditolak oleh mereka. Biarkanlan kitab Sullam an-Nayyirain sebagaimana adanya.
PENGUKURAN ARAH KIBLAT DENGAN BAYANG- BAYANG MATAHARI
Akhir-akhir
ini umat Islam sempat dibuat bingung oleh kontroversi seputar arah
kiblat. Bertubi-tubi persoalan arah kiblat dipertanyakan ulang. Bahkan ada
yang menanyakan apakah arah kiblat selama ini telah berubah. Arah
kiblat kiranya tidak berubah—dalam pelaksanaan salat kita diperintahkan
untuk menghadap kiblat yakni menghadap ke Ka’bah di Mekah. Tapi dari
temuan beberapa orang ahli Falak ternyata banyak masjid yang arah
kiblatnya kurang tepat, melenceng cukup jauh sehingga perlu diukur
ulang dan diubah sesuai dengan arah kiblat yang presisi. Di antara
metode yang mudah untuk diaplikasikan oleh umat Islam mengecek ulang
arah kiblat masjid adalah pada saat yaum rashd al-qiblah.
Kata Kunci: Arah Kiblat, Ka’bah, Mekah, yaum rashd al-qiblah
Sesungguhnya
kiblat adalah suatu arah yang menyatukan arah segenap umat Islam dalam
melaksanakan salat. Tetapi titik arah itu sendiri bukanlah obyek yang
disembah oleh manusia muslim dalam melaksanakan salat. Objek yang dituju
oleh muslim dalam melaksanakan salat itu tidak lain hanyalah Allah (Dewan, 1993: 66).
Dengan demikian umat Islam bukan menyembah Ka’bah, tetapi menyembah
Allah. Ka’bah hanya menjadi titik kesatuan arah dalam salat, sebagaimana dalam firman Allah:
Artinya
: “Sungguh Kami (terkadang) melihat mukamu menengadah ke langit, maka
sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjid al-Haram. Dan di mana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesunggguhnya orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang di beri Al-kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui bahwa berpaling ke Masjid al-Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan” QS. al-Baqarah/2: 144. Belakangan
ini terjadi diskusi yang intensif seputar arah kiblat. Temuan beberapa
orang ahli Falak ternyata banyak masjid yang arah kiblatnya kurang
tepat, melenceng cukup jauh sehingga perlu dilakukan pengecekan dan
pengukuran ulang. Jika ditemui penyimpangan yang besar dan signifikan
selayaknya diperbaiki sesuai dengan arah kiblat yang presisi. Di antara
metode yang mudah untuk diaplikasikan oleh umat Islam mengecek ulang
arah kiblat masjid adalah pada saat yaum rashd al-qiblah. Dalam makalah ini lebih lanjut akan dibahas pengertian, waktu, dan petunjuk pengecekan arah kiblat masjid pada saat yaum rashd al-qiblah.
Kata kiblat berasal dari bahasa Arab al-qiblat. Disebutkan sebanyak empat kali dalam al-Qur’an. Diambil dari kata qabala- yaqbulu
yang artinya menghadap. Dalam kamus al-Munawwir diartikan sebagai
Ka’bah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai arah ke
Ka’bah di Mekah (pada waktu salat). Dalam ilmu Falak, kiblat adalah arah
terdekat menuju ka’bah melalui great circle pada waktu mengerjakan ibadah salat (http://astroscientist.multiply.com). Ka’bah atau baitullah
adalah sebuah bangunan suci yang merupakan pusat berbagai peribadatan
kaum muslimin yang terletak di kota Mekah. Ia berbentuk kubus yang dalam
bahasa arab disebut muka’ab. Dan dari kata itulah muncul sebutan ka’bah (http://astroscientist.multiply.com). Khafid
(2009) Menyatakan bahwa masalah kiblat tiada lain adalah masalah arah,
yakni arah Ka’bah di Mekah. Arah Ka’bah ini ditentukan dari setiap titik
atau tempat di permukaan Bumi dengan melakukan perhitungan dan
pengukuran. Oleh sebab itu, perhitungan arah kiblat pada dasarnya adalah
perhitungan yang dimaksudkan untuk mengetahui ke arah mana Ka’bah di
Mekah itu dilihat dari suatu tempat di permukaan Bumi,
sehingga semua gerakan orang yang sedang melaksanakan salat, baik ketika
berdiri, ruku’, maupun sujudnya selalu berimpit dengan arah yang menuju
Ka’bah. Pensyari’atan Menghadap Kiblat dalam pelaksanaan ibadah antara lain berdasarkan firman Allah dalam QS al-Baqarah/2: 149-150:
Dan
dari mana saja kamu keluar (datang), Maka palingkanlah wajahmu ke arah
Masjid al-Haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak
dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu
kerjakan. Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke
arah Masjid al-Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka
palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas
kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah
kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar
Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.
Serta hadis Rasulullah yang menjelaskan bahwa ”Baitullah
adalah kiblat bagi orang-orang di al-Masjid al-Haram. Al-Masjid
al-Haram adalah kiblat bagi orang-orang penduduk tanah haram (Mekah),
dan tanah haram adalah kiblat bagi semua umatku di Bumi, baik di Barat
ataupun di Timur” (HR. al-Baihaqi dari Abu Hurairah). Artinya
: Ishaq bin Mansyur menceritakan kepada kita, Abdullah bin Umar
menceritakan kepada kita, Ubaidullah menceritakan dari Sa’id bin Abi
Sa’id al-Maqburi. Dari Abi Hurairah r.a berkata Rasulullah saw. bersabda
: “ Bila kamu hendak salat maka sempurnakanlah wudlu lalu menghadap
kiblat kemudian bertakbirlah “ (HR. Bukhari) (Bukari, tt: 130).
Nash-nash
tersebut dijadikan landasan pensyari’atan kewajiban menghadap kiblat
dalam pelaksanaan ibadah. Fuqaha kemudian menyatakan bahwa menghadap
kiblat merupakan syarat sah dalam pelaksanaan salat lima waktu. Dengan
lain perkataan jika seseorang salat tidak menghadap kiblat, maka salat
yang dilaksanakannya tidak sah. Di
dalam al-Qur’an terdapat beberapa term yang digunakan untuk menerangkan
tentang Kiblat atau lebih khusus mengacu kepada Ka’bah, di antaranya
adalah:
1. Kata Qiblat, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kata atau istilah Kiblat; sebagaimana yang terdapat dalam QS Yunus/10: 87 maksudnya adalah tempat menghadap kepada Allah; arah yang tuju ketika seseorang mengerjakan salat (Quraish, 2004 [6]: 142-143).
Dan
kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: "Ambillah olehmu berdua
beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan
jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat salat dan Dirikanlah olehmu
sembahyang serta gembirakanlah orang-orang yang beriman". QS Yunus/10: 87
2. Bait al-‘Atiq
(rumah tua). Ada yang memahaminya demikian karena Ka’bah adalah rumah
peribadatan tertua. Sedang yang lain memahaminya dengan pengertian rumah
yang tidak dimiliki oleh siapapun (kecuali oleh Allah). Bila dipahami
dengan makna ini, maka ini mengandung sindirin kepada kaum musyrikin
yang bermaksud mengusai Ka’bah. Mereka melarang kaum muslimin untuk
thawaf dan beribadat di sana (Quraish, 2004 [9]: 43). Ka’bah ini juga
dinyatakan sebagai kiblat semua nabi. Karena menurut M Quraish Shihab
terdapat riwayat yang menerangkan hal tersebut (Quraish, 2004 [6]: 143). Firman Allah: Sesungguhnya
rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah
Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk
bagi semua manusia QS Ali Imran/3: 96. Dalam al-Qur’an juga dijelaskan peristiwa nabi Ibrahim dan putranya Ismail yang membangun Ka’bah dan membina kehidupan di sana. Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah
bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami
(amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui". QS al-Baqarah/2: 127 Ayat-ayat yang menggunakan redaksi Bait al-‘Atiq itu adalah:
Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran
yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan
nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf
sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). QS. Al-Hajj/22: 29
Bagi
kamu pada binatang-binatang dam itu ada beberapa manfaat, sampai kepada
waktu yang ditentukan, Kemudian tempat wajib (serta akhir masa)
menyembelihnya ialah setelah sampai ke Bait al-Atiq (Baitullah) QS al-Hajj/22: 33 3. Kata Ka’bah sebagaimana yang terdapat dalam QS.al-Maidah/5: 95
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan,
ketika kamu sedang ihram. barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan
sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang
dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di
antara kamu sebagai dam yang dibawa sampai ke Ka'bah atau
(dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin
atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia
merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah Telah memaafkan apa yang
telah lalu. dan barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah
akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk)
menyiksa. QS.al-Maidah/5: 95 4. Kata
Masjid al-Haram sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah QS
al-Baqarah/2: 149-150 di atas. Masjid al-Haram adalah masjid yang di
bagian tengahnya terdapat bangunan Ka’bah. 5. Kata Baitullah, dinamakan Baitullah
(rumah Allah) karena dia dibangun hanya untuk pengabdi kepada-Nya,
bukan untuk maksud selain itu. Menurut al-Biqa’i sebagaimana yang
dikutip oleh M Quraish Shihab bahwa Ka’bah akan selalu dirindukan setiap
muslim untuk datang ke sana bahkan kembali dan kembali lagi walaupun
telah berulang kali mengunjunginya. Hal ini sebagaimana doa nabi Ibrahim
yang terdapat dalam QS. Ibrahim/14: 37 (Quraish, 2004 [7]: 71).
Ya
Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku
di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar
mereka mendirikan salat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung
kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan
mereka bersyukur. QS Ibrahim/14: 37
Problematika Seputar Arah Kiblat Diskusi
seputar arah kiblat berkembang pesat. Apa lagi dengan perkembangan
teknologi informasi, banyak kita temui diskusi di internet yang membahas
tema arah kiblat. Terkait dengan kontroversi arah kiblat ini terdapat
beberapa tema pokok. Di antara tema-tema tersebut antara lain: pertama
temuan beberapa orang ahli Falak ternyata banyak masjid yang arah
kiblatnya kurang tepat. Kedua, masjid-masjid yang arah kiblatnya diduga
berubah karena pergerakan lempeng bumi dan akibat peristiwa gempa bumi.
Ketiga, fatwa MUI bahwa letak georafis Indonesia yang berada di bagian
Timur Ka’bah/Mekah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke
arah Barat. Ketiga
tema diskusi tentang arah kiblat tersebut berkembang luas di
tengah-tengah masyarakat. Tema pertama, temuan beberapa orang ahli Falak
ternyata banyak masjid yang arah kiblatnya kurang tepat. Masjid yang
diteliti bukan hanya di Indonesia tapi juga di beberapa Negara Islam
lainnya. Misalnya temuan lembaga Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) yang
dalam salah satu tulisan yang dimuat dalam blog mereka bahwa dari enam
belas masjid yang mereka teliti menggunakan software Google Earth dan
Qiblalocator. Lima dari enam belas masjid yang diteliti ditemukan arah
kiblatnya melenceng. Adapun masjid-masjid yang diteliti itu adalah
sebagai berikut: 1. Masjid
PPMI Assalaam, Lokasi : Kartasura Sukoharjo Jateng (Kiblat=kurang Ke
utara 11° s/d 12°, beberapa perhitungan malahan lebih, sampai 14°). 2. Masjid Assalaam Surabaya, Lokasi Perum Puri Mas Surabaya (Kiblat=Presisi) 3. Masjid Jamik Sumenep Madura Jawa Timur (Kiblat=kurang ke utara 25° dari arah Barat atau 15° dari arah saat ini.) 4. Masjid Kubah Emas ‘Dian al-Mahri’ Depok Jawa Barat (Kiblat=kurang ke utara 6,5°). 5. Masjid Istiqlal Jakarta (Kiblat=Presisi). 6. Masjid Sunda Kelapa Menteng – Jakarta (Kiblat=Presisi). 7. Masjid Baitul Ihsan, komleks Bank Indonesia – Jakarta (Kiblat=Presisi). 8. Masjid Islamic Center – Jakarta Utara (Kiblat=Presisi). 9. Masjid Agung – Semarang Jawa Tengah (Kiblat=Presisi). 10. Masjid Kampus ITS – Surabaya (Kiblat=kurang 10° ke arah utara). 11. Masjid Kampus UGM (Kiblat=Presisi). 12. Masjid Jamik kota Gresik – Jawa Timur (Kiblat=Presisi). 13. Masjid Jamik Istiqomah – Ungaran – Jawa Tengah (Kiblat=Presisi). 14. Masjid Agung Kediri – Jawa Timur (Kiblat=Presisi). 15. Masjid AR Fahruddin – UMM Malang Jawa Timur (Kiblat=Presisi). 16. Masjid R Fatah UniBraw – Malang Jawa Timur (Kiblat=kurang ke utara 2°-3°) (blogcasa.wordpress.com).
Beberapa laporan dari Arab Saudi menyebutkan, sekitar 200 masjid di kota Mekah tidak menghadap ke arah kiblat. Surat kabar Saudi Gazette melaporkan,
orang-orang yang melihat ke bawah dari atas gedung-gedung tinggi yang
baru di Mekah menemukan, mihrab di banyak masjid tua Mekah tidak
mengarah langsung ke Ka’bah. Saat menunaikan salat, warga Muslim sedapat
mungkin menghadap ke Ka’bah, bahkan kalau diperlukan, bisa menggunakan
kompas khusus untuk mencari arah kiblat itu (200 Masjid, blogcasa.wordpress.com). Wartawan
BBC, Sebastian Usher, mengatakan, pihak berwenang belakangan melakukan
pembangunan kembali kawasan di dan sekitar Masjid al-Haram. Namun,
masjid-masjid lama di Mekah tetap dipertahankan keberadaannya. Kini bila
dilihat dari gedung-gedung tinggi yang baru, sejumlah warga menemukan
lokasi mihrab di sebagian masjid tersebut tidak tepat arah. Pada saat
masjid-masjid tersebut dibangun, digunakan perkiraan kasar arah kiblat
karena saat itu belum ada alat yang akurat (200 Masjid, blogcasa.wordpress.com
). Jika
memang ini benar adanya, problem arah kiblat ternyata bukan cuma hanya
di Indonesia saja tapi mungkin meliputi negara-negara Islam lainnya.
Untuk kasus Indonesia, di Jawa tengah misalnya, seperti dituliskan Ahmad
Izzudin, 70 % masjid yang ada memiliki arah kiblat yang tidak tepat (200 Masjid, blogcasa.wordpress.com
). Lalu
berkembang lagi diskusi bahwa perlu dilakukan perhitungan ulang arah
kiblat masjid-masjid kuno. Alasannya masjid-masjid tersebut dimungkinkan
arah kiblatnya berubah karena pergerakan lempeng bumi. Bahkan karena
akhir-akhir ini kerapkali terjadi peristiwa gempa bumi di Indonesia,
maka masjid-masjid yang relatif belum lama dibangunpun perlu dihitung
ulang arah kiblatnya. Hal ini karena mungkin saja akibat
kejadian-kejadian tersebut arah kiblatnya telah berubah dari yang
seharusnya. Masyarakat
yang mulai tercerahkan lewat diskusi tentang kedua tema di atas
tiba-tiba dibuat bingung oleh dilkeluarkannya fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa No. 03 Tahun 2010 tentang Kiblat
sebagai konsekuensi dari pergeseran lempeng bumi. Diktum dari fatwa MUI
No. 03 Tahun 2010 tentang Kiblat disebutkan, pertama, tentang ketentuan
hukum. Dalam kententuan hukum tersebut disebutkan bahwa: (1) Kiblat bagi
orang salat dan dapat melihat ka’bah adalah menghadap ke bangunan
Ka’bah (ainul ka’bah). (2) Kiblat bagi orang yang salat dan tidak dapat melihat Ka’bah adalah arah Ka’bah (jihat ka’bah).
(3). Letak georafis Indonesia yang berada di bagian Timur Ka’bah/Mekah,
maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah Barat. Kedua,
rekomendasi. MUI merekomendasikan agar bangunan masjid/mushalla di
Indonesia sepanjang kiblatnya menghadap ke arah Barat, tidak perlu
diubah, dibongkar, dan sebagainya (http://www.mui.or.id). Poin
(3) dari diktum pertam fatwa MUI di atas yang menyatakan bahwa letak
georafis Indonesia yang berada di bagian Timur Ka’bah/Mekah, maka kiblat
umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah Barat. Pada hal para
pakar ilmu Falak dan astronomi sepakat bahwa arah kiblat masyarakat
muslim Indonesia arah Barat serong ke utara. Besaran sudut serong ke
arah utara untuk suatu kota atau daerah tergantung pada hasil
perhitungan arah kiblatnya. Jika
dinyatakan arah kiblat Indonesia ke arah Barat menurut berhitungan ilmu
Falak bukan lagi mengarah ke Ka’bah atau bahkan kota Mekah tetapi
mengarah ke Somalia di benua Afrika. Na’uzubillah. Penulis
menyatakan bahwa fatwa MUI tentang arah kiblat di atas menjadi
kontraproduktif terhadap perkembangan ilmu Falak di Indonesia.
Penyebab Kesalahan Dalam Penentuan Arah Kiblat Selanjutnya
menurut penulis terdapat beberapa faktor diduga kuat menjadi penyebab
kesalahan dalam penentuan arah kiblat masjid di masyarakat, antara lain: 1. Arah kiblat masjid ditentukan
sekadar perkiraan dengan mengacu secara kasar pada arah kiblat masjid
yang sudah ada. Pada hal masjid yang dijadikan acuan belum tentu akurat.
Ketika membangun sebuah masjid baru, arah kiblatnya hanya mengikuti
masjid yang berdekatan yang telah lebih dahulu dibangun. 2. Sebagian
masjid arah kiblatnya ditentukan menggunakan alat yang kurang atau
tidak akurat. Misalnya untuk penggunaan kompas dalam penentuan arah,
termasuk dalam penentuan arah kiblat perlu dilakukan koreksian pengaruh
daya magnetik di Bumi. Informasi ini tentang besaran koreksian/deklinasi
magnetik kompas ini dapat diperoleh dari Badan Metorologi Klimatologi
dan Geofisika (BMKG). Di samping itu kita juga perlu diperhatikan bahwa
di pasaran banyak beredar berbagai macam merek kompas, kita perlu
terlebih dahulu mengecek tingkat akurasinya terlebih dahulu. 3. Terkadang
dalam penentuan arah kiblat masjid atau musala ditentukan oleh
seseorang yang ditokohkan dalam masyarakat tersebut. Pada hal belum
tentu sang tokoh tersebut mampu melakukan penentuan arah kiblat secara
benar dan akurat. Sehingga boleh jadi yang bersangkutan menetapkannya
dengan mengira-ngira saja dengan mengarah ke Barat yang mungkin
melenceng dari yang seharusnya (T Djamaluddin, 2009). 4. Sebelum
pembangunan arah kiblat masjid telah diukur secara benar oleh ahlinya.
Tapi dalam tahap pembangunannya terjadi pergeseran-pergeseran oleh
tukang yang mengerjakannya. 5. Bahkan
ada juga masjid yang dibangun lebih mempertimbangkan nilai artistik dan
keindahan alih-alih perhitungan dan pengukuran arah kiblatnya yang
presisi. Misalnya masjid yang bangunannya disejajarkan dengan jalan
walaupun dengan mengabaikan arah kiblatnya.
Menanggapi kontroversi arah kiblat ini, T
Djamaluddin menyatakan bahwa masalah arah kiblat yang seolah bergeser
akibat gempa perlu segera diluruskan. Karena hal itu tidak berdasar
logika ilmiah dan berpotensi meresahkan masyarakat. Pergeseran lempeng
bumi hanya berpengaruh pada perubahan peta bumi dalam rentang waktu
puluhan atau ratusan juta tahun, karenanya tidak akan berdampak
signifikan pada perubahan arah kiblat di luar Mekah dalam rentang
peradaban manusia saat ini. Jadi, saat ini tidak ada pergeseran arah
kiblat akibat pergeseran lempeng bumi atau gempa. Semua pihak (terutama
Kementerian Agama dan MUI) jangan terbawa pada opini yang didasari pada
informasi yang keliru (t-djamaluddin.space.live.com). Ia
melanjutkan bahwa masalah ketidakakuratan arah kiblat yang terjadi pada
banyak masjid, bukanlah masalah pergeseran arah kiblat, tetapi karena
ketidakakuratan pengukuran pada awal pembangunannya. Itu bukan masalah
serius dan mudah dikoreksi. Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama
dan BHR Daerah serta kelompok-kelompok peminat hisab rukyat bisa
memberikan bantuan penyempurnaan arah kiblat tersebut. Bisa juga
dilakukan koreksi massal dengan panduan bayangan matahari pada saat
matahari berada di atas Mekah atau dengan panduan arah kiblat berbasis
internet Google Earth/Qiblalocator (t-djamaluddin.space.live.com). Salah satu cara yang mudah untuk melakukan koreksian arah kiblat adalah pengukuran arah kiblat dengan bayangan matahari. Yang dimaksud pengukuran arah kiblat dengan bayangan matahari ialah waktu yang pada saat itu semua benda yang berdiri tegak, menghadap ke arah kota Mekah, inilah yang disebut Yaum Rashd al-Qiblat.
Ini terjadi karena pada saat itu azimut matahari sama dengan azimut
kiblat tempat tersebut, atau nilainya berlawanan 180°. Saat bayangan
matahari itu menghadap ke arah kota Mekah
kalau deklinsai matahari nilainya plus (antara Maret–September) maka
bayang-bayang kiblat terjadi sesudah Zuhur. Jika deklinsai matahari
nilainya mines (antara September–Maret) maka bayang-bayang Kiblat
terjadi sebelum Zuhur. Mari
kita lakukan pengecekan dan penyempurnaan arah kiblat masjid di tempat
kita masing-masing. Ini bukan berarti adanya perubahan arah
kiblat. Sebenarnya arah kiblat tidak berubah. Perlunya penyempurnan
atau pemeriksaan ulang jika terdapat kesalahan setelah dilakukan
mengecekan (Djamaluddin, 2009). Dengan
bayangan matahari pada saat-saat tertentu yang disebutkan di bawah ini,
arah kiblat dapat lebih mudah dan lebih akurat ditentukan. Waktunya
diberikan banyak pilihan, silakan gunakan waktu yang sesuai dengan
mempertimbangkan keadaan cuaca dan konversi waktu setempat. Arah kiblat bisa ditentukan dari bayangan benda vertikal, misalnya tongkat, kusen jendela/pintu, atau sisi bangunan masjid. Saat matahari dinyatakan tepat berada di suatu daerah yakni ketika pada
awal waktu salat Zuhur. Untuk daerah yang mengalami siang bersamaan
dengan Mekah Indonesia Barat dan Indonesia Tengah menggunakan jadwal
berikut ini untuk menentukan arah kiblat. Arah kiblat adalah dari ujung bayangan ke arah tongkat, kusen jendela/pintu, atau sisi bangunan masjid ke ujung bayangan. Untuk
daerah yang mengalami siang berlawanan dengan Mekah seperti Indonesia
Timur menggunakan jadwal berikut ini untuk menentukan arah kiblat
menurut waktu setempat. Arah kiblat adalah dari tongkat, kusen jendela/pintu, atau sisi bangunan masjid ke ujung bayangan (Djamaluddin, 2009).
Tuntunan Untuk Pengecekan Arah Kiblat Pada Yaum Rashd al-Qiblah Dalam press release arah kiblat oleh Departemen Agama RI pada tanggal 12 Jumadil Akhir 1431 H/ 26 Mei 2010 M Diberitahukan kepada kaum muslimin di seluruh Indonesia, berdasarkan data astronomis bahwa pada hari Jum`at tanggal
28 Mei 2010 pukul 12:18 Waktu Saudi bertepatan dengan pukul 16:18 WIB
atau pukul 17:18 WITA Matahari melintasi tepat di atas Ka`bah sehingga
bayang-bayang semua benda yang berdiri tegak di mana saja akan berimpit
dengan arah Ka`bah di Mekah (depag.go.id). Sehubungan dengan itu, bagi kaum muslimin yang akan mengecek arah kiblat memanfaatkan moment ini, yaitu dengan cara: 1. Dirikan
benda tegak lurus diukur memakai lot pada pelataran yang rata, atau
cari benda yang berdiri tegak, misalnya tiang, pintu, jendela dan
sebagainya. 2. Cocokkan jam dengan RRI atau telkom (103) atau telkomsel (301) 3. Pada jam yang ditentukan di atas tandai bayang-bayang yang terbentuk dengan sebuah garis lurus. 4. Garis lurus inilah arah kiblat di tempat yang bersangkutan (depag.go.id).
Upaya Pembetulan Arah Kiblat: Bukan Membongkar Mihrab Masjid tetapi Jika
dalam pengecekan arah kiblat, ditemukan masjid yang kurang tepat arah
kiblatnya dengan kemelencengan yang cukup besar tentulah hal ini perlu
dikoreksi atau dibetulkan. Dalam melakukan pembetulan arah kiblat ini
perlu adanya satu kata antara pengurus (takmir) masjid dan seluruh
jamaah. Jangan sampai pembetulan arah kiblat ini justru menimbulkan
permasalahan baru, yang mungkin saja dapat menimbulkan friksi-friksi di
tengah-tengah jamaah yang tentu saja hal ini tidak kita inginkan
bersama. Pembetulan
arah kiblat ini bukan berarti merombak masjid atau musala, atau mungkin
menghancurkan mihrabnya. Tapi yang dimaksud di sisi adalah membuat
garis shaf yang baru. Shaf baru yang sesuai dengan perhitungan arah
kiblat yang benar. Konsekuensinya shaf yang baru mungkin tidak semitris
lagi dengan mihrab atau tidak sejajar lagi dalam dindingnya. Masalah
yang penting selanjutnya setelah kita melakukan pengecekan arah kiblat
masjid adalah sosialisasi. IBarat mengambil rambut dalam tepung.
Rambutnya dapat dikeluarkan dan tepungnya tidak tumpah. Penting kiranya
dilakukan pendekatan persuasif dan pemberian pemahaman tentang
permasalahan ini secara komprehensif sebelum melangkah lebih lanjut. Tantangannya,
bagaimana melakukan pengukuran dengan benar di lapangan, menyampaikan
hasil-hasilnya kepada masyarakat dan sekaligus mengedukasi publik agar
tidak terjadi situasi di mana ada pihak yang merasa “tersakiti”, yang
terjadi semata-mata hanya karena ketidakpahaman atas duduk perkara yang
sebenarnya. Kementerian Agama bersama MUI, BHR, BHRD, dan
kelompok-kelompok peminat hisab rukyat bisa melakukan sosialisasi
penyempurnaan arah kiblat tersebut.
Yaum Rashd al-Qiblah: Salah Satu Hikmah Di Balik Perubahan Arah Kiblat Dari Masjid al-Aqsha ke Ka’bah Kiblat
pertama kaum muslimin adalah ke arah Baitul Maqdis. Pada masa-masa awal
hijrah ke Madinahpun nabi masih berkiblat ke Baitul Makdis, di
Palestina. Walaupun menghadap ke Baitul Makdis, dalam hatinya Nabi
menginginkan untuk berkiblat ke Ka’bah. Setelah enam belas atau tujuh
belas bulan nabi berada di Madinah di tengah-tengah orang Yahudi dan
Nasrani beliau disuruh oleh Tuhan untuk mengambil ka'bah menjadi kiblat,
terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa dalam ibadat salat itu
bukanlah arah Baitul Makdis dan ka'bah itu menjadi tujuan, tetapi
menghadapkan diri kepada Tuhan. Hal ini untuk persatuan umat islam,
Allah menjadikan ka'bah sebagai kiblat. Hal ini diceritakan Allah dalam
firman-Nya:
Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,Maka
sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
palingkanlah mukamu ke arah Masjid al-Haram. dan dimana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjid al-Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan. QS. Al-Baqarah/2: 144
Bagi
orang-orang Yahudi menjadikannya sebagai bahan ejekan; dan selalu
berkata ”Kalian Muslimin tidak memiliki agama yang tetap, oleh sebab itu
kalian berdiri menghadap kiblat kami”. Dengan perintah Allah kiblat
tersebut diubah dari Baitul Makdis ke Mekah. Setelah itu, orang-orang
Yahudi mengajukan kritikan lain, yaitu bahwa jika kiblat yang pertama
benar, maka kenapa kalian mengubahnya; dan jika kiblat kedua yang benar,
maka salat kalian selama menghadap kiblat pertama, adalah sia-sia. Hal
ini diceritakan Allah dalam ayat sebelumnya:
Orang-orang
yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: "Apakah yang
memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Makdis) yang
dahulu mereka Telah berkiblat kepadanya? QS. Al-Baqarah/2: 142
Allah lalu menjawab pernyataan mereka bahwa Kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat. Tidak satu pun yang berhak mengklaim memiliki arah kiblat tertentu. Di samping itu pemindahan arah kiblat ini untuk mengetahui
(supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot atau
kembali kepada kekufuran; kembali pada ajaran agama mereka sebelumnya.
Pemindahan kiblat itu terasa amat berat, kecuali bagi
orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dengan demikian
sebagai ujian keimanan bagi mereka dari Allah. Allah berfirman:
Katakanlah:
"Kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat; dia memberi petunjuk kepada siapa
yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".Dan demikian (pula) kami
Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat
yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya
nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh
(pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang
telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
manusia. QS. Al-Baqarah/2: 142-143
Dan
Sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang diberi al-kitab (Taurat dan Injil), semua ayat
(keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamupun tidak
akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian merekapun tidak akan
mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Sesungguhnya jika
kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu,
Sesungguhnya kamu-kalau begitu-termasuk golongan orang-orang yang zalim. QS al-Baqarah/2: 145
Allah
Maha Mengetahui bahwa tidak sekedar ejekan Yahudi, hikmah yang bisa
kita petik dari pemindahan arah kiblat ini. Namun juga secara geografis,
andai kiblat tetap di Majid al-Aqsha (Batul Makdis) di Palestina; saat
ini kita akan kesulitan menentukan arah kiblat. Masjid al-Aqsha berada di lokasi dengan koordinat LU sebesar 31°46′ 40.93″. Garis ini jelas tidak dilalui matahari saat mihadaa (yaum rashd al-qiblat),
sebab deklinasi yang paling besar matahari hanya akan melewati pada
garis Lintang Utara tanggal 21 Juni, tepat berada di lintang 23.5° LU.
Sehingga tidak memungkinkan kita untuk menentukan arah kiblat dengan
melihat bayangan matahari ketika berpedoman pada masjid al-Aqsha (http://blogcasa.wordpress.com). Ka’bah
terletak di tengah al-Masjid al-Haram di Mekah; berada di garis
koordinat 21°25′ Lintang Utara. Garis ini di bawah 23.5° LU batas
matahari melakukan mihaadaa-nya. Jadi setiap yaum rashd al-qiblat;
hari di mana mata hari berada di atas kota Mekah; maka setiap bayangan
benda pada saat itu persis menghadap ke kota Mekah. Kita dapat melakukan
penentuan arah kiblat dengan bentuan; berbedoman pada bayang-bayang
tersebut. Karena pada saat itu matahari tepat berada di atas Ka’bah
sehingga bayang-bayang benda pada saat yang ditentukan tersebut persis
mengarah kota Mekah; arah bayang-bayang tersebutlah kiblat.
Ada yang persoalan yang mengganjal bagi penulis dalam permasalahan yaum rashd al-qiblah ini. 1. Beberapa
ahli Falak antara lain KH Slamet Hambali dan Ahmad Izzuddin sebagaimana
yang terdapat pada jadwal salat yang mereka keluarkan bersama
menyatakan bahwa yaum rashd al-qiblah itu dinyatakan suatu hari yang pada hari tersebut matahari tepat berada di atas Ka’bah. Ini sebagaimana juga dalam press
release arah kiblat Depag di atas. Ada baiknya pernyataan ini
diklarifikasi terlebih dahulu dengan data-data ephimeris matahari pada
saat itu. Jika kita mengecek tentang data matahari pada saat yaum rashd al-qiblah,
data yang diperoleh tidak eksak menunjukkan bahwa deklinasi matahari
pada saat itu berada di atas Ka’bah. Misalnya jika kita melakukan
pengecekan dengan program Mawaaqit versi 2001 (karya Khafid) dinyatakan
sebagai berikut:
a. Pada tanggal 28 Mei data δ (deklinasi matahari) pada jam 12:18 adalah 21° 28’ 12,2”. Adapun data lintang Ka’bah adalah 21° 25’LU. Dengan demikian pada saat yaum rashd al-qiblah
pada tanggal 28 Mei itu posisi matahari tidak tepat berada di atas
Ka’bah tapi berada di utara Ka’bah. Tapi posisi matahari masih berada di
sekitar kota Mekah. b. Pada tanggal 16 Juli δmatahari pada jam 12:27 adalah 21° 20’. Adapun data lintang
Ka’bah adalah 21° 25’. Demikian juga hamper sama dengan kondisi pada
tanggal 28 Mei di atas, pada tanggal 16 Juni ini pun posisi matahari
tidak tepat berada di atas Ka’bah tapi berada di selatan Ka’bah. Tapi
posisi matahari masih berada di sekitar kota Mekah.
Dari deklinasi matahari yang diperoleh di atas nyatalah bahwa matahari pada saat yaum rashd al-qiblat
tidak tepat berada di atas Ka’bah tapi lebih tepat kalau dinyatakan
berada di atas kota Mekah. Ini sesuai dengan pernyataan T Djamaluddin.
Sehingga bayangan yang terbentuk pada saat itu mengarah ke kota Mekah;
kota di mana tempat berdirinya Masjid al-Haram yang di dalamnya terdapat
bangunan Ka’bah.
2. Pelaksanaan Yaum Rashd al-Qiblah pada tahun-tahun Kabisat , untuk bulan-bulan setelah bulan Februari ditambahkan satu hari. Sehingga dapat dinyatakan bahwa Yaum Rashd al-Qiblah itu menjadi tanggal 29 Mei, 17 Juli, dan untuk daerah yang mengalami siang berlawanan dengan Mekah seperti Indonesia Timur menjadi 30 Nov. 3. Rentang dua
hari sebelum dan dua sesudahnya dari waktu di atas masih cukup akurat
(Djamaluddin, 2009). Jadi dengan demikian pengecekan arah kiblat itu
dapat dilaksanakan dalam lima hari di tiap moment yaum rashd al-qiblahnya.
Pelaksanaan Pengecekan Arah Kiblat pada Yaum Rashd al-Qiblat Bulan Mei
| | |
| | Pukul 16: 13 s/d 16: 23 WIB |
| | Pukul 16: 13 s/d 16: 23 WIB |
| | Pukul 16: 13 s/d 16: 23 WIB |
| | Pukul 16: 13 s/d 16: 23 WIB |
| | Pukul 16: 13 s/d 16: 23 WIB |
Pelaksanaan Pengecekan Arah Kiblat pada Yaum Rashd al-Qiblat Bulan Juli
| | |
| | Pukul 16: 22 s/d 16: 32 WIB |
| | Pukul 16: 22 s/d 16: 32 WIB |
| | Pukul 16: 22 s/d 16: 32 WIB |
| | Pukul 16: 22 s/d 16: 32 WIB |
| | Pukul 16: 22 s/d 16: 32 WIB |
Marilah
kita melakukan klarifikasi lebih lanjut terhadap pernyataan T
Djamaluddin di atas. Yakni dengan mengecek ulang deklinasi matahari
dalam rentang waktu tersebut menggunakan program Accurate Times 5.1
karya Mohammad Odeh, sebagai berikut:
Deklinasi Matahari pada saat Yaum Rashd al-Qiblah Mei 2010
Deklinasi Matahari pada saat Yaum Rashd al-Qiblah Juli 2010
Dari
tabel tiga dan empat di atas dapat kita lihat bahwasanya deklinasi
matahari pada waktu-waktu tersebut mendekati data lintang Ka’bah.
Kalaupun terdapat perbedaan, namun selisisihnya tidak sampai 30’ busur
sehingga dianggap cukup akurat.
Inilah salah satu hikmah bagi umat Islam dengan berkiblat ke Ka’bah dalam beribadah adalah terdapatnya waktu-waktu yang disebut dengan Yaum Rashd al-Qiblat.
Allah memberikan cara yang mudah bagi semua umat Islam dari semua
kalangan tanpa terkecuali untuk menentukan ataupun melakukan pengecekan
arah kiblat mereka. Untuk daerah yang mengalami siang bersamaan ataupun
mengalami siang berlawanan dengan daerah Mekah dapat menentukan ataupun
melakukan pengecekan arah kiblat mereka pada waktu-waktu yang telah
ditentukan di atas. Alangkah
bijaksana jika kita dapat memanfaatkan kehadirannya dengan semaksimal
mungkin. Marilah kita melakukan pengecekan arah kiblat masjid di tempat
kita masing-masing. Jika
dari hasil pengamatan tersebut terdapat kesalahan yang besar, maka
perlu dilakukan koreksian dengan cara pembetulan shaf. Dengan demikian
akan menambah keyakinan dan melenyapkan keragu-raguan dalam beribadah.
Insya Allah ibadah salat yang kita laksanakan lebih sempurna secara
syari’ah. Wallahu a’lamu bi ash-shawab
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. ke-1, 1993
Djamaluddin, T , Penyempurnaan Arah Kiblat dari Bayangan Matahari, Makalah Perkuliahan Astronomi, 26 Mei 2009
____________, Gempa Tidak Sebabkan Pergeseran Kiblat, http: // (t-djamaluddin.space.live.com) diakses pada tanggal 1 Mai 2010 Khafid, Penentuan Arah Kiblat, Makalah Pelatihan Penentuan Arah Kiblat, Cibinong, 22 Februari 2009
Makna Arah Kiblat, http://casa.assalaam.or.id diakses pada tanggal 14 Februari 2010
Press Release Arah Kiblat, 12 Jumadal Akhirah 1431 H/ 26 Mei 2010 M, www.depag.go.id diakses pada tanggal 1 Juni 2010
Sayyis, as- Muhammad Ali, Tafsir Ayat al-Ahkam, Tt: Tp Shihab, M Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol 6, Jakarta: Lentera Hati, 2004
___________, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol 7, Jakarta: Lentera Hati, 2004
___________, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol 9, Jakarta: Lentera Hati, 2004
Ahli kitab mengatakan bahwa rumah ibadah yang pertama dibangun berada di Baitul Maqdis, oleh karena itu Allah membantahnya.
yang dimaksud dengan menghilangkan kotoran di sini ialah memotong rambut, memotong kuku, dan sebagainya. maksudnya
ialah nabi Muhammad saw sering melihat ke langit mendoa dan
menunggu-nunggu Turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke
Baitullah.