Ayat-Ayat Kosmologi
Abstrak
Pembahasan ayat-ayat tentang penciptaan alam semesta terkait dengan ayat-ayat kauniyah. Penafsirannya dibantu dengan pendekatan ilmu pengetahuan agar makna ayat-ayat tersebut dapat diselami. Para mufassir klasik maupun modern mencoba menjelaskannya dengan ulum at-tafsir juga didekati dengan pendekatan ilmu pengetahuan yang tentu saja sesuai dengan perkembangannya pada masa itu. Kebenaran ilmiah yang dipaparkan al-Qur’an, tujuan pemaparan ayat-ayat tersebut untuk menunjukkan kebesaran Allah dan ke-Esaan-Nya. Serta mendorong manusia seluruhnya untuk melakukan observasi dan penelitian demi lebih menguatkan iman dan kepercayaan kepada-Nya. Kata kunci: kosmologi, penciptaan alam semesta, penafsiran, dan ilmu pengetahuan
A. Pendahuluan
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, orang mulai melakukan pengamatan lebih rasional terhadap alam semesta. Astronomi berkembang, dari pengamatan bintang dan planet melebar ke studi struktur dan evolusi alam semesta. Lahirlah Kosmologi, sains yang mencari pemahaman fundamental alam semesta[1].Menarik jika kita melihat hubungan Sains dengan Teologi. Kosmologi Islam menjadi contoh yang sangat bagus untuk menggambarkan hubungan harmonis di antara kedanya: bagaimana sains membantu memahami al-Quran. Tulisan ini akan menyajikan bagaimana Islam mengajarkan Kosmologi pada umat manusia dari literatur paling utama: al-Quran. Dan kemudian kita akan melihat bagaimana sains membahas dalam kasus yang sama. Bukan bermaksud untuk mencocok-cocokkan agama dengan sains atau sebaliknya[2].Sebagai muslim tentu percaya al-Quran mutlak kebenarannya, walau mungkin kemampuan kita belum cukup memahami maknanya. Sementara kebenaran sains itu relatif, sebuah teori (dalam sains) dianggap benar selama tidak ada teori yang membuktikan itu salah. Teori yang dianggap benar sekarang bisa jadi usang 100 tahun lagi. Pemaparan literatur sains yang dilakukan adalah sejauh pemahaman sains itu sendiri dan teknologi yang menyertainya. (Topik ini enak dibahas tapi beresiko besar terjebak dalam pembahasan “kemutlakan agama” [3].Pengamatan kita tentang alam semesta ini dalam kerangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Yakni dengan menyaksikan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya melalui ayat –ayat kauniyah-Nya yang terhampar luas di alam semesta.

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? QS. Al-Fush-shilat/41: 9


Pengertian afaq dalam ayat di atas sangat luas dan mendalam. Mencakup semua yang ada di langit dan di bumin serta di antara keduanya. Semua itu dalam penjelasan al-Qur’an merupakan tanda-tanda kekuasaan-Nya[4].

Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah yang akan dibahas dalam kesempatan ini adalah tentang ayat-ayat tentang penciptaan alam semesta (kosmologi). Untuk memahami ayat-ayat kauniyah (terkait dengan fenomena alam) ini, penafsirannya perlu menggunakan pengetahuan kosmologi sehingga pesan-pesan yang terdapat dalam ayat tersebut dapat difahami dengan baik.
B. Ayat-Ayat tentang Penciptaan Alam Semesta dan Penafsirannya
Dalam meruntut pembicaraan al-Qur’an tentang Kosmologi, pemakalah dalam penentuan ayat- ayat yang terkait, mengambilnya dari konsep yang ditawarkan Achmad Baiquni tentang penciptaan alam semesta dalam bukunya Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman. Karena pembahasannya sejalan dengan pengetahuan Kosmologi modern. Lalu ayat-ayat yang telah ditentukan tersebut diuraikan penafsirannya menggunakan Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Karya M. Quraish Shihab dan Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib karangan Fakhr ad-Din ar-Razi. Hal ini untuk mewakili penafsiran ulama yang menggunakan pendekatan ilmiyah sebagai salah satu pendekatan penafsirannya. M. Quraish Shihab mewakili mufassir modern dan Fakhr ad-Din ar-Razi mewakili mufassir klasik. Ayat-ayat al-Qur’an yang terkait dengan penciptaan alam semesta[5] itu adalah:
1. QS. al-Anbiya’/21: 30
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? QS. al-Anbiya’/21: 30
Tema sentral QS. al-Anbiya’ adalah tentang kenabian. Ia dawali dengan uraian tentang dekatnya hari kiamat dan keberpalingan manusia dari ajakan kebenaran[6] Ayat ini termasuk dalam pengelompokan ayat (ayat 21-33 QS. al-Anbiya’) yang berbicara tentang bukti keesaan Allah dan kuasa-Nya. Setelah pada ayat sebelumnya mengemukakaan tentang berbagai argumen tentang keesaan Allah baik yang bersifat aqli maupun naqli; yakni yang bersumber dari kitab-kitab suci, maka kini kaum musyrik diajak untuk menggunakan nalar mereka guna sampai pada kesimpulan yang sama dengan apa yang dikemukakan itu.[7] Kata ratqan dari segi bahasa berarti terpadu[8] atau tertutup[9] sedang fafataqnaahumaa terambil dari kata fataqa yang berarti terbelah/ terpisah[10]. Ibnu ‘Abbas menyatakan lalu Allah memisahkan keduanya dan Dia mengangkat langit ke posisi di mana ia berada sedang Bumi tetap pada tempatnya. Ka’ab mengatakan bahwa Allah menciptakan langit yang padu lalu Ia menciptakan uadara yang dihembuskan ke tengh-tengah keduanya sehingga keduanya terpisah[11]. Langit itu dikatakan ratqan apa bila tidak turun hujan dan bumi dikataka ratqan bila tidak ada retakan. Lalu Allah memisahkan keduanya dengan air dan tumbu-tumbuhan yang menjadi rezki bagi manusia[12].Firman Wa ja’alnaa min al-ma-i kull syay-i hayy ada yang memaknainya dalam arti segala yang hidup membutuhkan air, atau pemeliharan kehidupan segala sesuatu adalah dengan air, atau kami jadikan cairan yang terpancar dari shulbi (sperma) segala yang hidup yakni dari jenis binatang[13]. Sebagian mufassir mengartikannya termasuk di dalamnya tumbuh-tumbuhan dan pohon yang tumbuh karena ada air yang menjadikannya subur, hijau dan berbuah[14].Ayat di atas mengisyaratkan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan padu. Alam yang padu itu lalu dipisahkan oleh Allah. Namun al-Qur’an tidak menjelaskan kapan dan bagaimana terjadinya pemisahannya itu[15].
Para ulama berbeda pendapat dalam memahami ayat ini. Di antaranya ada yang memahami dalam arti langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan yang terpadu. Hujan tidak turun dan bumi pun tidak ditumbuhi pepohonan. Allah lalu membelah langit dan bumi dengan jalan menurunkan hujan dari langit dan menumbuhkan pepohonan di bumi[16]. Ada lagi pendapat yang menyatakan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan sesuatu yang utuh tidak terpisah, kemudian Allah pisahkan dengan mengangkat langit ke atas dan membiarkan bumi di tempatnya berada di bawah lalu memisahkan keduanya dengan udara lalu langit menurunkan hujan sehingga menumbuhkan tanaman di Bumi dan Allah menjadikan air sumber kehidupan [17].Al-Qur’an memerintahkan orang-orang yang kafir, untuk mengamati dan mempelajari alam semesta yang padu lalu dipisahkan oleh-Nya. Observasi itu diharapkan dapat mengantarkan mereka kepada keimanan atas kemahakusaan-Nya.
2. QS. Adz-Dzariyat/51: 47
Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa. QS. Adz-Dzariyat/51: 47 Tema utama QS Adz-Dzariyat adalah uraian tentang hari kiamat yang dibuktian antara lain dengan membuktikan keesaan Allah. Ayat di atas termasuk kelompok ayat 38- 51 QS. Adz-Dzariyat) yang membuktikan keesaan Allah dengan tokoh sentralnya nabi Musa[18].
Menurut al-Biqa’i ayat yang sebelumnya menegaskan bahwa siksa yang menimpa generasi yang terdahulu bersumber dari atas langit. Boleh jadi ada yang menduga bahwa hal tersebut disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada ciptaan Allah—di langit itu. Ayat ini menampik dugaan tersebut sambil menegaskan kekokohan dan kuatnya ciptaan Allah itu[19]. Kata ayd bentuk jamak dari yad/ tangan. Banyak ulama yang mengartikannya kuasa dan ada juga yang mengartikannya nikmat. Maha luas Kuasa serta Maha luas Nikmat-Nya. Kalimat wa innaa lamuusi’uun/ sesungguhnya kami benar- benar maha Luas difahami oleh al-Biqa’i dengan pengertian maha Kaya lagi maha Kuasa tanpa batas. Terambil dari kata wus’u yakni kemampuan[20].
Komentar tim pengusun Tafsir al-Muntakhab yang terdiri dari pakar Mesir kontemporer bahwa ayat ini mengisyaratkan beberapa isyarat ilmiah. Antara lain, Allah menciptakan alam yang luas ini dengan kekuasaan-Nya. Dia maha Kuasa atas segala sesuatu. Kata sama’ berarti segala sesuatu yang berada di atas dan menaungi. Maka segala sesuatu yang ada di sekitar benda langit dan tata surya di sebut sama’. Alam raya kita amat luas, lalu mengartikan wa innaa lamuusi’uun/ sesungguhnya kami benar- benar maha meluaskan (yakni alam raya ini) menunjukkan hal itu. Artinya, kami meluaskan alam itu sebegitu luasnya semenjak diciptakan. Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa meluasnya alam ini terus berlangsung sepanjang masa[21].
3. QS. Al-Fush-shilat/41: 9.
Katakanlah: "Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam". QS. Al-Fush-shilat/41: 9
Tema utama QS. Al-Fush-shilat adalah pembuktian tentang kebenaran al-Qur’an, bantahan terhadap kepercayan kaum musyrikin serta ancaman terhadap mereka. Dan tuntunan kepada nabi bagaimana menghadapi mereka[22]. Ayat sebelumnya berisikan kecaman terhadap orang musyrikin, baik karena sikap mereka menyekutukan Allah, keniscayaan kiamat dan kedurhakaan lainnya. Ayat ini menjelaskan betapa buruknya sikap tersebut sekaligus memaparkan betapa kuasanya Allah[23]. Firman-Nya latakfuruwna/ kamu kafir terkait dengan beberapa persoalan, antara lain: pernyataan mereka bahwa Allah tidak sanggup membangkitakan kembali orang yang telah meninggal, mempertanyakan tentang kerasulan nabi Muhammad dan pernyataan mereka bahwa Allah punya anak[24]. Dan Perbuatan menyekutukan Allah itu merupakan perbuatan aniaya yang besar (zulmun kabiirun)[25].
4. QS. Al-Fush-shilat/41: 10
Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. dia memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. QS. Al-Fush-shilat/41: 10
Allah menciptakan bumi serta memperindahnya. Juga menciptakan gunung yang kukuh di atasnya agar bumi yang terus berotasi itu tidak oleng[26]. Dan ia melimpahkan aneka kebajikan sehingga ia berfungsi sebaik mungkin da dapat menjadi hunian yang nyaman buat manusia dan hewan. Serta menentukan kadar makanan- makanan untuk para penghunyinya. Semua itu telaksana dalam empat hari; dua hari untuk penciptaan bumi dan dua hari untuk pemberkahan dan penyiapan makanan bagi para penghuninya[27].Kata qaddara berarti memberi kadar, yakni kualitas, kuantitas cara dan sifat-sifat tertentu sehingga dapat berfungsi dengan baik. Dapat juga berarti memberinya potensi untuk menjalankan fungsi yang ditetapkan Allah bagi masing-masing. Kata aqwat merupakan bentuk jama’ dari kata qut yang pengertiannya mencakup makna pemeliharaan dan pengawasan Allah, sehingga penentuan kadar qut ini tidak hanya menyangkut makanan jasmani tetapi mencakup pengaturan Allah terhadap bumi yang menjadi hunian manusia. Sebagai contoh terkait gaya Gravitasi Bumi sehingga ia berputar/rotasi pada garis edarnya dan. Gaya Gravitasi benda-benda langit ini melindunginya juga untuk tidak melenceng dari garis edarnya sehingga tidak saling bertabrakan[28]. Dan wa qaddara fiyhaa menurut Muhammad ibn Ka’ab menentukan makanan bagi tubuh sebelum penciptaannya. Mujahid mengatakan Allah menentukan makanan dari hujan, yang dimaksud di sini makan untuk Bumi bukan untuk penduduknya[29].
5. QS. Al-Fush-shilat/41: 11
Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu dia Berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati". QS. Al-Fush-shilat/41: 11 Kata tsumma/kemudian dipahami sementara ulama bukan dalam arti jarak waktu karena Allah tidak membutuhkan jarak waktu untuk menciptakan sesuatu. Tetapi mengisyaratkan kehebetan ciptaan langit jauh melebihi penciptaan Bumi. Memang Bumi kita kecil dalam samudera alam semesta yang luas. Dan kata istawa digunakan dalam arti menguasai. Pada ayat di atas ia merupakan ilustrasi kehendak dan kuasa Allah menciptakan langit. Ini sama sekali bukan berarti Allah menuju ke satu tempat dan berpindah ke sana karena ia Maha Suci dari tempat dan waktu[30]. ‘Arsy Allah berada di atas air sebelum penciptaan langit dan Bumi. Lalu Allah menjadikan air itu panas sehingga menimbulkan buih dan asap. Adapun buih yang berada di atas air lalu Allah menjadikannya kering maka terciptalah Bumi. Adapun asap maka ia naik dan tinggi, Allah menjadikannya bahan dasar langit [31] Kata dukhan biasanya diterjemahkan asap. Para ilmuan--di antaranya Zaghlul an-Najjar-- memahaminya dalam arti satu benda yang terdiri pada umumnya dari gas yang mengandung benda-benda yang sangat kecil namun kukuh. Berwarna gelap atau hitam dan mengandung panas[32] ada juga yang mengartikannya dengan kabut[33].Firman-Nya I’tiyaa thau’an au karhan/ datanglah kamu berdua suka atau terpaksa. Ini ilustrasi yang mengibaratkan langit dan bumi sebagai satu sosok yang diperintah. Sayyid Quthub menyatakan sungguh ia adalah isyarat yang mengagumkan tentang kepatuhan alam raya kepada ketentuan Allah serta hubungan yang erat menyangkut hakikat alam ini dengan penciptanya—yakni hubungan penyerahan diri terhadap kalimat dan kehendak-Nya[34].
6. QS. Al-Fush-shilat/41: 12
Maka dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. QS. Al-Fush-shilat/41: 12 Kata auha terambil dari kata wahyu yakni isyarat yang cepat yang menginformasikan sesuatu yang disembunyikan. Agaknya penggunaan kata ini yang mengandung makna kecepatan dan kerahasiaan mengesankan bahwa kerahasiaan yang menyelubungi langit jauh lebih banyak dan kompleks daripada bumi[35] Allah menyempurnakan ciptaan-Nya dan menciptakan langit pada dua hari yang lain sehingga sempurnalah penciptaan alam kauniyah ini dalam enam hari. Allah lalu menciptakan dan menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan alam semesta ini. Menghiasi langit dunia dengan bintang gemintang yang tunduk pada garis edarnya selamanya, sehingga datang kiamat[36]. Fiman Allah wa awhaa fii kuli samain amraha, menurut Muqatil, Allah memerintahkan peraturan yang dikehendaki-Nya bagi tiap-tiap langit. Qatadah mengatakan Allah menciptakan di langit berupa Mata hari, Bulan dan bintang. As-Saddi Allah menciptakan pada tiap-tiap langit itu malaikat dan di Bumi berupa samudera, gunung-gunung dan sungai. Pada tiap langit itu terdapat ‘rumah”(seperti Ka’bah) dan para malaikatitu senantiasa thawaf padanya. Yang lain menafsirkannya bahwa Allah menetapkan bagi masing-masing lagit itu peraturan/ ketentuannya sendiri-sendiri[37].
7. QS. Ath- Thalaq/65 : 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. QS. ath- Thalaq/ : 12 Tema QS. ath- Thalaq adalah uraian tentang thalaq dan hal-hal yang terkait. Pada ayat ini termasuk kelompok ayat 8-12, Allah menyandingkannya dengan peringatan, tuntunan dengan ancaman, apalagi boleh jadi ada yang merasa enggan melaksanakan tuntunan itu[38] Ayat sebelumnya menjelaskan aneka anugerah Allah yang diterima oleh mereka yang beriman dan beramal soleh. Untuk lebih meyakinkan kebenaran janji itu ayat di atas menunjukkan betapa besar kuasa-Nya dengan menyatakan Allah yang menciptakan tujuh langit dan bumi.[39] Firman Allah wa min al-ardhi mitslahunn/ dan Bumi seperti mereka, ada yang memahaminya dalam arti bilangan bumi seperti bilangan tujuh langit. Pendapat lain menyatakan keserupaan itu dari sisi penciptaan. Walaupun Bumi itu hanya satu tapi penciptaanya tak kalah mengagumkan dibandingkan dengan langit yang tujuh[40].
Fakh ad-Din ar-Razi menyatakan bumi memiliki tujuh iklim sebagaimana langit dan tujuh “rasi” bintang yang terdapat di dalamnya. Tujuh “rasi” bintang tersebut masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga masing-masingnya membawa pengaruh terhadap iklim di bumi yang berbeda pula. Sementara yang lain menafsirkan tujuh langit itu dengan gelombang, padang pasir, besi, tembaga, perak, emas, dan permata[41].Dan firman Allah yatanazzal al-amra bainahunn/ perintah Allah berlaku padanya. Kata ‘amr menurut Thabathaba’i adalah kalimat perwujudan. Bersumber dari Allah sehingga terwujud dalam kenyataan apa yang diperintahkan itu berupa dampak sesuatu atau rezki, kematian, kehidupan kemuliaan, kehinaan, perintah-perintah dan ketetapan-ketetapan Allah lainnya[42]. Atha’ menyatakan wahyu diturunkan kepada setiap langit dan bumi tersebut. Muqatil menyatakan ayat di atas menjelaskan tentang turunnya wahyu dari langit al-‘ulya ke langit sufla[43].
8. QS. as-Sajdah/ : 4
Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? QS. as-Sajdah/ : 4
Tema utama QS. as-Sajdah yaitu ajakan tunduk kepada Allah, pencipta alam raya dan manusia serta pengaturnya. Juga tentang kebenaran nabi Muhammad serta tentang hari Kiamat.[44] Kata ayyaam, tentang hari-hari tersebut tidak seorangpun yang mengetahuinya secara persis. Kondisnya tidak sama dengan hari-hari yang kita kenal (sekarang) di dunia. Karena pada saat itu sebelum diciptakannya dunia, sebelum diciptakannya siang dan malam[45]. Fakhr ad-Din ar-Razi mengartikannya dengan enam priode: langit, bumi dan sesuatu yang terdapat di antara keduanya terkait dengan zat dan sifat masing-masingnya[46]. Zaghlul an-Najjar mengemukakan proses penciptaan alam raya yang melalui enam priode itu sebagai berikut:
1. priode ratq yakni gumpalan yang menyatu, ini merupakan asal kejadian langit dan Bumi.
2. al-fatq yakni masa terjadinya dentuman dahsyat Big Bang yang pengakibatkan terjadinya awan/ kabut asap.
3. terciptanya unsur-unsur pembentukan langit yang terjadi melalui gas hidrogen dan helium.
4. terciptanya Bumi dan benda-benda angkasa dengan berpisahnya awan yang berasap itu serta memadatnya akibat daya tarik
5. masa penghamparan Bumi, serta pembentukan kulit Bumi lalu pemecahannya, pergerakan oasis dan pembentukan benua-benua dan gunung-gunung, serta sungai-sungai dan lain-lannya.
6. priode pembentukan kehidupan dalam bentuknya yang paling sederhana, hingga penciptaan manusia[47]
Firman Allah tsumma istawa ‘ala al-ardh, ada kalangan mufassir yang berserah diri untuk menyerahkan maknanya pada Allah sedang sebagian yang lain mencoba untuk menafsirkannya bahwa ‘arsy itu melambangkan kebesaran/ keagungan suatu kerajaan[48].
9. QS. Hud/11: 7
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu Berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata". QS. Hud/11: 7
QS. Hud membicarakan tentang kedudukan, keistimewaan serta tantangan al-Qur’an, larangan mempersekutukan Allah. Dan Rasulullah bertugas penyampai berita gembira dan peringatan khususnya menyangkut hari kebangkitan. Surah ini juga menguraikan tentang pengetahuan Allah, penciptaan, pengaturan, pengendalian-Nya terhadap alam semesta dan semua makhluk. Serta uraian tentang kebinasaan para pembangkang dan aneka tuntunan bagi yang taat[49].
Ayat sebelumnya berisikan tentang pengetahuan Allah yang tidak terbatas. Selanjutnya pada ayat ini dijelaskan Dia lah sendiri tanpa bantuan siapapun dalam menciptakan bumi, langit beserta isinya dalam enam hari[50]. Dua hari untuk penciptaan langit, dua hari untuk bumi dan dua hari untuk sarana kehidupan makhluk untuk sengetahui siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya. Lalu dilanjutkan dengan kecaman Allah terhadap orang kafir yang mengingkari hari kebangkitan. Mereka mengataka bahwa itu hanyalah sihir semata—suatu ilusi yang tidak ada hakikatnya, sebagaimana sihir yag dapat mempermainkan dan menipu akal untuk mengalihkan seseorang dari kenikmatan duniawi[51].
Kata ayyam yang merupakan bentuk jama’ dari yaum berarti hari. Ada ulama yang mengartikannya sama dengan pengertian hari (satu hari setara dengan 24 jam) dengan alasan ayat ini ditujukan kepada manusia dan menggunakan bahasa mereka. Dan mereka memahami satu hari adalah 24 jam. Sementara yang lain berpendapat bahwa hari yang dimaksud di sini terkait dengan relativitas waktu sehingga difahamilah kata yaum berarti priode atau masa yang tidak secara pasti dapat ditentukan berapa lama waktunya tersebut. Dalam menjelaskan kata yaum, al-Qur’an memiliki beberapa pengertian, seperti pernyataan bahwa satu hari itu sama dengan seribu tahun QS. al-Hajj/22: 47 atau lima puluh ribu tahun seperti yang terdapat pada QS. al-Ma’arij/70: 4[52].
Kata arsy dari segi bahasa berarti tempat duduk raja atau singgasana. Kata ini biasa juga difahami dalam arti kekuasaan atau ilmu. Menggutip Thahir ibn Asyur dalam menafsirkan wa kaana arsyuhu ala al-maa’ menyatakan bahwa air juga telah tercipta sebelum langit dan bumi. Sementara pakar berpendapat bahwa air dan uap merupakan bahan penciptaan langit dan bumi. Namun demikian bahwa rincian atau kaifiyah/caranya tidak dapat dijangkau oleh pemahaman kita[53]. As’ad Mahmud Humad menjelaskan bahwa arsy Allah yang Maha pengasih yang Maha mengetahui hal-hal ghaib yang tidak dapat dijangkau/ ketahui oleh panca indra, tidak dapat diilustrasikan dengan fikiran. Dan tidak dapat dijelaskan “duduk”-Nya di atas arsy tersebut[54]. Firman wa kaana ‘arsyuhu ‘ala al-maa’ menurut Abu Muslim al-Ashfahani, mendirikan langit itu di atas air. Ia menjelaskan bahwa apabila Allah membangun langit di atas air adalah sesuatu yang baru dan menakjubkan. Karena bangunan sesuatu yang lemah (langit) jika tidak didirikan di atas tanah yang padat tidak akan kokoh. Maka mengagumkan mendirikannya di atas air[55].
M. Quraish Shihab menyatakan bahwa janganlah mengatakan alam yang sedemikia luas, sedang manusia begitu kecil. Tidak wajar menciptakan semua hanya untuk mengujinya. Karena ada tujuan yang lain yang tidak disebutkan Allah di sini. Allah menciptakannya bagi yang lain, tapi karena al-Qur’an diturunkan untuk manusia sehingga apa yang berkaitan dengan tugas mereka saja yang diuraikannya dan agar pada diri manusia lahir kesadaran untuk memanfaatkan kehadiran alam raya semaksimal mungkin guna menyukseskan tujuan penciptaan dan kekhalifahan mereka[56].Firman Allah inna hadza illaa sihr mubiin, sihir adalah berbuatan batil yang nyata[57].
10. QS. Fathir/35: 41
Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun QS. Fathir/35: 41
Menurut Thabathaba’i QS. Fathir tema pokoknya menjelaskan terntang tiga prinsip pokok ajaran Islam. Yakni keesaan Allah, risalah kerasulan, dan hari kebangkitan sambil menguraikan bukti-buktinya. Setelah menguraikan nikmat-nikmat Allah yang terbentang di langit maupun di Bumi, sambil menjelaskan pengaturannya yang begitu teliti menyangkut alam raya, khususnya manusia. Ada pun ayat di atas termasuk dalam kelompok (ayat 39-45) yang berbicara tentang keesaan Allah[58]. Setelah ayat sebelumnya membuktikan bahwa tidak adanya keterlibatan siapa pun menyangkut penciptaan dan pengaturan alam, pada ayat ini membuktikan bahwa Allah adalah al-Qayyim—satu-satunya yang menangani dan mengatur alam sempurna sehingga terlaksana secara sempurna segala kebutuhan makhluk di langit dan di Bumi[59].
Kata yumsiku pada awalnya berarti memegang sesuatu dengan tangan sehingga yang dipegang tidak lepas atau berpencar. Ayat mengilustrasikan kamantapan sistim alam semesta yang dikendalikan oleh Allah. Hal ini bagaikan sesuatu yang dipegang sehingga tidak dapat lepas kecuali bila yang memegang kendali melepaskannya. Di antaranya Allah mengatur peredaran alam semesta ini melalui gaya gravitasi. Sehingga masing-masingnya beredar sesuai dengan orbitnya[60].
Kata tazulaa dan zaalataa terambil dari kata zaala yang berarti lenyap, binasa atau berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Dan kedua pengertian itu dapat digunakan pada ayat di atas. Allah Pengatur peredaran benda-benda langit sehingga tidak tidak saling bertabrakan dan binasa. Serta mengatur rotasinya sehingga tidak berpindah dan bergerak kecuali kecuali ke arah yang telah ditetapkan-Nya.
Firman Allah: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya QS. Yasin/ 36: 40Firman-Nya lain zaalataa mengisyaratkan bahwa suatu saat alam semesta akan lenyap atau bergerak yang tidak menentu arahnya sehingga lalu Aterjadi tabrakan. Itu terjadi menjelang kiamat ketika Allah melepaskan “genggaman-Nya” terhadap langit dan bumi sehingga masing-masing tanpa pengaturan[61].
11. QS. al-Anbiya’/21: 104
(Yaitu) pada hari kami gulung langit sebagai menggulung lembaran - lembaran kertas. sebagaimana kami Telah memulai panciptaan pertama begitulah kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti kami tepati; Sesungguhnya kamilah yang akan melaksanakannya. QS. al-Anbiya’/21: 104
Ayat QS. al-Anbiya’/21: 104 ini termasuk ke dalam kelompok ayat 92- 112 QS. al-Anbiya’ merupakan kelanjutan dari penjelasan kelompok ayat sebelumnya yang berbicara tentang para nabi yang diutus Allah. Mereka semua membawa ajaran yang mempunyai prinsip-prinsip yang sama, yakni Islam. Selanjutnya kelompok ayat ini menunjuk kepada ajaran agama itu[62]. Ayat ini sendiri berisikan tentang ketakutan yang besar dan terbesar orang yang durhaka pada Allah berawal pada hari kiamat. Ketika itu berawal proses penghitungan dan pembalasan[63] Allah menggulung langit laksana menggulug lembaran buku. Allah akan mengembalikan sebagaimana awal penciptaannya. Allah Maha kuasa berbuat demikian[64].
Kata as-sijjil berarti buku, lembaran yang ditulisi dan dapat juga berarti penulis. Sementara ulama pengartikannya dengan penulis—yaitu para malaikat sedang yang dimaksud al-kutub adalah kitab yang mencatat amal-amal manusia. Langit bila ditutup atas kuasa Allah “ Semua langit dilipat dengan tangan kanan-Nya” QS az-Zumar/39: 67. Dengan pengertian semua langit hilang dari pandangan dan pengetahuan siapa pun kecuali oleh Allah dan siapa yang dikehendaki-nya. Kata khalq pada ayat dia atas berbentuk nakirah. Hal tersebut bertujuan menggambarkan rincian dan keumuman sehingga mencakup apa pun makhluk yang dikehendaki Allah untuk diwujudkan kembali setelah kematian/ kepunahannya.[65]
Dari sebelas ayat-ayat yang menerangkan tentang penciptaan alam, sebelas di antaranya adalah ayat-ayat makkiyah. Satu adalah ayat madaniyah yaitu QS ath-Thalak/65: 12. Menurut M Quraish Shihab di antara kandungan ayat makkiyah adalah pengetahuan tentang sifat dan af’al Allah serta kecaman dan ancaman Allah kepada orang-orang musyrik dari kebenaran. Jika kita runtut penafsiran ayat- ayat di atas pembicaraannya berkisar pada keingkaran orang-orang musyrik dengan tetapmenyekutukan Allah. Walaupun di hadapan mereka telah terbentang bukti-bukti tentang keesaan dan kemahakuasaan-Nya[66].
Di antara bukti-bukti tentang keesaan dan kemahakuasaan Allah itu ditegaskan dalam al-Qur’an tentang penciptaan alam semesta yang begitu hebat pengaturan, begitu menakjubkan, begitu luar biasa indah… semua itu tentu petunjuk adanya yang Mahaesa, Maha Pencipta; Allah Subhanah wa Ta’ala. Demikian juga dengan ayat tentang penciptaan alam yang madaniyah, karena di antara kandungan ayat madaniyah adalah sikap terhadap orang kafir, musyrik dan ahl al-kitab. Itulah gambaran kandungan ayat-ayat tentang penciptaan alam semesta dalam kerangka di atas.
C. Penciptaan Alam Menurut Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Setiap orang bebas dan berhak untuk menyatakan kapan dan bagaimana suatu peristiwa, yang terkait dengan wilayah ilmu pengetahuan itu terjadi. Tetapi ia tidak berhak untuk mengatasnamakan al-Qur’an berkaitan dengan pendapatnya jika pendapat tersebut melebihi kandungan redaksi ayat. Karena al-Qur’an menguraikannya. Tapi ini bukan berarti dihalangi untuk memahami arti suatu ayat terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Selama pemahaman tersebut sejalan dengan prinsip ilmu tafsir yang telah disepakati, maka tak ada persoalan[67].
Pemahmanan al-Qur’an sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan ini tidak dapat dinamakan tafsir tapi lebih mirip untuk dinamai tathbiq (penerapan).Setiap muslim berkewajiban mempercayai segala sesuatu yang dikandung oleh al-Qur’an. Sehingga bila seseorang mengatasnamakan al-Qur’an untuk membenarkan penemuannya, ini berarti ia mewajibkan setiap muslim untuk mempercayai apa yang diklaimnya itu. Sedang yang hakikatnya belum tentu demikian. Sementara ulama tidak membenarkan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan penemuan, teori ilmiah yang belum mapan. Agaknya ini bertujuan untuk menghindari jangan sampai al-Qur’an dipersalahkan bila di kemudian hari terbukti teori atau penemuan ilmiah itu keliru[68].
Berkaitan dengan pembahasan kita, konsepsi mengenai alam semesta ini sebenarnya mulai mengalami perubahan sejak tahun 1929 ketika Hubble melihat dan yakin bahwa galaksi-galaksi di sekitar Bima sakti menjauhi kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jarak dari bumi; yang lebih jauh kecepatannya lebih besar, sehingga dalam sains terdapat istilah alam yang mengembang (expanding universe). Hal ini mengingatkan orang pada pacuan kuda; kuda yang paling laju akan berlari paling depan. Karena kelajuan dan jarak masing-masing galaksi dari bumi diketahui, tidak sulit untuk menghitung kapan mereka itu mulai berlari[69].Pada tahun 1952 Gamow berkesimpulan bahwa galaksi-galaksi di seluruh jagad-raya yang cacahnya kira-kira 100 milyar dan masing-masing rata-rata berisi 100 milyar bintang itu pada mulanya berada di satu tempat bersama-sama dengan bumi, sekitar 12 milyar tahun yang lalu[70].
Materi yang sekian banyaknya itu terkumpul sebagai suatu gumpalan yang terdiri dari neotron; sebab elektron-elektron yang berasal dari masing-masing atom telah menyatu dengan protonnya dan membentuk neotron sehingga tak ada gaya tolak listrik antara masing-masing elektron dan antara masing-masing proton[71]. Gumpalan ini berada dalam ruang alam dan tanpa diketahui sebab musababnya meledak dengan sangat dahsyat sehingga terhamburlah materi ke seluruh ruang alam; peristiwa inilah yang kemudian terkenal sebagai "dentuman besar" (big bang) [72].Gumpalan sebesar itu tak pernah bergelimpangan di ruang kosmos; sebab gaya gravitasi gumpalan itu begitu besar sehingga ia akan teremas menjadi sangat kecil. Lebih kecil dari bintang pulsar yang jari-jarinya hanya sebesar 2 sampai 3 kilo meter dan massanya kira-kira 2 sampai 3 kali massa mata hari, dan bahkan lebih kecil dari lobang hitam (black hole) yang massanya jauh melebihi pulsar dan jari-jarinya menyusut mendekati ukuran titik. Gambarkan saja dalam angan-angan, berapa besar kepadatan materi dalam titik yang volumenya nol itu jika seluruh massa 100 milyar kali 100 milyar bintang sebesar mata hari dipaksakan masuk di dalamnya. Inilah yang biasa disebut sebagai singularitas. Jadi konsep dentuman besar terpaksa dikoreksi yaitu bahwa keberadaan alam semesta ini diawali oleh ledakan maha dahsyat ketika tercipta ruang-waktu dan energi yang keluar dari singularitas dengan suhu yang tak terkirakan tingginya[73].
Para pakar berpendapat bahwa alam semesta tercipta dari ketiadaan sebagai goncangan vakum yang membuatnya mengandung energi yang sangat tinggi dalam singularitas yang tekanannya menjadi negatif. Vakum yang mempunyai kandungan energi yang luar biasa besarnya serta tekanan gravitasi yang negatif ini menimbulkan suatu dorongan eksplosif keluar dari singularitas. Tatkala alam mendingin, karena ekspansinya, sehingga suhunya merendah melewati 1.000 trilyun-trilyun derajat, pada umur 10-35 sekon, terjadilah gejala "lewat dingin". Pada saat pengembunan tersentak, keluarlah energi yang memanaskan kosmos kembali menjadi 1.000 trilyun-trilyun derajat, dan seluruh kosmos terdorong membesar dengan kecepatan luar biasa selama waktu 10-32 sekon. Ekspansi yang luar biasa cepataya ini menimbulkan kesan-kesan alam kita digelembungkan dengan tiupan dahsyat sehingga ia dikenal sebagai gejala inflasi[74].

Selama proses inflasi ini, ada kemungkinan bahwa tidak hanya satu alam saja yang muncul, tetapi beberapa alam; berapa? duakah? tigakah? atau berapa? para ilmuwan tidak tahu. Dan masing-masing alam dapat mempunyai hukum-hukumnya sendiri; tidak perlu aturannya sama dengan apa yang ada di alam kita ini. Karena materialisasi dari energi yang tersedia, yang berakibat terhentinya inflasi, tidak terjadi secara serentak, maka di lokasi-lokasi tertentu terdapat konsentrasi materi yang merupakan benih galaksi-galaksi yang tersebar di seluruh kosmos.

Jenis materi apa yang muncul pertama-tama di alam ini tidak seorang pun tahu; namun tatkala umur alam mendekati seper-seratus sekon, isinya terdiri atas radiasi dan partikel-partikel sub-nuklir. Pada saat itu suhu kosmos adalah sekitar 100 milyar derajat dan campuran partikel dan radiasi yang sangat rapat tetapi bersuhu sangat tinggi itu lebih menyerupai zat-alir dari pada zat padat sehingga para ilmuwan memberikan nama "sop kosmos" kepadanya Antara umur satu sekon dan tiga menit terjadi proses yang dinamakan nukleosintesis; dalam periode ini atom-atom ringan terbentuk sebagai hasil reaksi fusi-nuklir. Baru setelah umur alam mencapai 700.000 tahun elektron-elektron masuk dalam orbit mereka sekitar inti dan membentuk atom sambil melepaskan radiasi; pada saat itu seluruh langit bercahaya terang benderang dan hingga kini "cahaya" ini masih dapat diobservasi sebagai radiasi gelombang mikro[75].

Menurut perhitungan, alam semesta mempunyai dimensi 10; yaitu 4 buah dimensi ruang-waktu yang kita hayati, dan 6 lainnya yang tidak kita sadari, karena "tergulung" dengan jari-jari 10-32 sentimeter yang bermanifestasi sebagai muatan listrik dan muatan nuklir. Dimensi yang kita hayati adalah dimensi yang, katakan saja, "terbentang" dan mengejawantah sebagai ruang-waktu. Kalau semua yang telah dirintis secara matematis ini mendapatkan pembenaran dari eksprimen atau observasi di alam luas, maka ada kemungkinan bahwa alam yang kita huni ini mempunyai kembaran (shadow world) yang sebenarnya berada di sekeliling kita, tapi tak dapat kita lihat; ia hanya dapat kita hubungi lewat medan gaya gravitasi sedangkan hukum alamnya tidak perlu sama dengan yang berlaku di dunia ini[76].

Begitulah kira-kira uraian fisikawan itu. Sudah tentu apa yang dikatakan itu adalah hasil mutakhir kegiatan penelitian dan saling kaji antara para pakar dan merupakan konsensus. Selama perjalanan mencari kebenaran itu, sebenarnya sains telah mengalami penyelewengan-penyelewengan yang akhirnya terbongkar kesalahannya, karena tak cocok dengan kenyataan, dan mendapatkan pembetulan. Di sini akan diungkapkan beberapa saja yang relevan, sebagai contoh.

Pertama, ketika persamaan matematis Einstein, yang dirumuskan untuk melukiskan alam semesta, dinyatakan oleh Friedman bahwa ia memberi gambaran kosmos yang mengembang, ia segera diubah oleh si perumus agar sesuai dengan konsep kosmologi pada waktu itu; yaitu kosmos yang statis. Tapi langkah pembetulan itu mendapat tamparan, karena Hubble mengobservasi justeru jagad-raya ini berekspansi. Einstein mengalah dan kembali ke perumusannya yang semula yang melukiskan alam yang tak statis, tapi berekspansi[77].

Kedua, ketika gagasan Gamow tentang dentuman besar yang menjurus pada konsep alam semesta yang berawal disuarakan beberapa kosmolog yang dipelopori Hoyle mengajukan tandingan yang dikenal sebagai kosmos yang mantap (steady state universe) yang menyatakan bahwa alam semesta ajeg sejak dulu sampai sekarang dan hingga nanti tanpa awal dan tanpa akhir. Namun terungkapnya keberadaan gelombang mikro yang mendatangi bumi dari segala penjuru alam secara uniform, oleh Wilson dan Penzias pada 1964, telah mendorong para pakar mengakuinya sebagai kilatan dalam alam semesta yang tersisa dari peristiwa dentuman besar. Dengan demikian maka konsepsi yang berawal lebih dikukuhkan[78].

Ketiga, ketika dentuman besar tak dapat disangkal, beberapa ilmuwan mencoba mengembalikan keabadian kosmos dengan mengatakan, alam semesta ini berkembang-kempis (oscillating universe). Namun Weinberg menunjukkan kepalsuannya. Sebab alam yang berkelakuan seperti itu, meledak dan masuk kembali tak henti-hentinya tak berawal dan tak berakhir, entropinya besarnya tidak terhingga; suatu asumsi yang konsekuensinya tak didukung kenyataan. Kita lihat bahwa hasrat mempertahankan konsepsi alam semesta yang tak berawal (tak diciptakan) selalu menemui kegagalan, karena tak sesuai dengan kenyataan yang terobservasi [79].
Bagaimana para fisikawan-kosmolog dapat mengatakan semuanya itu tanpa melihat sendiri kejadiannya? Sebenarnya mereka melihat dua gejala, yaitu ekspansi alam semesta dan radiasi gelombang mikro, yang mereka pergunakan untuk menelusuri kembali peristiwanya yang terjadi sekitar 12 milyar tahun lalu, seperti layaknya tim detektif yang ingin memecahkan sebuah misteri dengan menggunakan sekelumit abu rokok dan pecahan-pecahan gelas yang berserakan di sekitar tempat kejadian. Kalau para detektif itu cukup memakai penalaran logis saja, maka para pakar, di samping menggunakan pertimbangan- pertimbangan rasional, harus melandasinya juga dengan pengetahuan sunnatullah, segenap peraturan Allah yang mengendalikan tingkah laku alam, yang dalam ayat 23 surah al-Fath dinyatakan memiliki stabilitas, sebagai sunnatullah yang berlaku sejak dulu, sekali-kali kamu tak akan menemukan perubahan pada sunnatullah itu[80].

Apakah para fisikawan-kosmolog mengetahui nasib alam itu pada akhirnya? Ada dua pandangan yang dianut dalam sains yaitu, pertama, alam semesta ini "terbuka," sehingga ia akan berekspansi selamanya. Kedua, jagad raya ini "tertutup," sehingga pada suatu saat ekspansinya akan berhenti dan alam kembali mengecil untuk akhirnya seluruhnya kembali dalam singularitas, tempat ia keluar dulu kala. Kapan? Mereka tak tahu. Sebab mereka tak mempunyai informasi berapa sebenarnya massa yang terkandung dalam alam ini; sebagian massa itu bercahaya, sebagian gelap, sedangkan sebagian lagi dibawa zarah-zarah yang disebut neutrino[81].

Pendapat yang pertama didasarkan pada kenyataan bahwa masa seluruh alam ini tak cukup besar untuk menarik kembali semua galaksi yang bertebaran, karena bintang-bintang yang bercahaya dan materi antar bintang, yang terobservasi pengaruhnya, hanya dapat menyajikan sekitar 20 persen saja dari gaya yang diperlukan, yaitu yang dinamakan gaya kritis. Sedangkan pendapat yang kedua mendasari pernyataannya dengan adanya neutrino-neutrino yang mereka percayai membawa sebagian besar dari massa alam ini sehingga sebagai totalitas kekuatan gaya kritis itu akan terlampaui[82].

D. Tathbiq Ayat-Ayat tentang Penciptaan Alam Semesta

Sains terus berkembang dan akan senantiasa menemukan hal-hal yang baru yang dapat lebih melengkapi pengetahuan manusia hingga dapat lebih memahami ayat-ayat Allah.
Di bawah ini disajikan pertimbangan yang dipergunakan untuk memilih kata-kata dalam penafsiran:

Sama', kini tak lagi diartikan sebagai bola super-raksasa yang dindingnya ditempeli bintang-bintang, melainkan ruang alam yang di dalamnya terdapat bintang-bintang, galaksi-galaksi dan lain-lainnya. Karena secara eksprimental dapat dibuktikan bahwa ruang serta waktu merupakan satu kesatuan, maka saya gunakan istilah ruang-waktu sebagai ganti "ruang".

Ardh, bumi atau tanah; karena bumi baru terbentuk sekitar 4,5 milyar tahun lalu di sekitar matahari, dan tanah di bumi kita ini baru terjadi sekitar 3 milyar tahun lalu sebagai kerak di atas magma. Maka diartikan kata ardh dengan istilah "materi," yakni bakal-bumi, yang sudah ada sesaat setelah Allah menciptakan jagad-raya. Dan karena telah terbukti bahwa materi dan energi setara dan dapat berubah dari yang satu menjadi yang lain, maka saya akan mencakup keduanya dalam istilah energi-materi.

Dukhan, asap atau uap; pada saat awal penciptaan, atom-atom yang belum berbentuk karena suhu alam masih sangat tinggi dan elektron-elektron belum dapat ditangkap oleh inti-inti atom, bahkan inti atom pun pada saat itu belum terbentuk. Oleh karenanya, maka digunakan istilah embunan, yang kecuali terkandung dalam asap dan uap juga lebih mengena bila dipergunakan melukiskan gejala yang ditemukan pada suatu sistem yang mendingin dari suhu yang sangat tinggi.

Arsy, singgasana atau tahta; karena melukiskan Tuhan duduk di singgasana adalah syirik. Karenanya, digunakan kata-kata "Pemerintahan" (Allah) untuk mengartikan kata-kata arsy.
Ma', air atau zat alir; karena dalam fase penciptaan alam itu air yang terdiri dari atom oksigen dan atom-atom hidrogen belum dapat berbentuk, maka dipilih maknanya sebagai zat alir. Dan karena pada saat itu isi alam semesta yakni radiasi dan materi pada suhu yang sangat tinggi itu wujudnya lain daripada yang kita dapat temui di dunia sekarang ini, maka penggunaan istilah "sop kosmos" sebagai keterangan melukiskan zat yang sangat rapat tapi dapat mengalir pada suhu yang amat tinggi, tidaklah terlalu aneh[83].
Berikut tathbiq (meminjam istilah M Quraish Shihab) Achmad Baiquni terhadap ayat-ayat yang terkait dengan penciptaan alam semesta:
1. Pada saat penciptaan (sekitar 12 milyar tahun yang lalu), langit (ruang waktu) dan bumi (ruang materi), yang semula padu (dalam titik singularitas fisis), dipisahkan (ketika keluar dari padanya) QS. Al-Anbiya’/21: 30.
2. Dalam pembangunan langit (ketika ruang waktu keluar dengan ledakan yang dahsyat dari titik singularitas) dilibatkan kekuatan yang tiada taranya (sehingga terjadi gejala inflasi), yang kemudian diekspansikan (sebagaimana ia tampak kini sebagai sebagai universum yang mengembang) QS. Adz-Dzariyat/51: 47
3. Pada pendinginan yang sangat cepat (sebagai akibat inflasi tercapai keadaan “kelewat dingin”) dan terjadi transisi fase, yang menyebabkan materialisasi energi secara berangsur, (bersamaan dengan terciptanya alam-alam lain di samping kita): materi yang muncul sebagai fase kedua sedangkan energi adalah fase pertamanya QS. Al-Fush-shilat/41: 9
4. Dengan adanya energi materi dalam ruang alam, maka dimunulkanlah spin partikel sub nuklir, elektron, foton, dan lainnyasebagai gerak pusaran serta ditetapkannya satu muatan-muatan yang merupakan sumber kekuatan atau gaya (gravitasi, nuklir kuat, nuklir lemah, dan listrik magnet) dalam empat tahapan QS. Al-Fush-shilat/41: 10
5. Sementara itu, ketika langit (ruang alam) penuh “embunan” (sebagai akibat dari inflasi, sehingga energi berubah menjadi materi). Allah mengundangkan segala peraturan yang ditaati ruang dan materi (sebagai hukum alam yang mengendalikan sifat dan kelakuan jagad raya) QS. Al-Fush-shilat/41: 11
6. Allah menjadikan tujuh langit (ruang alam) dalam dua tahap, (pada saat inflasi dan sesudahnya) dan menetapkan hukum-hukum alam yang berlaku di dalamnya. Serta menghiasi langit dunia dengan pelita-pelita (dalam bentuk bintang, bulan, mata hari dan sebagainya) serta menjaganya ( dengan memberikan atmosfer, lapisan ozon dan sebagainya) QS. Al-Fush-shilat/41: 12
7. Allah-lah yang menciptakan tujuh langit (ruang alam) dan tujuh Bumi padanannya (atau materi masing-masing alam yang di dalam ayat tersebut dinyatakan memiliki hukum mereka masing-masing yang tidak perlu sama) QS. Ath- Thalaq/65 : 12
8. Allah menciptakan langit (ruang alam) serta bumi (materi alam) dan apa saja yang berada di antaranya dalam enem priode atau tahapan, sambil menegakkan pemerintahan-Nya. (tahap inflasi dan tahap ekspansi ruang alam yang sesuai dengan tahap energi dan tahap materialisasi yang diikuti tahap penciptaan interaksi gravitasi, nuklir kuat, nuklir lemah dan elektromagnetik) QS. al-Sajdah/ : 4
9. Dia menciptakan langit (ruang alam) serta bumi (materi alam) dalam enam tahapan sementara itu telah ditegakkan pemerintahan-Nya pada materi yang bersifat fluida (atau segal peraturan atau hukum alam-Nya telah efektif pada seluruh makhluk-Nya, yang pada waktu itu masih berujud zat alir yang sangat rapat dan sangat panas) QS. Hud/11: 7
10. Allah menahan alam semesta untuk tidan “mbedal” dan untuk tidak mengembang terus tanpa henti QS. Fathir/35: 41
11. Allah akan mengecilkan kembali jagad raya seperti sedia kala, ketika jagad raya diciptakan pada awalnya, yang menjamin bahwa alam kita bersifat tertutup (closed universe) QS. al-Anbiya’/21: 104[84]
E. Penutup
Dari uraian penafsiran para mufassir di atas dan penjelasan (tathbiq) para ilmuan dapat kita tarik benang merah berikut. Para mufassir mencoba menjelaskan ayat-yat tentang penciptaan alam semesta tersebut berdasarkan pada aspek kebahasaan al-Qur’an, penjelasan hadis Rasulullah, penjelasan para sahabat nabi, munasanah ayat, asbab an-nuzul, pendekatan ilmiah dan aspek-aspek lainnya.
M. Quraish Shihab dalam menjelaskan ayat- ayat kauniyah memasukkan juga pendekatan ilmiah dalam tafsir al-Mishbah demikian Fakhr ad-Din ar-Razi dalam tafsir Mafatih al-Ghaib. Bedanya penjelasan Quraish Shihab agak lebih terperinci sedangkan penjelasan Fakhr ad-Din ar-Razi lebih sederhana.
Hal ini tentu saja sangat terkait dengan penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan di masa hidup mereka.Di dalam ayat-ayat yang telah dijelaskan sebelumnya terdapat konsep-konsep yang sulit dipahami jika tidak ditopang oleh penjelasan ilmu kosmologi modern. Seperti konsep sama’, ardh, al-ma’, ad-dukhan, ‘arsy, rawasyi, dan aqwat. Perlu penjelasan lebih lanjut terhadap konsep-konsep di atas. Inilah tugas para ahli kosmologi modern.Hal ini terkait juga dengan tujuan diturunkannya al-Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Bukan hanya tertuju untuk orang- orang yang terdahulu dari kita. Tapi bagi kita yang hidup di zaman sekarang dan insya Allah mereka yang hidup setelah kita. Tentu saja pemahaman terhadap al-qur’an ini disesuaikan dengan tingkat pengetahuan masing-masingnya. Agar al-Qur’an itu benar-benar menjadi petunjuk dalam kehidupan.

Banyak kebenaran ilmiah yang dipaparkan al-Qur’an, tujuan pemaparan ayat-ayat tersebut untuk menunjukkan kebesaran Allah dan ke-Esaan-Nya. Serta mendorong manusia seluruhnya untuk melakukan observasi dan penelitian demi lebih menguatkan iman dan kepercayaan kepada-Nya[85].



Daftar Pustaka

Aliah, Tasrief S, Al-Quran dan Kosmologi, www.phys.unsw.edu.au

Baiquni, Achmad, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, Cet. Ke-1

____________, Konsep- Konsep Kosmologi , media.isnet.org

Humad, As’ad Mahmud, Aysar at-Tafasir: Tafsir, Asbab an-Nuzul, Ahadits, Namazij I’rab, Jilid I, Dimsyiq: TP, 1992

____________, Aysar at-Tafasir: Tafsir, Asbab an-Nuzul, Ahadits, Namazij I’rab, Jilid II, Dimsyiq: TP, 1992

Ichwan, Mohammad Nor, Tafsir ‘Ilmiy, Memahami al-Qur’an Melalui Pendekatan Sains Modern, Jogjakarta: Menara Kudus Jogjakarta, 2004, Cet.ke-1

Kosmologi Islam: Dari Literatur ke Sains, Febdian.net Manzur, Ibnu, TTh, Lisan al-‘Arab, Jilid 3, TTp: Dar al-Ma’arif

Kosmologi, www.geocities.comiq:TP,

Razi, ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 17, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1

____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 22, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1

____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 25, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990,Cet. Ke-1

____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 26, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990,Cet. Ke-1

____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 27, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990,Cet. Ke-1

____________,at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 28, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1

____________, at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 30, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1

Shihab, M. Quraish, Mukjizat Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1998, Cet.ke-IV

____________, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Fungsi dan Peran Wahyu Kehidupan Masyarakat: Mizan, 1999,Cet.ke-XIX

____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 6, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V

____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 8, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V

____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 11, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V

____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 12, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V

____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 13, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V

____________, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 14, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V


[1] Kosmologi Islam: Dari Literatur ke Sains, Febdian.net
[2] Ibid
[3] Ibid
[4]Ichwan, Mohammad Nor, Tafsir ‘Ilmiy, Memahami al-Qur’an Melalui Pendekatan Sains Modern, Jogjakarta: Menara Kudus Jogjakarta, 2004, Cet.ke-1, h. 188

[5] Pencantuman dan pengurutan ayat- ayatnya pun sama dengan yang terdapat dalam buku Achmad Baiquni tentang penciptaan alam semesta “Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman”.
[6] Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 8, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V, h. 413
[7] Ibid, h. 433 dan 442
[8] Ibid, h. 442
[9] Razi, ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 22, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1, h. 140
[10] Ibid dan Shihab, Op.cit, h. 442
[11] Razi, Loc.cit
[12]Manzur, Ibnu, TTh, Lisan al-‘Arab, Jilid 3, TTp: Dar al-Ma’arif, h. 1577
[13] Shihab, Op.cit, h. 441
[14] Razi, Op.cit, h. 141
[15] Shihab, M. Quraish, Mukjizat Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1998, Cet.ke-IV, h.171
[16] Shihab, al-Mishbah jilid 8, Op.cit, h. 442-443
[17] Ibid, h. 443 bandingkan dengan Humad, As’ad Mahmud, Aysar at-Tafasir: Tafsir, Asbab an-Nuzul, Ahadits, Namazij I’rab, Jilid II, Dimsyiq: TP, 1992, h. 11 Humad, Op.cit, h. 405
[18] Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 13, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V, h.321 dan 347
[19] Ibid, h. 350
[20] Ibid, h. 351
[21] Ibid, h. 351-352
[22]Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 12, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V, h.371
[23] Ibid, h. 381
[24]Razi, ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 27, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1, h. 88
[25] Humad, Op.cit, h. 404
[26] Razi, Loc.cit
[27] Ibid, Shihab, Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 12, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V, h. 381-382 dan Humad, Op.cit, h. 405
[28] Shihab, Ibid, h.384-385
[29] Razi, Op.cit, jilid 27, h. 90
[30] Shihab, al-Mishbah, Op.cit, Jilid 12, h. 387
[31] Razi, Loc.cit, jilid 27
[32] Shihab, al-Mishbah, Op.cit, Jilid 12, h. 388
[33] Humad, Op.cit, h. 405
[34] Shihab, al-Mishbah, Op.cit, Jilid 12, h. 388-389
[35] Ibid, h. 390
[36] Humad, Op.cit, h. 405
[37] Razi, Op.cit, Jilid 27,h. 93
[38] Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 14, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V, h. 287 dan 305
[39] Ibid, h. 308
[40] Ibid
[41] Razi, ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 30, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1, h. 36
[42] Shihab, Op.cit, jilid 14, h. 308-309 dan ar-Razi, Loc.cit, Jilid 30
[43] Razi, Ibid
[44] Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 11, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V, h. 172
[45] Humad, Op.cit, h. 405
[46] Razi, ar, Fakhr ad-Din , at- Tafsir al-Kabir aw Mafatih al-Ghaib, Jilid 25, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990, Cet. Ke-1, h.146-147
[47] Shihab, Op.cit, jilid 11, h. 177
[48] Razi, Op.cit, jilid 25, h.148
[49] Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 6, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V, h.180
[50] Humad, As’ad Mahmud, Aysar at-Tafasir: Tafsir, Asbab an-Nuzul, Ahadits, Namazij I’rab, Jilid I, Dimsyiq: TP, 1992, h. 11 Humad, Op.cit, h. 526
[51] Shihab, Op.cit, Jilid 6, h. 196- 197
[52] Ibid, h. 197
[53] Ibid, h. 199
[54] Humad, Op.cit, Jilid I, h. 526
[55] Razi,Op. cit,Jilid 30, h.150
[56] Shihab, Loc.cit, Jilid 6
[57] Razi, Op. cit,Jilid 30, h.151
[58] Shihab, Op.cit, Jilid 11, h. 421 dan 482
[59] Ibid, h. 487-488
[60] Ibid, h. 489 dan Humad, Op.cit, Jilid II, h. 302-303
[61] Shihab, Ibid, h. 489
[62] Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 8, Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. Ke-V, h. 502
[63] Ibid,h. 514
[64]Humad, Op.cit, Jilid II, h.28 dan Razi, Op.Cit, Jilid 22,h. 197
[65] Shihab, Op.cit, Jilid 8, h. 514- 515
[66] Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Fungsi dan Peran Wahyu Kehidupan Masyarakat: Mizan, 1999,Cet.ke-XIX , h. 36-37
[67] Ibid, h.110
[68] Ibid, h. 134-135
[69] Baiquni, Achmad, Konsep- Konsep Kosmologi , media.isnet.org
[70] Pada awalnya Achmad Baiquni sering menyebutkan angka 15 milyar tahun, namun kemudian ia meralatnya menjadi 12 milyar tahun. Ini sesuai dengan data observasi ilmuan yang mutakhir.
[71] Baiquni, Loc.cit
[72] Ibid
[73] Ibid
[74] Ibid
[75] Ibid
[76] Ibid
[77] Ibid
[78] Ibid
[79] Ibid
[80] Ibid
[81] Ibid
[82] Ibid
[83] Ibid
[84] Baiquni, Achmad, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, Cet. Ke-1,h. 233-234
[85] Ibid, h. 51
Pentashihan al-Qur’an: Upaya Memelihara Otensitas al-Qur’an

Abstrak

Ditemui di tengah-tengah masyarakat fakta tentang kesalahan dalam penulisan al-Qur’an bahkan diduga ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang berusaha dengan sengaja untuk memalsukannya. Kiranya kondisi ini perlu menjadi perhatian kita semua dalam menjaga dan memelihara otentisitas al-Qur’an.

Kata kunci: tashih, pemeliharaan otentisitas al-Qur’an, pemalsuan al-Qur’an,

A. Pendahuluan

Al-Qur’an adalah sumber ajaran agama Islam yang pertama dan utama. Sebagai pedoman hidup, al-Qur’an mestilah genuine, authentic dan terbebas dari upaya tahrif yang akan mengurangi kemuliaannya.

Upaya pemeliharaan otentisitas al-Qur’an telah dimulai semenjak proses turunnya al-Qur’an pada masa Rasulullah. Hal ini terus berlanjut ketika memasuki tahapan pengumpulan dan kodifikasinya pada masa Khulafa Rasyidun. Bahkan sampai saat ini dan begitu selanjutnya sampai akhir zaman, upaya pemeliharaan otentisitas al-Qur’an ini terus berlangsung baik dalam bentuk hafalan dan tulisan.

Al-Qur’an dalam bentuk cetak/mushaf pun terus mendapat pantauan oleh pihak yang berwenang dan dibantu oleh kaum muslimin. Upaya menjaga quality control ini dilaksanakan semenjak dari naskah cetakan maupun setelah dicetak dan diedarkan di tengah-tengah masyarakat.

Dalam tulisan ini selanjutnya akan diulas tentang upaya pemeliharaan kemurnian mushaf al-Qur’an dan antisipasi upaya pemalsuannya.

B. Pemeliharaan Otentisitas al-Qur’an

Al-Quran al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara. Firman Allah:

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. QS al-Hijir/15: 9

Demikianlah Allah menjamin keotentikan al-Quran, jaminan yang diberikan atas dasar Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat di atas, setiap muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai al-Quran tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw., dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi saw[1].

Walaupun Nabi saw. dan para sahabat menghafal ayat-ayat al-Quran, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, beliau tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun, Nabi saw. lalu memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis, untuk menuliskan ayat-ayat yang baru saja diterimanya, sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam surahnya. Ayat-ayat tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang. Sebagian sahabat ada juga yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi, namun karena keterbatasan alat tulis dan kemampuan maka tidak banyak yang melakukannya. Di samping itu kemungkinan besar tulisan mereka tersebut tidak mencakup seluruh ayat al-Quran. Kepingan naskah tulisan yang diperintahkan oleh Rasul itu, baru dihimpun dalam bentuk "kitab" pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar r.a[2].

Al-Quran, demikian pula Rasul saw. menganjurkan kepada kaum muslim untuk memperbanyak membaca dan mempelajari al-Quran. Anjuran tersebut mendapat sambutan yang hangat. Ayat-ayat al-Quran turun berdialog dengan mereka, mengomentari keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Di samping itu, ayat-ayat al-Quran turun sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah mencerna makna dan proses menghafalnya[3].

Dalam al-Quran, demikian pula hadis-hadis Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk yang mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap teliti dan hati-hati dalam menyampaikan berita --lebih-lebih kalau berita tersebut merupakan firman-firman Allah atau sabda Rasul-Nya[4]. Faktor-faktor di atas menjadi penunjang terpelihara dan dihafalkannya ayat-ayat al-Quran. Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang menginformasikan bahwa terdapat ratusan sahabat Nabi saw. yang menghafalkan Al-Quran.

C. Pengumpulan, Pembukuan, dan Proses Pentashihan al-Qur’an pada Masa Khulafa Rasyidun

Ketika terjadi peperangan Yamamah, terdapat puluhan penghafal Al-Quran yang gugur dalam peperangan tersebut. Hal ini menjadikan 'Umar ibn al-Khaththab menjadi risau tentang "masa depan al-Quran" dan keberlangsungannya. Karena itu, ia mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar agar mengumpulkan tulisan-tulisan al-Qur’an yang pernah ditulis pada masa Rasul. Walaupun pada mulanya Abu Bakar ragu menerima usul tersebut --dengan alasan bahwa pengumpulan semacam itu tidak pernah dilakukan oleh Rasul saw.-- namun pada akhirnya 'Umar r.a. dapat meyakinkannya. Dan keduanya sepakat membentuk suatu tim yang diketuai oleh Zaid ibn Tsabit—mantan juru tulis; katib Nabi untuk menuliskan Al-Quran ketika masa pewahyuan -- dalam rangka melaksanakan tugas suci dan besar itu[5].

Zaid ibn Tsabit pun pada mulanya merasa sangat berat untuk menerima tugas tersebut, tetapi akhirnya ia dapat diyakinkan. Dengan dibantu oleh beberapa orang sahabat Nabi, Zaid memulai tugasnya. Abu Bakar r.a. memerintahkan kepada seluruh kaum muslim untuk membawa naskah tulisan ayat al-Quran yang mereka miliki ke masjid Nabawi untuk kemudian diteliti oleh tim tersebut. Dalam hal ini, Abu Bakar r.a. memberi petunjuk agar tim tidak menerima satu naskah kecuali yang memenuhi dua syarat:

1. Harus sesuai dengan hafalan para sahabat yang lain.
2. Tulisan tersebut benar-benar adalah yang ditulis atas perintah dan atau di hadapan Nabi saw. Karena, sebagian sahabat ada yang menulis atas inisiatif sendiri. Untuk membuktikan syarat kedua ini, diharuskan adanya dua orang saksi yang menyaksikan langsung penulisan tersebut.
Sejarah mencatat bahwa Zaid ketika itu menemukan kesulitan karena ia dan sekian banyak sahabat menghafal ayat QS.at-Taubah/ 9:128

Tetapi, naskah yang ditulis di hadapan Nabi saw. tidak ditemukan. Syukurlah pada akhirnya naskah tersebut ditemukan juga di tangan seorang sahabat yang bernama Abi Khuzaimah al-Anshari. Demikianlah, terlihat betapa Zaid menggabungkan antara hafalan sekian banyak sahabat dan naskah yang ditulis di hadapan Nabi saw., dalam rangka memelihara keotentikan al-Quran. Dengan demikian, dapat dibuktikan dari tata kerja dan data-data sejarah bahwa al-Quran yang kita baca sekarang ini adalah otentik dan tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang diterima dan dibaca oleh Rasulullah saw., lima belas abad yang lalu[6].

Pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab masalah perbedaan dalam membaca Al-Qur’an belum merupakan hal yang mengkhawatirkan, walaupun begitu mereka telah mengantisipasinya dengan melakukan kodifikasi atas al­-Qur’an sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Namun setelah dua masa kepemimpinan, masalah tersebut mulai menimbulkan kekhawatiran sehingga para sahabat segera mengambil tindakan seperti yang disebutkan pada riwayat berikut ini :

Berkata kepada kami Musa, berkata kepada kami Ibrahim, berkata kepada kami Ibnu Syihab bahwa Anas bin Malik mengatakan kepadanya: “Khudzaifah bin al-Yaman datang kepada Utsman, dan sebelumnya ia memerangi warga Syam dalam penaklukan Armenia dan Azarbaijan bersama warga Irak, maka terkejutlah Khudzaifah akan adanya perbedaan mereka dalam hal bacaan al-Qur’an, maka berkatalah Khudzaifah kepada Utsman: “Wahai pemimpin orang-orang yang beriman, beritahulah umat ini sebelum mereka berselisih dalam masalah kitab sebagaimana umat Yahudi dan Nasrani”, Utsman lantas berkirim surat kepada Hafshah : “Kirimkan kepada kami lembaran-lembaran untuk kami tulis dalarn mashahif (bentuk plural dari mushaf -kumpulan lembaran dengan diapit dua kulit seperti buku-) kemudian kami kembalikan kepadamu”, Hafshah segera mengirimkannya kepada Utsman, maka Utsman segera memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash, serta Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam untuk menyalinnya ke dalam mushaf-mushaf, dan dia (Utsman) mengatakan kepada ketiga otoritas Quraisy tersebut di atas: Jika kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit tentang masalah Qur’an, maka tulislah dengan lisan Quraisy sebab al-Qur’an diturunkan dengan dialek mereka (Suku Quraisy), dan mereka melakukan hal itu, maka ketika mereka selesai menyalin lembaran-lembaran tersebut ke dalam beberapa mushaf, Utsman segera mengembalikan lembaran-lembaran tersebut kepada Hafshah, (Utsman) kemudian mengirim ke tiap tempat satu mushaf yang telah mereka salin, dan memerintahkan agar selain mushaf tersebut entah berupa lembaran (sahifah) atau sudah berupa mushaf untuk dibakar[7].

Pada masa selanjutnya barulah dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan dalam hal teknis seperti dalam hal bentuk huruf dan pemberian titik pada huruf yang membedakan antara huruf yang satu dengan yang lain, yang sangat bermanfaat bagi mereka yang hidup belakangan apalagi bagi masyarakat muslim non Arab.

D. Fakta Pemalsuan al-Qur’an

Al-Qur`an sebagai kitab suci harus terus terjaga keotentikannya, terhindar dari kesalahan dan tahrif (perubahan) dan pemalsuan. Karena kesalahan penulisan Al-Qur`an, seperti hilangnya atau bertambahnya sebuah titik dapat mengakibatkan salah baca, salah arti, salah pemahaman, salah pengertian dan salah dalam pengamalan[8].

Banyak ditemui di tengah-tengah masyarakat fakta tentang kesalahan dalam penulisan al-Qur’an bahkan diduga ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang berusaha dengan sengaja untuk memalsukannya. Hal ini perlu kiranya menjadi perhatian kita bersama. Jangan sampai kesucian al-Qur’an dicederai oleh pihak-pihak yang kurang bertanggung jawab. Berikut ini fakta, temuan-temuan tentang kesalahan penulisan bahkan usaha pemalsuan al-Qur’an:

1. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumenep menghimbau kepada masyarakat muslim hendaknya berhati-hati bila ingin membeli Kitab Suci al-Qur’an. Pasalnya, belakangan ini al-Qur’an palsu sudah beredar di tengah-tengah masyarakat. Pihaknya menemukan al-Qur’an terbitan al-Hidayah Surabaya, ada beberapa Surat al-Qur’an yang tidak terdapat di dalamnya, antara lain seperti surat ar-Ra’d, Ibrahim, Hijr, an-Nahl. Lain lagi menurut laporan dari MUI Kecamatan Arjasa, al-Qur’an palsu itu banyak kesalahan penulisan surat-surat al-Qur’an[9].

2. Al-Quran baru buatan Amerika, bernama “The True Furqan” atau “al-Furqan al-Haq”, terus beredar. Bahkan dikabarkan, al-Quran palsu ini sedang didistribusikan kepada generasi muda di Kuwait di sekolah-sekolah berbahasa Inggris. Meski isinya terkesan dari berbahasa Arab dan mengambil salah satu nama al-Quran, namun isinya sangat bertentangan sekali dengan isi Al-Quran yang sebenarnya. Kabarnya, al-Quran palsu ini dibuat oleh dua perusahaan percetakan; Omega 2001 dan Wine Press. Judul lain buku ini The 21st Century Quran yang berisi lebih dari 366 halaman baik bahasa Arab dan Inggris. Buku ini memang ditujukan sebagai pemalsuan Kitab Suci al-Quran. Berbagai surah dinamai dengan surah-surah al-Quran, seperti an-Nur, al-Fatihah, dan lain-lain. “Bismillah” pada setiap surah diganti dengan “Bismi al-Abi, Wa al-Ibni, Wa ruuhi al-Quds” (dengan nama Bapak, Anak, dan Roh Qudus). Sebagaimana dimuat di situs http://islam-in-focus.com/TheTrueFurqan.htm dan http://www.islam-exposed.org/furqan/contents.html, penerbitan dan peredaran Quran palsu ini menunjukkan adanya keseriusan dalam kampanye pemalsuan al-Quran. al-Quran palsu atau dikenal dengan The True Furqan pernah menghebohkan Surabaya dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur sekitar tahun 2002. Namun, menurut Baptist News, buku yang sama pada 17 April 1999 sudah pernah dikirimkan ke beberapa kedutaan besar negeri-negeri Muslim di Paris, Perancis. The True Furqan juga pernah mampir ke institusi-institusi penting Inggris, termasuk BBC. Pada waktu hampir bersamaan, buku yang sama juga sudah muncul di ruang redaksi jurnal berbahasa Arab di London, Inggris, serta di meja editor majalah-majalah berbahasa Arab, Ibrani, dan Inggris di Yerusalem[10].

3. Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni merasa prihatin dengan adanya laporan masyarakat, bahwa masih ditemukannya al-Qur`an yang halamannya tidak urut, tidak lengkap atau kesalahan lain yang tergolong technical error. Karena itu penerbitan al-Qur`an jangan sekedar berorientasi mengejar keuntungan, tetapi juga mengutamakan kualitas dan keindahan[11].

4. Al-Qur’an Beryesus yang ditemukan di Tilatang Kamang, Agam Sumatera Barat 17 Juli 2004 lalu, ternyata benar-benar tidak layak diedarkan. Hasil penelitian terakhir menunjukkan, terdapat 36 kesalahan dalam kitab suci itu. Dalam sebuah kitab suci ditemukan 36 butir kesalahan, ini luar biasa [12].

5. Kanwil Departemen Agama Jawa Tengah mengharapkan, umat Islam di Jawa Tengah dan kabupaten Sukoharjo khususnya agar mewaspadai adanya al-Qur’an palsu yang sudah beredar di wilayah Sukoharjo. Diketahuinya ada al-Qur’an palsu dan telah beredar di Sukoharjo, berawal dari diungkapnya kasus tersebut oleh Tim Tadarus Masjid Miftahul Jannah, Solo Baru terhadap keberadaan dua al-Qur’an Mushaf yang dinilai salah cetak, bahkan dinilai palsu. Sesuai dengan informasi dari Tim Tadarus tersebut menyebutkan, dengan ditemukannya al-Qur’an palsu itu telah dilakukan kajian juga oleh Majelis Cabang Nahdlatul Ulama kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo dan hasilnya juga positif tentang kondisi yang sebenarnya bahwa keberadaan al-Qur’an yang beredar itu palsu. Justru perlu diwaspadi juga dengan diketahuinya al-Qur’an palsu itu, sesuai dengan data yang ada di dalamnya bahwa al-Qur’an tersebut diproduksi percetakan al-Waah Solo[13].

Dan masih banyak temuan-temuan serupa lainnya.

E. Bentuk-Bentuk Kesalahan dalam Penulisan al-Qur’an

Selanjutnya ada baiknya sejenak kita melihat bentuk-bentuk kesalahan dalam penulisan al-Qur’an. Setelah melakukan identifikasi, penulis dapat menyatakan bentuk-bentuk kesalahan dalam penulisan al-Qur’an:

1. Tidak terdapatnya beberapa Surat al-Qur’an dengan kata lain al-Qur’an tersebut tidak lengkap. Seperti yang ditemukan pada al-Qur’an terbitan al-Hidayah Surabaya. Dari temuan itu antara lain tidak terdapatnya surat ar-Ra’d, Ibrahim, Hijr, dan an-Nahl dalam al-Qur’an tersebut[14].

2. Meniru dengan menyamarkan tulisan seolah-olah tulisan itu adalah Al-Quran. Hal ini seperti al-Qur’an baru buatan Amerika, bernama “The True Furqan” atau “al-Furqan al-Haq”.. Meski isinya terkesan dari berbahasa Arab dan mengambil salah satu nama al-Quran, namun isinya sangat bertentangan sekali dengan isi Al-Quran yang sebenarnya. Berbagai surah dinamai dengan surah-surah al-Quran, seperti an-Nur, al-Fatihah, dan lain-lain. “Bismillah” pada setiap surah diganti dengan “Bismi al-Abi, Wa al-Ibni, Wa ruuhi al-Quds” (dengan nama Bapak, Anak, dan Roh Qudus).[15].

3. Kesalahan dalam penulisan harakat[16].

4. Kesalahan dalam penulisan huruf secara teknis[17]

5. Kesalahan dalam penulisan huruf; penggantian huruf yang seharusnya[18]

6. Terdapat sejumlah halaman surat yang tidak tercetak.

Pada dasarnya bentuk-bentuk kesalahan dalam penulisan al-Qur’an dapat dibagi kepada kesalahan yang dapat diduga sebagai technical error. Kesalahan yang diduga karena faktor kekurangtelitian atau kecerobohan para pihak yang terlibat dalam pencetakan al-Qur’an tersebut. Sedangkan bentuk kesalahan yang lain diduga keras berdasarkan unsur kesengajaan, upaya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam menodai kesucian al-Qur’an. Terlepas kesalahan penulisan al-Qur’an itu karena faktor kekurangtelitian dan kecerobohan ataupun ada unsur kesengajaan dengan motivasi pemalsuan al-Qur’an, keduanya memiliki satu kesamaan. Kesamaan dalam menodai kemurnian al-Qur’an.

Tentu saja hal ini membutuhkan penanganan yang cepat oleh pihak-phak yang berwenang untuk menarik al-Qur’an “yang bermasalah” itu dari peredarannya ataupun menindak pihak-pihak yang terlibat.

Diduga motif di balik kekurangtelitian, kecerobohan sehingga menimbulkan kesalahan dalam penulisan al-Qur`an ini karena boleh jadi penerbitnya sekedar berorientasi mengejar keuntungan sehingga terkadang dengan mengabaikan kualitas[19]. Motif lainnya boleh jadi untuk membuat keresahan dan huru-hara dalam masyarakat muslim dengan membuat “riak-riak” kecil sehingga menimbulkan perselisihan di antara mereka. Tentu saja ini sangat tidak kita harapkan dan sesalkan jika sampai terjadi.

Kurangnya kesadaran ini antara lain bisa jadi disebabkan karena mayoritas percetakan mushaf al-Qur’an dimodali oleh mereka yang non muslim. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Penerbit Mushaf Al-Qur`an Indonesia (APQI), Ali Mahdami mengungkapkan pengusaha muslim tidak pernah memikirkan betapa pentingnya percetakan, akibatnya 90 persen produksi al-Qur`an dicetak oleh pengusaha non muslim yang tidak mengerti dan menghormati Kitab Suci Al-Qur`an yang dianggap sama dengan buku-buku bacaan biasa.[20]Penulis tidak punya alasan lebih lanjut untuk menjelaskan persoalan ini; apakah ini semacam monopoli, atau mungkin proses percetakannya butuh modal yang sangat besar sehingga pengusaha-pengusaha besar saja yang bisa bermain, atau mungkin secara bisnis kurang menguntungkan, atau mungkin kurangnya kesadaran pengusaha muslim, atau mungkin berdasarkan alasan-alasan yang sifatnya akumulatif hal-hal d atas.

F. Pentashihan al-Qur’an di Indonesia

Pemerintah RI pun menaruh perhatian yang besar terhadap masalah ini dengan membentuk sebuah lembaga, yaitu Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur`an--yang berada di bawah Balitbang Departemen Agama--yang salah satu tugas pokoknya adalah memelihara kesahihan al-Qur`an sebagai implementasi maksud firman Allah Surat al-Hijr/15: 9 di atas[21].

Lebih lanjut Menag mengatakan, tugas Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur`an Depag dari masa ke masa terus bertambah berat, mengingat bukan hanya bertugas mentashih teks, bacaan, terjemahan atau tafsir al-Qur`an, baik dalam bentuk tulisan maupun media elektronik, melainkan juga termasuk mensosialisasikan al-Qur`an di tengah-tengah masyarakat[22].

Pendirian Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur`an Depag dapat kita lacak dari mushaf al-Qur’an yang telah ditashih. Biasanya tentang keberadaan team ini terdapat penjelasan pada bagian pengantar mushaf al-Qur’an tersebut. Kalau kita mengamati pada Kata Pengantar Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Pentafsir al-Qur’an yang diketuai oleh Prof.R.H.A.Soenardjo, SH dan ditandatangani di Jakarta, 1 Maret 1971, maka ada 10 (sepuluh) anggota dewan penerjemah, antara lain: Prof.T.M.Hasbi Ashshidiqi.(alm), Prof.H.Bustami A.Gani, Prof.H.Muchtar Jahya, Prof.H.M.Toha Jahya Omar.(alm), Dr.H.A.Mukti Ali, Drs.Kamal Muchtar, H.Gazali Thaib.(alm), K.H.A.Musaddad, K.H.Ali Maksum.(alm), dan Drs.Busjairi Madjidi. Merekalah yang telah turut berjasa dalam melaksanakan tugas mentashih dan menterjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia selama 8 tahun.

Team ini terus menjalankan tugasnya. Dan pada priode selanjutnya terjadi perubahan komposisi team karena sebagian dari mereka telah berpulang ke rahmatullah. Seperti yang dapat dilacak pada al-Qur’an dan Terjemahnya versi cetakan PT.Karya Toha Putra Semarang ditandantangani di Jakarta pada 15 Desember 1997, team tashih ini terdiri seorang ketua dan seorang sektretaris dan beranggotakan 17 orang[23].

Tugas dan fungsi Lajnah sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1982, adalah:

1. meneliti dan menjaga kemurnian mushaf al-Qur’an, rekaman, bacaan al-Qur’an, terjemahan dan tafsir al-Qur’an secara preventif dan refresif.

2. mempelajari dan meneliti kebenaran mushaf al-Qur’an untuk tuna­netra (al-Qur’an Braille),
bacaan al-Qur’an dalam kaset, piringan hitam dan penemuan elektronik lainnya yang beredar di Indonesia.

3. berusaha mengantisipasi peredaran mushaf al-Qur’an yang belum ditashih oleh Lajnah. Kegiatan Lajnah mentashih mushaf al-Qur’an 30 Juz, Juz ‘Amma, al-Qur’an dan terjemahnya, al-Qur’an dan tafsirnya, dan bacaan-bacaan dalam bentuk kaligrafi lainnya[24].

Pelaksanaan tugas Lajnah lainnya adalah merespon masukan, saran-saran dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat. Segala permasalahan yang menyangkut kitab suci al-Qur’an yang dikemukakan oleh masyarakat dan ditujukan kepada Departemen Agama. Selain itu, tugas Lajnah adalah membina penerbit, melalui komunikasi lisan maupun tertulis, termasuk dengan surat edaran, juga pertemuan-pertemuan, diskusi dan dialog dengan para penerbit dan produsen al-Qur’an, juga dengan tim kerja dari pihak-pihak yang melakukan penulisan al-Qur’an. Pembinaan juga dilakukan melalui forum lokakarya para penerbit al-Qur’an. Inti dari program pembinaan, adalah ajakan kepada para penerbit Al-Qur’an untuk lebih meningkatkan dedikasi dan komitmennya dalam menjaga dan memelihara kitab suci al-Qur’an[25].

Rekomendasi kegiatan lajnah adalah sebagai berikut.

Pertama, untuk memenuhi kebutuhan umat Islam yang cukup besar dibidang al-Qur’an serta untuk lebih mengamankan mutu penerbitan al-Qur’an, maka amat mendesak didirikan sebuah penerbitan /percetakan al-Qur’an oleh negara/pemerintah.

Kedua, mengingat beban lajnah yang makin luas dan meningkat serta perlu dukungan yang lebih besar dibidang SDM, peralatan, jaringan, dan pembiayaan, maka amat mendesak untuk menindak lanjuti komitmen Bapak Menteri Agama untuk memperkuat dan meningkatkan struktur lajnah.

Ketiga, perlu penguatan kondisi kerja dengan pengaturan tugas dan tahapan yang jelas, mekanisme yang baik, agenda yang tertib serta pembiayaan yang memadai. Dan keempat, perlu penguatan SDM lajnah melalui rekrutmen satuan tugas lajnah secara terbuka, selektif, profesional, dari Perguruan-perguruan tinggi al-Qur’an, UIN/IAIN/STAIN dan lain-lain sebagai pegawai negeri maupun sebagai tim ad hoc[26]

G. Tradisi Yasinan dalam Masyarakat dan Problematika Buku Yasin

Kalau kita cermati sejenak tentang tradisi membaca al-Qur’an dalam masyarakat kita. Bahwa di masyarakat berkembang suatu tradisi membaca al-Qur’an, yaitu tradisi Yasinan. Dalam tradisi Yasinan ini dilangsungkan pembacaan QS.Yasin/36, yang disertai dengan pembacaan zikir-zikir tertentu dan ditutup dengan doa. Tradisi Yasinan ini telah mengakar dalam kehidupan masyarakat kita.

Yasinan dilaksanakan pada acara ta’ziyah ketika ada anggota masyarakat yang meninggal dunia. Kita mengenal maniga hari, menujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu hari dan seterusnya. Selain dalam acara ta’ziyah pembacaan surat Yasin ini juga dilakukan dalam acara-acara pengajian rutin di masyarakat, pengajian setiap malam jum’at ketika seseorang melaksanakan ibadah haji, acara tasyakuran, dan lain sebagainya.

Kita tidak membahas lebih lanjut tentang tradisi Yasinan tersebut. Tapi yang menjadi fokus kita adalah salah satu media dalam pelaksanaan tradisi Yasinan tersebut, yaitu buku Yasin. Permasalahannya adalah bagaimanakah keshahihan buku tersebut; kesesuaian ayat-ayat dari surat Yasin sebagai salah satu kutipan dari al-Qur’an.

Tulisan ini sebagai kasus atau bahan pemikiran bagi kita bersama untuk berpartisipasi dalam gerakan pemurnian al-Qur’an. Gerakan yang dapat kita mulai dari lingkungan kita sendiri. Hal ini lebih jauh diinspirasi ketika penulis menemukan sendiri kesalahan dalam salah satu ayatnya dari sebuah buku Yasin. Peristiwa ini terjadi tepatnya ketika acara Yasinan meninggalnya salah seorang dosen fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan, Drs H Shohib Zen, Lc. Ketika acara Yasinan di rumah almarhum, secara tidak sengaja penulis dengan beberapa teman menemukan kesalahan fatal dalam sebuah ayat dalam buku yasin tersebut. Kesalahan pada penulisan huruf dalam bahasa Arab tentu saja akan merubah makna, yang melenceng jauh dari apa yang seharusnya. Apa lagi jika kita kaitkan dengan fungsi al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam—yang merupakan manifestasi dari Kalamullah. Merubahnya, apalagi berdasarkan kecerobohan alih-alih karena adanya faktor kesengajaan adalah sebuah dosa besar. Bentuk kesalahan yang ditemukan adalah kata lamasakhnaahum dalam ayat di atas ditulis dengan lamasyakhnaahum dalam QS Yasin/36: 67.

Selanjutnya dari penelusuran yang dilakukan, penulis menenemukan hal-hal yang cukup mengejutkan dan mengagetkan. Ternyata dari beberapa buku Yasin yang penulis miliki setelah dilakukan tashih secara mendiri, ditemukan kesalahan-kesalahan lainnya. Sebagai contoh lainnya:
Pada kata-kata yang ditebalkan dan digaris bawahi terjadi kesalahan dalam pemenggalan kata. Pada ayat 6 terjadi kesalahan dalam pemenggalan kata abaa’u di mana huruf hamzahnya terpisah dari huruf abaa pada baris selanjutnya yang berbeda. Pada ayat 60, waw jamak pada kata ta’buduw ditulis terpisah pada baris selanjutnya yang berbeda. Demikian juga huruf ra pada kata qadirin terpisah dari huruf qadi pada baris selanjutnya yang berbeda. Ini adalah pemenggalan kata yang salah karena kata-kata tersebut memiliki satu pengertian dan makna yang tidak dapat dipenggal-penggal.

Pada ayat 51 di atas kata al-ajdaats, kehilangan atau kekurangan alif pada alif lam “ma’rifah”nya[28].
Terkait dengan tradisi Yasinan tentu saja kita semua perlu menjaga tradisi tersebut dari hal-hal yang merusaknya, seperti terdapatnya kesalahan dalam buku Yasin yang digunakan. Tentu saja niat dan amal baik itu menjadi tidak atau kurang sempurna bahkan bisa jadi berbuah dosa ketika kita menyaksikan suatu kesalahan dan kemudian mendiamkan atau tidak ada usaha untuk meluruskannya.

H. Penutup

Pentashihan al-Qur’an adalah upaya untuk senantiasa memelihara otentisitas al-Qur’an. Suksesnya upaya pemeliharaan al-Qur’an ini sangat membutuhkan dukungan dari seluruh kaum muslimin untuk membentengi upaya-upaya menodai kemurnian al-Qur’an.


Daftar Pustaka

Al-Furqan al-Haq; The True Furqan, http:// pusdai.wordpress.com

Al-Qur'an Banyak Salah Cetak Karena Kejar Laba, http:// kisahislam.com

Al-Qur’an Palsu Beredar di Masyarakat, www.sumenep.go.id.

Al-Rosid, Surat Yasin dan Tahlil Disertai Huruf Arab Latin, Terjemahan Bahasa Indonesia, Jakarta: Doa Ibu

Anwar, Hamdani, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Fikahati Aneska, 1995

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, cet.ke-12

Awas peredaran al-Qur‘an Palsu Serang Sukoharjo, http:// forum.swaramuslim.net

Baidan, Nashruddin, Metode Penafsiran al-Qur’an, Surabaya: Bina Ilmu, 1989

____________, Tafsir Maudhu’i: Solusi Qur’ani atas Masalah Sosial Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, cet.ke-1

Baqi, al, Fuad Abd, Mu’jam Mufahras li alfaz al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, t.th

Bisri, Cik Hasan, Model Penelitian Fiqh Jilid I: Paradigma pEnelitian Fiqh dan Fiqh Penelitian, Jakarta: Prenada Media, 2003

____________, Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi Bidang Ilmu Agama Islam, Jakarta: Logos, 1998, cet.ke-1

____________, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta:Rajawali Pers, 2004, cet.ke-1

Buku Yasin Zul-Yanto, H. Zulkifli Anwar dan Ir. Akhmadi Sumaryanto calon Gubernur- Wakil Gubernur Lampung Periode 2009 – 2014.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: Gema Risalah Press, 1992

Dewan Redaksi PT Ichtisar Baru Van Hoeve, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtisar Baru Van Hoeve, 2001

Ditemukan 36 Kesalahan dalam 'Alquran Beryesus, http:// swaramuslim.net

Jangan Berorientasi Untung, http://www.antara.co.id

Kegiatan Lajnah Pentahih Mushaf al-Qur’an tahun 2005, http://www.depag.web.id

Nawawi, an, Imam, Adab dan Tata Cara Menjaga al-Qur’an, (terj) Jakarta: Pustaka Imani, 2001

Permasalahan al-Qur’an dan Terjemahannya Versi Depag RI, http://forumqhita.blogspot.com

Qaththan, Manna’ Khalil, Mabahis fi Ulum al-Qur’an, T.T: T.Tp, 1978

Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung:Penerbit Mizan, 1996, Cetakan 13
____________, Mu’jizat al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, , Isyarat Ilmiyah dan Pemberitaan Ghaib, Bandung: Mizan, 1992
____________, Sejarah dan ‘Ulum al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1999
____________, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan Keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2000
____________, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1998
Syadili, Ahmad dan Ahmad Rafi’i, Ulumul Qur’an I, Bandung: Pustaka Setia, 1997
Syauqi, Rif’at dan Muhammad Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1992
Umar, Muhammad Nasruddin, Klasifikasi Ayat al-Qur’an, Surabaya: al-Ikhlas, 1990



[1] Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung:Penerbit Mizan, 1996, Cetakan 13, h. 21

[2] Ibid, h.24

[3] Ibid

[4] Ibid, h.23

[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Muqaddimah), Bandung: Gema Risalah Press, 1992, h. 23

[6] Ibid

[7] Handono, Irena, et. al, Sejarah dan Keaslian al-Qur’an, T pt: Bima Rodheta, 2004, Cet. 4
[8] Al-Qur'an Banyak Salah Cetak Karena Kejar Laba, http:// kisahislam.com
[9] Al-Qur’an Palsu Beredar di Masyarakat, http:// www.sumenep.go.id.
[10] Al-Furqan al-Haq; The True Furqan, http:// pusdai.wordpress.com
[11] Al-Qur’an Banyak, Loc.cit

[12] Ditemukan 36 Kesalahan dalam 'Alquran Beryesus, http:// swaramuslim.net

[13] Awas peredaran al-Qur‘an Palsu Serang Sukoharjo, http:// forum.swaramuslim.net
[14] Al-Qur’an Palsu, Loc.cit
[15] Al-Furqan al-Haq, Loc.cit
[16] Ditemukan 36 Kesalahan, Loc.cit

[17] Ibid

[18] Ibid
[19] Jangan Berorientasi Untung, http://www.antara.co.id
[20] Al-Qur'an Banyak Salah Cetak, Loc.cit
[21] Ibid

[22] Ibid
[23] Permasalahan al-Qur’an dan Terjemahannya Versi Depag RI, http://forumqhita.blogspot.com
[24] Kegiatan Lajnah Pentahih Mushaf al-Qur’an tahun 2005, http://www.depag.web.id
[25] Ibid
[26] Ibid
[27] Al-Rosid, Surat Yasin dan Tahlil Disertai Huruf Arab Latin, Terjemahan Bahasa Indonesia, Jakarta: Doa Ibu, h. 46
[28] Lihat lebih lanjut, Buku Yasin Zul-Yanto, H. Zulkifli Anwar dan Ir. Akhmadi Sumaryanto calon Gubernur- Wakil Gubernur Lampung Periode 2009 – 2014.

 

Astronomi II


A. Kondisi Fisik Bumi, Bulan, dan Matahari

1. Matahari

Gambaran umum Matahari

Matahari adalah bintang kuning, berbentuk bola, dengan diameter 865.000 mi (1 mi = 1,609 km), lebih dari 100X diameter bumi.Salah satu bintang anggota galaksi Milky Way (Bima Sakti). Penting bagi proses kehidupan di Bumi karena mensuplai panas, cahaya, dan radiasi lain. Temperatur pusatnya diperkirakan 15 juta oC, berangsur-angsur turun hingga pada permukaan, yang disebut photosphere, temperaturnya 6000 oC.

Matahari merupakan bintang yang merupakan benda angkasa terbesar dalam tata surya kita, yang berbentuk bola gas pijar, dan amat panas. Matahari terbagi atas tiga bagian: bagian angkasa matahari, permukaan matahari dan bagian dalam. Segala radiasi yang datang ke bumi berasal dari bagian angkasa matahari, dan mendapat sumber energinya dari reaksi termonuklir yang berlangsung di inti matahari. Bagian matahari yang bisa diamati secara langsung hanyalah bagian angkasa/atmosfer saja, yang terdiri atas tiga bagian:

Fotosfer; bagian permukaan matahari yang kelihatan, tempat dipancarkannya radiasi ke luar angkasa.

Kromosfer; daerah angkasa matahari yang terletak di antara fotosfer dan korona.

Korona; bagian terluar angkasa matahari.

Selanjutnya terkait dengan permukaan matahari, sebenarnya banyak aktivitas yang berlangsung di permukaannya, diantaranya; granulasi (keadaan fotosfer yang berbercak-bercak akibat sel-sel konveksi yang saling berdekatan), supergranulasi (sel-sel konveksi di permukaan matahari dengan ukuran yang sangat besar), bintik matahari (sunpot), flare (pancaran cahaya terang di atmosfir matahari yang berlangsung singkat akibat adanya proses ledakan), plage (daerah terang di permukaan matahari yang diamati pada suatu panjang gelombang tertentu), facula (daerah terang di dekat tepi piringan matahari).

Bagian dalamnya, di mana seluruh radiasi yang kita terima dari matahari berasal dari pusatnya. Pada pusat matahari, terjadi reaksi yang membangkitkan energi sangat besar. Selanjutnya bagian dalam ini, terbagi lagi menjadi tiga; bagian inti (tempat berlangsungnya reaksi fusi yaitu pembentukan unsur-unsur berat dari yang lebih ringan, yang dimulai dari pembentukan helium dari empat atom hidrogen), bagian radiatif (tempat energi yang dibangkitkan di pusat matahari yang dihantarkan dengan radiasi), dan bagian konvektif (pengadukan saat materi dan radiasi dari dalam diangkat keluar menuju daerah yang lebih dingin di atasnya).

2. Bumi

Planet ketiga yang mengorbit pada jarak 149.565.600 km dari matahari. Terbesar di antara planet dalam kelompok “planet dalam” (Æ 12.756 km). Dari angkasa terlihat biru, coklat, dan hijau dengan pola awan putih. Satu-satunya planet yang diketahui mendukung kehidupan, karena adanya atmosfer yang sesuai serta adanya air sebagai prasyarat kehidupan. Sehingga Bumi adalah satu-satunya planet yang dihuni oleh makhluk hidup. Semua isi Bumi mempunyai berat karena gaya gravitasi. Komposisi bahan penyusun Bumi didomonasi oleh batuan silikat dan magnesium. Menurut T Djamaluddin (2009) Bumi dan planet-planet dekat matahari lainnya (Merkurius, Venus, dan Mars) hanya terbentuk dari materi padat yang terkondensasi, terutama dari senyawa besi dan silikat. Lapisan-lapisan Bumi terdiri dari:

a. lapisan Barisfer (Inti Bumi)

b. Lithosfer (Kulit Bumi)

c. Hidrosfer (Lapisan Air)

d. Atmosfer (Lapisan Udara)

Bumi mempunyai satu satelit (Bulan). (Ati.staff.gunadharma.ac.id, (Bukti, http://t-djamaluddin.spaces.live.com dan http://www.freewebs.com ). Bumi kita yang bulat ini sebenarnya mengalami pepet dibagian kutub-kutubnya dan menggelembung di bagian khatulistiwa. Pengukuran-pengukurn yang teliti menunjukkan bumi kita ini tidak benar-benar bulat (http://id.answers.yahoo.com)

3. Bulan

Merupakan satelit Bumi. Berputar mengelilingi Bumi dan bersama Bumi mengelilingi matahari. Tidak mempunyai cahaya sendiri dan hanya dapat memantulkan sinar dari matahari. Keadaan di bulan hanya ada lembah, gunung tandus tidak berair dan ruangan hampa sehingga tidak ada kehidupan. Bulan tidak mempunyai angkasa, langit berwarna hitam. Suhunya mencapai –137o C bila tidak terkena cahaya matahari dan bila terkena cahaya matahari dapat mencapai 10o C. Di bulan tidak dapat merambatkan bunyi (http://www.freewebs.com)

Teori tentang pembentukan bulan yang paling populer adalah teori tumbukan, yang mengatakan bahwa pada 4,6 miliar tahun yang lalu, waktu Bumi belum memadat sebuah benda langit seukuran planet Mars menabrak Bumi. Sehingga sebagian materi pembentuk bumi dan benda langit tersebut terlempar ke angkasa dan kemudian bergabung sehingga terbentuklah bulan (Admiranto/2009: 211-212).

B. Penampakan Matahari dan Bulan dari Bumi

Matahari; bintang dan planet-planet selalu tetap penampakannya dari Bumi setidaknya dalam batas-batas ketajaman mata manusia. Hanya bulanlah yang senantiasa berubah penampilannya dari Bumi. Adakalanya bulan menarangi seluruh malam tapi di saat yang lain ia tidak bisa menerangi langit malam. Ini dapat dijadikan simbolisasi kehidupan manusia dari proses kelahiran sampai pada tutup usia (Admiranto/2009: 198-199).

Perubahan penampakan wajah Bulan, seperti yang terlihat dari Bumi, adalah sebagai akibat posisi relatif Bulan terhadap Bumi dan Matahari.Wajah Bulan nampak berbeda dari waktu ke waktu yang masing-masing disebut fase. Fase-fase tersebut mengikuti pola bentuk yang sama setiap empat minggu. Perlahan bergeser, fenomena keteraturan penampakan fase bulan:

1. Bulan mati (’New Moon’) saat ijtima

2. Sabit muda (minggu pertama)

3. Setengah lingkaran (’first quarter’, sudah melalui ¼ perjalanan Bulan)

4. Gibbous (minggu ke-dua)

5. Purnama (’Full Moon’)

6. Gibbous (minggu ke-tiga)

7. Setengah lingkaran (’Last Quarter’, tinggal ¼ perjalanan Bulan yang harus ditempuh)

8. Sabit tua

9. Bulan mati (’New Moon’) ijtima kembali (http://www.nu.or.id)

Penentuan awal bulan Puasa, Idul Fitri dan Idul Adha ditentukan oleh adanya pengamatan Hilal, yaitu bulan sabit yang dalam istilah astronomi disebut crescent, merupakan bagian dari bulan yang penampakan cahayanya terlihat dari bumi sesaat ketika Bulan melewati fase konjungsi, ijtimak (dalam bahasa Arab: Ijtima’ baina Nayyirain ), yaitu ketika Matahari-Bumi-Bulan berada pada satu garis lurus. Pada saat sekitar ijtimak, Bulan tidak dapat terlihat dari bumi, karena permukaan bulan yang nampak dari Bumi tidak mendapatkan sinar matahari, sehingga dikenal istilah Bulan Baru. Pada petang setelah ijtimak, Bulan terbenam sesaat sesudah terbenamnya matahari. Ijtimak merupakan pedoman utama penetapan awal bulan dalam Kalender Hijriah (http://rukyatulhilal.org dan http://www.nu.or.id). Perubahan penampakan wajah bulan, seperti yang terlihat dari bumi adalah sebagai akibat posisi relatif bulan terhadap bumi dan matahari. Dalam hal ini wajah bulan nampak berbeda dari waktu ke waktu.

Kemudian terkait dengan penampakan matahari dari bumi, Matahari terlihat begitu besarnya dilihat dari Bumi. Sebagai salah satu Bintang di jagat raya, Matahari merupakan yang terlihat paling besar dari Bumi. Secara astronomi sebenarnya Matahari hanyalah bintang yang berukuran sedang. Tetapi jaraknya yang relatif dekat dari Bumi jika dibandingkan dengan bintang-bintang lainnya sehingga seolah-olah ia lah yang terbesar. Dan bintang-bintang yang jaraknya jauh tersebut terlihat kecil dan karena saking jauhnya sehingga terlihat pada posisi yang tetap dilihat dari Bumi. Sedangkan Matahari dengan pergerakan, rotasi Bumi kita melihat pergerakan semu Matahari setiap harinya; terbit dari timur dan tenggelam di barat.

Matahari tidak sepanjang tahun beredar di khatulistiwa, tetapi terdapat pergeseran ke utara dan selatan. Pada tanggal 21 Maret, matahari beredar di katulistiwa kemudian perlahan-lahan bergeser ke arah utara, setelah tiga bulan berikutnya yakni tanggal 21 Juni, matahari berada di garis 23,5° utara, lalu kembali ke katulistiwa. Kemudian pada tanggal 23 September setelah dari katulistiwa, matahari bergerak ke selatan, selanjutnya setelah tiga bulan kemudian yakni pada tanggal 22 Desember matahari beredar di garis 23,5° selatan, kemudian balik lagi ke khatulistiwa.

C. Fenomena yang terkait dengan Sistem Bulan, Bumi, dan Matahari

Terdapat beberapa fenomana di bumi akibat adanya sistem bumi, bulan dan matahari, diantaranya:

1. Pasang surut air laut; fenomena ini terjadi akibat perbedaan gaya tarik gravitasi bulan, dimana air laut yang letaknya paling dekat dengan bulan seolah-olah tersedot oleh bulan, dan yang paling jauh seolah tersedot menjauhi bulan sehingga terjadi pasang naik. Dalam hal ini terdapat dua pasang yaitu pasang purnama (terjadi saat bulan purnama), dan pasang perbani (terjadi saat bulan berada dalam posisi kuadratur timur atau barat).

2. Perubahan musim; terjadi akibat gerak revolusi bumi atau akibat gerakan bumi mengelilingi matahari. Karena bumi mempunyai kemiringan 23½º dari sumbu vertikal, akibatnya bidang peredarannya (bidang ekliptika) akan bervariasi juga dari 0 s/d 23º, dan inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan musim di bumi.

3. Perubahan fase bulan.

4. Gerhana matahari dan gerhana bulan; gerhana matahari terjadi pada saat konjungsi/ijtima’ yaitu ketika bulan dan matahari berada di salah satu titik simpul atau di dekatnya. Sedangkan gerhana bulan terjadi pada saat oposisi, dimana bulan berada pada salah satu titik simpul lainnya atau di dekatnya, sementara matahari berada pada jarak bujur astronomi 180º dari posisi bulan.

5. Sinkronisasi Bumi-Bulan. Sinkronisasi rotasi bumi-bulan menyebabkab periode revolusi bulan sama dengan periode rotasinya, yaitu 27,3 hari, sehingga wajah purnama tak pernah berubah. Selain itu, rotasi bumi diperlambat sehingga hari makin panjang 0.002 detik dalam seabad dan bulan menjauh sekitar 3,5 cm per tahun. Kelak, ratusan juta tahun mendatang rotasi bumi pun menjadi sinkron dengan rotasi dan revolusi bulan, yaitu satu hari sama dengan satu bulan, sekitar 48 hari menurut ukuran sekarang (T Djamaluddin, 2009)

D. Sistem Kalender Syamsiyah dan Qamariyah

1. Kalender Qamariyah

Sistem kalender Islam yang disebut juga kalender Qamariyah yang dapat dijadikan acuan dalam hal ibadah adalah kalender yang berdasarkan perhitungan atau hisab hakiki. Hisab hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran Bulan dan Bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur bulan tidaklah konstan (tetap) dan tidak pula tidak beraturan, tapi bergantung posisi hilal setiap awal bulan. Boleh jadi umur bulan itu berselang seling antara dua puluh sembilan dan tiga puluh hari. Atau bisa jadi umur bulan itu berturut-turut dua puluh sembilan atau berturut-turut tiga puluh hari. Semua ini bergantung pada peredaran Bulan dan Bumi yang sebenarnya; posisi hilal pada awal bulan tersebut (Azhari, 2004: 30-31).

Dalam Kalender ini, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya Matahari yang ditandai dengan munculnya hilal di ufuk Barat waktu Magrib setelah terjadinya konjungsi atau ijtima’. Perhitungannya didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi dalam orbitnya dengan masa 29 hari, 12 jam, 44 menit, 2,8 detik setiap satu bulannya. Kalender ini terdiri 12 bulan, dengan masa satu tahun 354 hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik. Itu berarti lebih pendek 10 hari, 21 jam (sekitar 11 hari) dibanding dengan kalender Masehi dalam setiap tahunnya (hhtp://afdacairo.blogspot.com).

Terhadap penamaan bulan, bangsa Arab telah mengenal dan menetapkan nama-nama bulan seperti yang kita dapati hingga saat ini yang juga selalu dikaitkan dengan fenomena alam, yaitu: Muharram, Shafar, Rabi'ul Awwal, Rabi'u Tsani, Jumadil Awwal, Jumadil Tsani, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawwal, Dzulqa'dah, dan Dzulhijjah.

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab ra. (tahun 17 H) kalender Islam terbentuk dengan nama kalender hijriyah. Dengan berbagai usulan dan pendapat akhirnya rapat memutuskan dan memilih awal kalender Islam dimulai dari tahun hijrah-Nya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah, yang merupakan usulan dari Ali ra. Sejak saat itu, ditetapkan tahun hijrah Nabi sebagai tahun satu, 1 Muharram 1 H bertepatan dengan 16 Juli 622 M. Dan tahun dikeluarkannya keputusan itu langsung ditetapkan sebagai tahun 17 H (hhtp://afdacairo.blogspot.com). Dengan demikian maka perhitungan tahun Hijriyah itu diberlakukan mundur sebanyak tujuh belas tahun.

Karakteristik Kalender Hijriyah adalah kalender berdasarkan peredaran bulan (qamar) atau disebut juga dengan Lunar calendar. Terdiri 12 bulan dengan jumlah hari masing-masing 29 hari, 12 jam, 44 menit, 2,8 detik. Masa satu tahun sama dengan 354 hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik yang kalau kita sederhanakan dapat dikatakan bahwa satu tahun itu sama dengan 354 11/30 hari. Dalam siklus 30 tahun, akan terjadi 11 tahun Kabisah yang berumur 355 hari dan sebagai tambahan satu hari ditempatkan pada bulan Zulhijjah (bulan Zulhijjahnya berumur 30 hari). Sedangkan 19 tahun sisanya merupakan tahun Basithah yang berumur 354 hari. Dengan demikian jumlah hari dalam masa 30 tahun = 30 x 354 hari + 11 hari = 10631 hari, yang diistilahkan dengan satu daur.

2. Kalender Syamsiyah

Penanggalan/tahun matahari--dikenal juga dengan tahun tropical (sanah al-madariyah) adalah periode berakhir/berlalunya dua kedudukan di matahari dari titik hamal (i'tidal rabi'iy) secara gerak semu disekitar bumi dengan masa 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik (365,2422 hari). Penanggalan berdasarkan revolusi Bumi terhadap matahari. Permulaan hari dalam kalender Syamsiyah dimulai dari tengah malam pukul 24.00.

Terhitung sebagai penanggalan yang paling banyak digunakan di dunia hingga saat ini, dengan alasan:

a. Tetapnya panjang (masa) tahunannya

b. Keterkaitan dan ketepatannya dengan fenomena geografis khususnya perubahan musim/pertanian. (Penanggalan, http://afdacairo.blogspot.com)
Kalender Masehi--disebut juga kalender Gregorius--adalah penanggalan berdasarkan peredaran matahari (Taqwim Syamsy) dengan masa 365,2422 (365 hari, 5 jam, 48 menit, 46 detik). Kalendar ini merupakan lanjutan dari kalender Julian yang digunakan secara internasional. Kalendar ini (baca: kalender Gregorius) muncul karena Kalendar Julian dinilai terjadi sedikit kekeliruan, sebab permulaan musim semi (21 Maret) semakin maju, sehingga perayaan Easter (hari paskah) yang sudah disepakati sejak Konsili Nicea pada tahun 325 M tidak tepat lagi.Satu tahun dalam penanggalan Julian berlangsung selama 365, 25 hari, sementara perputaran bumi mengelilingi matahari (revolusi) berlangsung selama 365, 2422 hari, beararti terjadi selisih sekitar 0,00780121 hari (365,25 hari – 365,2422 hari = -0,0078 hari). Selanjutnya sisa pecahan (-0,0078) tersebut dibulatkan menjadi satu hari, diberikan pada bulan Februari pada tiap-tiap tahun yang keempat. Penggunaan terus menerus ini mengakibatkan hingga tahun 1582 M terjadi kesalahan sekitar 10 hari, dan dalam satu millenium (1000 tahun) akan berlebih 7 - 8 hari. (Kalender, http://afdacairo.blogspot.com)
Masalah ini (baca: selisih 0,00780121 hari) diselesaikan dengan menghilangkan tiga tahun kabisat setiap empat abad yaitu bilangan kelipatan 100 yang tidak habis dibagi 400 misalnya tahun 1700, 1800, 1900, 2100, 2200, 2300 dan semisalnya bukan tahun panjang, yaitu jumlah hari bulan Febuari tetap 28 hari. Dengan ini Kalendar Gregorius tetap 365, 2425 hari dalam setahun. Lalu pada tahun 1582, hari Kamis 4 Oktober, melalui satu dekrit, yang seharusnya keesokan harinya 5 Oktober diganti menjadi hari Jumat 15 Oktober dengan sepuluh tanggal dihilangkan. Sejak saat itu dikenallah kalender ini dengan kalender Gregorius.

Daftar Pustaka

Admiranto, A. Gunawan, Menjelajah Tata Surya, Yogyakarta: Kanasius, 2009

Astraatmadja, Tri L , Vernal Equinox, http://langitselatan.com

Astronomi: Arah putar bumi-Bulan dan Matahari? http://id.answers.yahoo.com

Azhari, Susiknan, 2001, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta: Lazuari, Cet.ke-1

____________, 2007, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. Ke-2

Hand Out Matakuliah : Matematika dan IAD, Ati.staff.gunadharma.ac.id

Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet.ke-3

Ninok Leksono, 2008, Resolusi dalam Revolusi, http://lkassurabaya.blogspot.com

Penanggalan (Tarikh), http://afdacairo.blogspot.com

T Djamaluddin, QA Sekitar Sains dan Kaitan dengan Quran JAWABAN ATAS Beberapa Kesalahfahaman Atas Sains dan Kaitan dengan Quran (Misalnya, gerakan bumi, matahari mengitari bumi, pendaratan di bulan, teori evolusi), http://t-djamaluddin.spaces.live.com

____________, Bukti Ketaatan Makhluk pada Khaliqnya: Alampun Berthawaf, http://t-djamaluddin.spaces.live.com

____________, Kajian Sain-Quran2, power point perkuliahan Astronomi, 2009

Tanudidjaja, Moh. Ma’mur, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa untuk Sekolah Menengah Umum, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996, cet. Ke-4

Tata Surya, Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org.

Effendi, Djamhur Sekelumit Penanggalan Komariah dan Gerhana Bulan, http://www.nu.or.id

Masroeri, A Ghazalie, Redefinisi Hilal, http://www.nu.or.id
Priode rotasi di Ekuator
26 hari
Percepatan gravitasi di Permukaan
274 m/ det²
Temperatur permukaan
6000˚C
Admiranto/2009: 23

Matahari adalah bintang kuning, berbentuk bola, dengan diameter 865.000 mi (1 mi = 1,609 km), lebih dari 100X diameter bumi.Salah satu bintang anggota galaksi Milky Way (Bima Sakti). Penting bagi proses kehidupan di Bumi karena mensuplai panas, cahaya, dan radiasi lain. Temperatur pusatnya diperkirakan 15 juta oC, berangsur-angsur turun hingga pada permukaan, yang disebut photosphere, temperaturnya 6000 oC.
Matahari merupakan bintang yang merupakan benda angkasa terbesar dalam tata surya kita, yang berbentuk bola gas pijar, dan amat panas. Matahari terbagi atas tiga bagian: bagian angkasa matahari, permukaan matahari dan bagian dalam. Segala radiasi yang datang ke bumi berasal dari bagian angkasa matahari, dan mendapat sumber energinya dari reaksi termonuklir yang berlangsung di inti matahari. Bagian matahari yang bisa diamati secara langsung hanyalah bagian angkasa/atmosfer saja, yang terdiri atas tiga bagian:
Fotosfer; bagian permukaan matahari yang kelihatan, tempat dipancarkannya radiasi ke luar angkasa.
Kromosfer; daerah angkasa matahari yang terletak di antara fotosfer dan korona.
Korona; bagian terluar angkasa matahari.
Selanjutnya terkait dengan permukaan matahari, sebenarnya banyak aktivitas yang berlangsung di permukaannya, diantaranya; granulasi (keadaan fotosfer yang berbercak-bercak akibat sel-sel konveksi yang saling berdekatan), supergranulasi (sel-sel konveksi di permukaan matahari dengan ukuran yang sangat besar), bintik matahari (sunpot), flare (pancaran cahaya terang di atmosfir matahari yang berlangsung singkat akibat adanya proses ledakan), plage (daerah terang di permukaan matahari yang diamati pada suatu panjang gelombang tertentu), facula (daerah terang di dekat tepi piringan matahari).
Bagian dalamnya, di mana seluruh radiasi yang kita terima dari matahari berasal dari pusatnya. Pada pusat matahari, terjadi reaksi yang membangkitkan energi sangat besar. Selanjutnya bagian dalam ini, terbagi lagi menjadi tiga; bagian inti (tempat berlangsungnya reaksi fusi yaitu pembentukan unsur-unsur berat dari yang lebih ringan, yang dimulai dari pembentukan helium dari empat atom hidrogen), bagian radiatif (tempat energi yang dibangkitkan di pusat matahari yang dihantarkan dengan radiasi), dan bagian konvektif (pengadukan saat materi dan radiasi dari dalam diangkat keluar menuju daerah yang lebih dingin di atasnya).
2. Bumi
Planet ketiga yang mengorbit pada jarak 149.565.600 km dari matahari. Terbesar di antara planet dalam kelompok “planet dalam” (Æ 12.756 km). Dari angkasa terlihat biru, coklat, dan hijau dengan pola awan putih. Satu-satunya planet yang diketahui mendukung kehidupan, karena adanya atmosfer yang sesuai serta adanya air sebagai prasyarat kehidupan. Sehingga Bumi adalah satu-satunya planet yang dihuni oleh makhluk hidup. Semua isi Bumi mempunyai berat karena gaya gravitasi. Komposisi bahan penyusun Bumi didomonasi oleh batuan silikat dan magnesium. Menurut T Djamaluddin (2009) Bumi dan planet-planet dekat matahari lainnya (Merkurius, Venus, dan Mars) hanya terbentuk dari materi padat yang terkondensasi, terutama dari senyawa besi dan silikat. Lapisan-lapisan Bumi terdiri dari:
a. lapisan Barisfer (Inti Bumi)
b. Lithosfer (Kulit Bumi)
c. Hidrosfer (Lapisan Air)
d. Atmosfer (Lapisan Udara)
Bumi mempunyai satu satelit (Bulan). (Ati.staff.gunadharma.ac.id, (Bukti, http://t-djamaluddin.spaces.live.com dan http://www.freewebs.com ). Bumi kita yang bulat ini sebenarnya mengalami pepet dibagian kutub-kutubnya dan menggelembung di bagian khatulistiwa. Pengukuran-pengukurn yang teliti menunjukkan bumi kita ini tidak benar-benar bulat (http://id.answers.yahoo.com)
3. Bulan
Merupakan satelit Bumi. Berputar mengelilingi Bumi dan bersama Bumi mengelilingi matahari. Tidak mempunyai cahaya sendiri dan hanya dapat memantulkan sinar dari matahari. Keadaan di bulan hanya ada lembah, gunung tandus tidak berair dan ruangan hampa sehingga tidak ada kehidupan. Bulan tidak mempunyai angkasa, langit berwarna hitam. Suhunya mencapai –137o C bila tidak terkena cahaya matahari dan bila terkena cahaya matahari dapat mencapai 10o C. Di bulan tidak dapat merambatkan bunyi (http://www.freewebs.com)
Berikut ini beberapa karakteristik, Bumi, Bulan dan Matahari:
Benda
Diameter (km)
Jarak dari Bumi (km)
Perbandingan Ukuran
Perbandingan Jarak
Bumi
12, 756

9 cm

Bulan
3, 476
384, 400
2, 5 cm
2, 8 m
Matahari
1, 390,00
149, 597, 892
10 m
107, 6 m
http://rukyatulhilal.org

Teori tentang pembentukan bulan yang paling populer adalah teori tumbukan, yang mengatakan bahwa pada 4,6 miliar tahun yang lalu, waktu Bumi belum memadat sebuah benda langit seukuran planet Mars menabrak Bumi. Sehingga sebagian materi pembentuk bumi dan benda langit tersebut terlempar ke angkasa dan kemudian bergabung sehingga terbentuklah bulan (Admiranto/2009: 211-212).

B. Penampakan Matahari dan Bulan dari Bumi
Matahari; bintang dan planet-planet selalu tetap penampakannya dari Bumi setidaknya dalam batas-batas ketajaman mata manusia. Hanya bulanlah yang senantiasa berubah penampilannya dari Bumi. Adakalanya bulan menarangi seluruh malam tapi di saat yang lain ia tidak bisa menerangi langit malam. Ini dapat dijadikan simbolisasi kehidupan manusia dari proses kelahiran sampai pada tutup usia (Admiranto/2009: 198-199).
Perubahan penampakan wajah Bulan, seperti yang terlihat dari Bumi, adalah sebagai akibat posisi relatif Bulan terhadap Bumi dan Matahari.Wajah Bulan nampak berbeda dari waktu ke waktu yang masing-masing disebut fase. Fase-fase tersebut mengikuti pola bentuk yang sama setiap empat minggu. Perlahan bergeser, fenomena keteraturan penampakan fase bulan:
1. Bulan mati (’New Moon’) saat ijtima
2. Sabit muda (minggu pertama)
3. Setengah lingkaran (’first quarter’, sudah melalui ¼ perjalanan Bulan)
4. Gibbous (minggu ke-dua)
5. Purnama (’Full Moon’)
6. Gibbous (minggu ke-tiga)
7. Setengah lingkaran (’Last Quarter’, tinggal ¼ perjalanan Bulan yang harus ditempuh)
8. Sabit tua
9. Bulan mati (’New Moon’) ijtima kembali (http://www.nu.or.id)
Penentuan awal bulan Puasa, Idul Fitri dan Idul Adha ditentukan oleh adanya pengamatan Hilal, yaitu bulan sabit yang dalam istilah astronomi disebut crescent, merupakan bagian dari bulan yang penampakan cahayanya terlihat dari bumi sesaat ketika Bulan melewati fase konjungsi, ijtimak (dalam bahasa Arab: Ijtima’ baina Nayyirain ), yaitu ketika Matahari-Bumi-Bulan berada pada satu garis lurus. Pada saat sekitar ijtimak, Bulan tidak dapat terlihat dari bumi, karena permukaan bulan yang nampak dari Bumi tidak mendapatkan sinar matahari, sehingga dikenal istilah Bulan Baru. Pada petang setelah ijtimak, Bulan terbenam sesaat sesudah terbenamnya matahari. Ijtimak merupakan pedoman utama penetapan awal bulan dalam Kalender Hijriah (http://rukyatulhilal.org dan http://www.nu.or.id). Perubahan penampakan wajah bulan, seperti yang terlihat dari bumi adalah sebagai akibat posisi relatif bulan terhadap bumi dan matahari. Dalam hal ini wajah bulan nampak berbeda dari waktu ke waktu.
Kemudian terkait dengan penampakan matahari dari bumi, Matahari terlihat begitu besarnya dilihat dari Bumi. Sebagai salah satu Bintang di jagat raya, Matahari merupakan yang terlihat paling besar dari Bumi. Secara astronomi sebenarnya Matahari hanyalah bintang yang berukuran sedang. Tetapi jaraknya yang relatif dekat dari Bumi jika dibandingkan dengan bintang-bintang lainnya sehingga seolah-olah ia lah yang terbesar. Dan bintang-bintang yang jaraknya jauh tersebut terlihat kecil dan karena saking jauhnya sehingga terlihat pada posisi yang tetap dilihat dari Bumi. Sedangkan Matahari dengan pergerakan, rotasi Bumi kita melihat pergerakan semu Matahari setiap harinya; terbit dari timur dan tenggelam di barat.
Matahari tidak sepanjang tahun beredar di khatulistiwa, tetapi terdapat pergeseran ke utara dan selatan. Pada tanggal 21 Maret, matahari beredar di katulistiwa kemudian perlahan-lahan bergeser ke arah utara, setelah tiga bulan berikutnya yakni tanggal 21 Juni, matahari berada di garis 23,5° utara, lalu kembali ke katulistiwa. Kemudian pada tanggal 23 September setelah dari katulistiwa, matahari bergerak ke selatan, selanjutnya setelah tiga bulan kemudian yakni pada tanggal 22 Desember matahari beredar di garis 23,5° selatan, kemudian balik lagi ke khatulistiwa.

C. Fenomena yang terkait dengan Sistem Bulan, Bumi, dan Matahari
Terdapat beberapa fenomana di bumi akibat adanya sistem bumi, bulan dan matahari, diantaranya:
1. Pasang surut air laut; fenomena ini terjadi akibat perbedaan gaya tarik gravitasi bulan, dimana air laut yang letaknya paling dekat dengan bulan seolah-olah tersedot oleh bulan, dan yang paling jauh seolah tersedot menjauhi bulan sehingga terjadi pasang naik. Dalam hal ini terdapat dua pasang yaitu pasang purnama (terjadi saat bulan purnama), dan pasang perbani (terjadi saat bulan berada dalam posisi kuadratur timur atau barat).
2. Perubahan musim; terjadi akibat gerak revolusi bumi atau akibat gerakan bumi mengelilingi matahari. Karena bumi mempunyai kemiringan 23½º dari sumbu vertikal, akibatnya bidang peredarannya (bidang ekliptika) akan bervariasi juga dari 0 s/d 23º, dan inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan musim di bumi.
3. Perubahan fase bulan.
4. Gerhana matahari dan gerhana bulan; gerhana matahari terjadi pada saat konjungsi/ijtima’ yaitu ketika bulan dan matahari berada di salah satu titik simpul atau di dekatnya. Sedangkan gerhana bulan terjadi pada saat oposisi, dimana bulan berada pada salah satu titik simpul lainnya atau di dekatnya, sementara matahari berada pada jarak bujur astronomi 180º dari posisi bulan.
5. Sinkronisasi Bumi-Bulan. Sinkronisasi rotasi bumi-bulan menyebabkab periode revolusi bulan sama dengan periode rotasinya, yaitu 27,3 hari, sehingga wajah purnama tak pernah berubah. Selain itu, rotasi bumi diperlambat sehingga hari makin panjang 0.002 detik dalam seabad dan bulan menjauh sekitar 3,5 cm per tahun. Kelak, ratusan juta tahun mendatang rotasi bumi pun menjadi sinkron dengan rotasi dan revolusi bulan, yaitu satu hari sama dengan satu bulan, sekitar 48 hari menurut ukuran sekarang (T Djamaluddin, 2009)

D. Sistem Kalender Syamsiyah dan Qamariyah
1. Kalender Qamariyah
Sistem kalender Islam yang disebut juga kalender Qamariyah yang dapat dijadikan acuan dalam hal ibadah adalah kalender yang berdasarkan perhitungan atau hisab hakiki. Hisab hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran Bulan dan Bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur bulan tidaklah konstan (tetap) dan tidak pula tidak beraturan, tapi bergantung posisi hilal setiap awal bulan. Boleh jadi umur bulan itu berselang seling antara dua puluh sembilan dan tiga puluh hari. Atau bisa jadi umur bulan itu berturut-turut dua puluh sembilan atau berturut-turut tiga puluh hari. Semua ini bergantung pada peredaran Bulan dan Bumi yang sebenarnya; posisi hilal pada awal bulan tersebut (Azhari, 2004: 30-31).
Dalam Kalender ini, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya Matahari yang ditandai dengan munculnya hilal di ufuk Barat waktu Magrib setelah terjadinya konjungsi atau ijtima’. Perhitungannya didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi dalam orbitnya dengan masa 29 hari, 12 jam, 44 menit, 2,8 detik setiap satu bulannya. Kalender ini terdiri 12 bulan, dengan masa satu tahun 354 hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik. Itu berarti lebih pendek 10 hari, 21 jam (sekitar 11 hari) dibanding dengan kalender Masehi dalam setiap tahunnya (hhtp://afdacairo.blogspot.com).
Terhadap penamaan bulan, bangsa Arab telah mengenal dan menetapkan nama-nama bulan seperti yang kita dapati hingga saat ini yang juga selalu dikaitkan dengan fenomena alam, yaitu: Muharram, Shafar, Rabi'ul Awwal, Rabi'u Tsani, Jumadil Awwal, Jumadil Tsani, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawwal, Dzulqa'dah, dan Dzulhijjah.
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab ra. (tahun 17 H) kalender Islam terbentuk dengan nama kalender hijriyah. Dengan berbagai usulan dan pendapat akhirnya rapat memutuskan dan memilih awal kalender Islam dimulai dari tahun hijrah-Nya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah, yang merupakan usulan dari Ali ra. Sejak saat itu, ditetapkan tahun hijrah Nabi sebagai tahun satu, 1 Muharram 1 H bertepatan dengan 16 Juli 622 M. Dan tahun dikeluarkannya keputusan itu langsung ditetapkan sebagai tahun 17 H (hhtp://afdacairo.blogspot.com). Dengan demikian maka perhitungan tahun Hijriyah itu diberlakukan mundur sebanyak tujuh belas tahun.
Karakteristik Kalender Hijriyah adalah kalender berdasarkan peredaran bulan (qamar) atau disebut juga dengan Lunar calendar. Terdiri 12 bulan dengan jumlah hari masing-masing 29 hari, 12 jam, 44 menit, 2,8 detik. Masa satu tahun sama dengan 354 hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik yang kalau kita sederhanakan dapat dikatakan bahwa satu tahun itu sama dengan 354 11/30 hari. Dalam siklus 30 tahun, akan terjadi 11 tahun Kabisah yang berumur 355 hari dan sebagai tambahan satu hari ditempatkan pada bulan Zulhijjah (bulan Zulhijjahnya berumur 30 hari). Sedangkan 19 tahun sisanya merupakan tahun Basithah yang berumur 354 hari. Dengan demikian jumlah hari dalam masa 30 tahun = 30 x 354 hari + 11 hari = 10631 hari, yang diistilahkan dengan satu daur.
2. Kalender Syamsiyah
Penanggalan/tahun matahari--dikenal juga dengan tahun tropical (sanah al-madariyah) adalah periode berakhir/berlalunya dua kedudukan di matahari dari titik hamal (i'tidal rabi'iy) secara gerak semu disekitar bumi dengan masa 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik (365,2422 hari). Penanggalan berdasarkan revolusi Bumi terhadap matahari. Permulaan hari dalam kalender Syamsiyah dimulai dari tengah malam pukul 24.00.
Terhitung sebagai penanggalan yang paling banyak digunakan di dunia hingga saat ini, dengan alasan:
a. Tetapnya panjang (masa) tahunannya
b. Keterkaitan dan ketepatannya dengan fenomena geografis khususnya perubahan musim/pertanian. (Penanggalan, http://afdacairo.blogspot.com)
Kalender Masehi--disebut juga kalender Gregorius--adalah penanggalan berdasarkan peredaran matahari (Taqwim Syamsy) dengan masa 365,2422 (365 hari, 5 jam, 48 menit, 46 detik). Kalendar ini merupakan lanjutan dari kalender Julian yang digunakan secara internasional. Kalendar ini (baca: kalender Gregorius) muncul karena Kalendar Julian dinilai terjadi sedikit kekeliruan, sebab permulaan musim semi (21 Maret) semakin maju, sehingga perayaan Easter (hari paskah) yang sudah disepakati sejak Konsili Nicea pada tahun 325 M tidak tepat lagi.Satu tahun dalam penanggalan Julian berlangsung selama 365, 25 hari, sementara perputaran bumi mengelilingi matahari (revolusi) berlangsung selama 365, 2422 hari, beararti terjadi selisih sekitar 0,00780121 hari (365,25 hari – 365,2422 hari = -0,0078 hari). Selanjutnya sisa pecahan (-0,0078) tersebut dibulatkan menjadi satu hari, diberikan pada bulan Februari pada tiap-tiap tahun yang keempat. Penggunaan terus menerus ini mengakibatkan hingga tahun 1582 M terjadi kesalahan sekitar 10 hari, dan dalam satu millenium (1000 tahun) akan berlebih 7 - 8 hari. (Kalender, http://afdacairo.blogspot.com)
Masalah ini (baca: selisih 0,00780121 hari) diselesaikan dengan menghilangkan tiga tahun kabisat setiap empat abad yaitu bilangan kelipatan 100 yang tidak habis dibagi 400 misalnya tahun 1700, 1800, 1900, 2100, 2200, 2300 dan semisalnya bukan tahun panjang, yaitu jumlah hari bulan Febuari tetap 28 hari. Dengan ini Kalendar Gregorius tetap 365, 2425 hari dalam setahun. Lalu pada tahun 1582, hari Kamis 4 Oktober, melalui satu dekrit, yang seharusnya keesokan harinya 5 Oktober diganti menjadi hari Jumat 15 Oktober dengan sepuluh tanggal dihilangkan. Sejak saat itu dikenallah kalender ini dengan kalender Gregorius.

Daftar Pustaka
Admiranto, A. Gunawan, Menjelajah Tata Surya, Yogyakarta: Kanasius, 2009
Astraatmadja, Tri L , Vernal Equinox, http://langitselatan.com
Astronomi: Arah putar bumi-Bulan dan Matahari? http://id.answers.yahoo.com
Azhari, Susiknan, 2001, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta: Lazuari, Cet.ke-1

____________, 2007, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. Ke-2

Hand Out Matakuliah : Matematika dan IAD, Ati.staff.gunadharma.ac.id

Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet.ke-3

Ninok Leksono, 2008, Resolusi dalam Revolusi, http://lkassurabaya.blogspot.com
Tata Surya, http://www.freewebs.com
Mengenal Hilal, nggieng, http://rukyatulhilal.org
Kalender Masehi (Gregorius)/ (Taqwim Mylady), http://afdacairo.blogspot.com

Kapan Matahari terbit dari Barat? http://famhar.multiply.com
Penanggalan (Tarikh), http://afdacairo.blogspot.com

T Djamaluddin, QA Sekitar Sains dan Kaitan dengan Quran JAWABAN ATAS Beberapa Kesalahfahaman Atas Sains dan Kaitan dengan Quran (Misalnya, gerakan bumi, matahari mengitari bumi, pendaratan di bulan, teori evolusi), http://t-djamaluddin.spaces.live.com
____________, Bukti Ketaatan Makhluk pada Khaliqnya: Alampun Berthawaf, http://t-djamaluddin.spaces.live.com
____________, Kajian Sain-Quran2, power point perkuliahan Astronomi, 2009
Tanudidjaja, Moh. Ma’mur, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa untuk Sekolah Menengah Umum, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996, cet. Ke-4
Tata Surya, Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org.
Effendi, Djamhur Sekelumit Penanggalan Komariah dan Gerhana Bulan, http://www.nu.or.id
Masroeri, A Ghazalie, Redefinisi Hilal, http://www.nu.or.id
Astronomi I


Rotasi Bumi, Planet, dan Bulan


Bumi berputar; berotasi pada porosnya dengan arah rotasi dari barat ke timur. Inilah peredaran harian yang sebenarnya. Bumi berotasi dari barat ke timur, sehingga Indonesia selalu melihat matahari lebih dulu daripada India. Arah barat-timur sebenarnya hanya arah relatif terhadap arah poros bumi (http://famhar.multiply.com). Jika dilihat dari kutub utara gerakannya berlawanan dengan jalannya jarum jam, gerakannya disebut juga arah negatif. Waktu yang dibutuhkan dalam sekali berotasi adalah 23 jam 56 menit 4 detik. Ketika berotasi, Atmosfir yang menyelubungi Bumi ikut berotasi tapi gerakannya tidak mengikuti permukaan bumi. Hal ini dapat dianalogkan dengan peristiwa kita naik kereta api, jika kita mengeluarkan tangan di jendela maka kita merasakan hembusan angin. Hal ini karena udara yang ada di sekeliling kereta api itu tidak turut berotasi.


Kita tidak merasa gerakan rotasi tersebut, karena efek gaya gravitasi yang menarik kita tetap berada di permukaan bumi lebih dominan daripada efek gerak rotasi bumi tersebut. Kalau kita berbaring lama sambil terus memandang ke langit, kita akan merasa bahwa kita sedang berputar mengitari ruang angkasa dengan melihat bintang-bintang secara perlahan bergeser (http://t-djamaluddin.spaces.live.com). Akibat dari bumi berotasi adalah:
Beberapa bagian bumi mengalami pembagian arah cahaya contohnya daerah bumi yang mendapat cahaya matahari mengalami siang hari. Sedangkan daerah yang tidak mendapat cahaya matahari mengalami malam hari.


Pengelembungan khatulistiwa dan pemepatan kutub-kutub bujurnya.
Adanya perubahan arah angin di sekitar khatulistiwa (http://id.answers.yahoo.com).
Peredaran semu benda-benda langit seperti bintang-bintang, bulan, planet-planet, dan matahari terbit di timur kemudian bergerak sehingga akhirnya terbenam di barat.
Planet-planet di tata suryapun semuanya berotasi.

Dalam kajian ilmu Falak tidak banyak dibicarakan tentang planet-planet ini. Hal ini karena yang banyak berpengaruh dalam kajian penetapan waktu di bumi adalah bulan dan matahari. Sehingga keduanyalah yang banyak diulas dalam ilmu Falak sebagai Islamic Astronomi.
Rotasi bulan yaitu perputaran bulan pada sumbunya yang memerlukan waktu yang sama periodenya dengan revolusi bulan mengelilingi bumi. Keduanya dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Arah rotasi dan revolusi bulan memiliki arah yang sama yaitu arah negatif; arah yang berlawanan dengan perputaran jarum jam (Tanudidjaja: 1996: 129). Pengaruh rotasi bulan adalah: Wajah bulan tampak selalu sama karena rotasi bulan sama periode dengan revolusi bulan mengelilingi Bumi, yaitu 27,3 hari. Ini akibat efek sinkronisasi akibat gaya pasang surut Bumi. Kalau bulan diam, maka secara perlahan kita akan melihat permukaan bulan bagian lainnya selama revolusinya mengelilingi bumi. (http://t-djamaluddin. spaces.live.com).


Revolusi Bumi dan Planet-Planet Mengitari Matahari

Peredaran Bumi mengelilingi matahari disebut revolusi. Bidang orbit Bumi mengelilingi matahari di sebut dengan ekliptika (mintaqah al-buruj). Bidang orbit bumi di bidang ekliptika ini berbentuk elips. Hal ini dijelaskan dalam salah satu dalil hukum Kepler (1571-1630) bahwa lintasan planet menyerupai elips dengan matahari pada salah satu titik apinya (Khazin, 2004: 28). Arah revolusi bumi adalah negatif. Jika kita berada di luar angkasa dari sebelah utara, kita akan melihat bumi beredar mengelilingi matahari yang arah peredarannya berlawanan dengan arah perputaran jarum jam (Tanudidjaja: 1996: 123).

Selama revolusi ternyata sumbu bumi mempunyai kemiringan dengan arah yang sama, kemiringan itu besarnya 23,5˚ dari garis tegak lurus pada ekliptika. Bila dilacak, gerakannya sepanjang tahun akan mengikuti garis yang kita namakan garis ekliptika. Garis ekliptika ini berpotongan dengan garis ekuator langit, yaitu garis yang memotong bola langit menjadi dua bagian–belahan utara dan belahan selatan. Perpotongan dua garis ini–ekliptika dan ekuator langit–disebut titik equinox. Saat matahari berada di titik ini, maka lamanya siang dan malam akan sama yaitu masing-masing 12 jam. Titik yang dilewati matahari dalam perjalanannya dari selatan ke utara langit, terjadi pada bulan Maret, dinamakan Titik Vernal Equinox. Titik yang dilewati matahari dalam perjalanannya dari utara ke selatan langit, terjadi pada bulan September, dinamakan Titik Autumnal Equinox. Vernal Equinox terjadi sekitar tanggal 21-23 Maret setiap tahunnya, tidak pernah sama karena Bumi sendiri membutuhkan waktu 365.2422 hari untuk mengitari matahari (http://langitselatan.com).


Selepas tanggal 1 Januari ini, kira-kira pada pekan pertama tahun, Bumi akan mencapai titik perihelion (Nuqthah ar-Ra’si) —titik terdekat dengan Matahari—di mana jarak Bumi dari Matahari adalah 147.072.376 kilometer. Sumbu Bumi miring 66,5o terhadap bidang orbit mengelilingi Matahari, Matahari seolah bergerak ke utara. Matahari akan terlebih dulu mencapai ekuator pada tanggal 21 Maret. Pada titik yang disebut equinox ini, musim semipun di mulai untuk belahan bumi utara, sementara di belahan bumi selatan di mulai musim gugur. Titik ini juga disebut dengan equinox Maret, equinox Musim Semi. Selanjutnya, Matahari akan mencapai Garis Balik Utara (Solstitium) pada tanggal 21 Juni, saat yang juga dikenal sebagai Solstitium Musim Dingin untuk belahan bumi selatan. Setelah tiga bulan memberi musim panas di belahan bumi utara, Matahari bergerak kembali ke selatan, dan mencapai equinox Musim Gugur pada tanggal 22 September. Sekitar 2-6 Juli, Bumi akan mencapai titik terjauh dari Matahari atau Aphelion (Auj), yaitu pada jarak 152.060.540 kilometer. Dari situ, perjalanan mataharipun berlanjut ke selatan dan mencapai Solstitium Musim Panas pada tanggal 22 Desember. Pada tanggal inilah hari paling pendek bagi belahan bumi utara, dan terpanjang bagi belahan bumi selatan. Demikianlah siklus tahunan yang terjadi bagi Bumi yang disebabkan oleh pergerakannya mengelilingi Matahari. Dalam siklus yang menghasilkan musim dan cuaca yang berganti-ganti itu terpola kegiatan manusia dan juga flora dan fauna (http://lkassurabaya.blogspot.com)

Pengaruh revolusi Bumi adalah :

1. Perbedaan panjang waktu siang dan malam di daerah utara dan daerah selatan khatulistiwa. Ini terkait dengan waktu penerimaan sinar matahari. Saat matahari berada di utara maka sinar matahari di bumi belahan utara lebih banyak dari pada sebelah selatan, begitu juga sebaliknya.

2. Pergeseran matahari dari titik balik utara dan atau titik balik selatan. Matahari tidak selamanya berada di khatulistiwa, melainkan mengalami pergeseran ke utara dan selatan.
3. Perbedaan musim di bumi.

a. Daerah yang berada di antara 0o – 23,5o LU dan 0o – 23,5o LS mengalami 2 musim yaitu musim hujan dan musim panas.

b. Daerah yang berada di antara 23,5o – 66,5o LU dan 23,5o – 66,5o LS mengalami 4 musim.

c. Negara yang berada di antara 66,5o – 90o LU merupakan daerah kutub utara dan 66,5o – 90o LS merupakan daerah kutub selatan. Kedua daerah ini dalam 1 tahun mengalami 6 bulan siang terus menerus dan 6 bulan malam terus menerus. Hal ini karena disebabkan kemiringan perputaran bumi terhadap garis tegak lurus bidang edar bumi.

4. Gerak semu tahunan matahari. Hal ini dapat diamati dengan terlihatnya letak rasi bintang yang berbeda dari suatu bulan ke bulan yang lain. (http://id.answers.yahoo.com dan http://www.freewebs.com)

5. Penentuan tarikh matahari ; solar kalendar. Priode satu tahun peredaran matahari adalah 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik (365,2422 hari) yang disebut tahun Tropik (as-Sanah al-‘Adiyah). Satu tahun tropik adalah priode peredaran semu tahunan matahari dari titik Aries sampai pada titik itu lagi. Priode peredaran semu matahari pada ekliptika bersifat negatif sedang Aries memiliki arah yang positif terhadap ekliptika sehingga priode yang dibutuhkan matahari untuk bertemu Aries lebih pendek dari perhitungan tahun Sideris (as-Sanah an-Nujumiyah) yaitu: priode revolusi bumi mengelilingi matahari satu putaran elips penuh.

Planet-planet di tata surya semuanya berevolusi, beredar mengelilingi matahari. Orbit planet-planet tersebut tidak sebidang dengan ekliptika (garis edar bumi dalam berevolusi mengelilingi matahari). Berikut ini waktu yang dibutuhkan planet-planet di tata surya dalam berevolusi mengelilingi matahari.


Revolusi Bulan Mengelilingi Bumi

Bulan adalan satelit bumi. Dalam berotasi, bulanpun berevolusi mengelilingi bumi. Keduanya dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Bulanpun kemudian bersama-sama dengan bumi berevolusi mengelilingi matahari.

Pengaruh revolusi bulan adalah:

1. Terjadi pasang surut air laut, laut pasang sekitar kulminasi, lalu surut 6 jam kemudian.

2. Dimungkinkannya terjadi gerhana bulan pada saat oposisi dan gerhana matahari pada saat konjungsi.

3. Bentuk atau fase bulan yang selalu berubah-ubah (seperti bulan baru, bulan purnama, bulan sabit dll)

4. Pergantian bulan dan tahun pada tahun Hijriah (http://www.freewebs.com).

5. Sinkronisasi Bumi-Bulan, sebagai akibat rotasi bulan dan Bumi.

Revolusi bulan mengelilingi bumi yang berawal dari bintang tertentu untuk kembali pada posisi tersebut dengan kata lain beredar mengelilingi bumi satu putaran penuh (360o) disebut peredaran siderik bulan. Dalam peredaran sideriknya, bulan membutuhkan waktu 27 ⅓ hari. Adapun dalam perhitungan bulan Qamariyah adalah satu bulan sinodik (asy-Syahr al-Qamari) yaitu priode perjalanan bulan dari konjungsi sampai konjungsi berikutnya, yang lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (Tanudidjaja: 1996: 131-133).


Revolusi Tata Surya mengelilingi Pusat Galaksi

Sistem Tata Surya (The Solar System) adalah suatu sistem organisasi yang teratur pada matahari di mana matahari sebagai pusat peredaran dan dikelilingi oleh pengikut-pengikutnya (planet, satelit, asteroid, komet, dan meteor). Semua pengikut matahari mengelilingi matahari dengan garis edar tertentu. (Ati.staff.gunadharma.ac.id)

Di luar revolusi Bumi mengelilingi Matahari, sebenarnya ada gerakan lain yang lebih subtil dan lebih tidak terasa. Matahari, bersama Bumi dan planet-planet lain, mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti dengan kecepatan 250 kilometer per detik. Para astronom mengamati bahwa tata surya kini sedang bergerak menuju Konstelasi Lyra. Matahari dan planet-planetnya akan menggenapi revolusi mengelilingi pusat Galaksi dalam tempo 200 juta-250 juta tahun. Sungguh kurun yang teramat panjang untuk ukuran manusia (http://lkassurabaya.blogspot.com)
Menurut T Djamaluddin teori heliosentris (matahari sebagai pusat tatasurya dan alam semesta) yang selama ini diperpegangipun kini tidak tepat lagi, karena matahari bukanlah pusat alam semesta. Dalam tinjauan alam semesta skala besar (dalam kajian kosmologi), kita tidak mengenal adanya pusat alam semesta. (http://t-djamaluddin.spaces.live.com)

Daftar Pustaka


Astronomi: Arah putar bumi-Bulan dan Matahari? http://id.answers.yahoo.com

Azhari, Susiknan, 2001, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta: Lazuari, Cet.ke-1

____________, 2007, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. Ke-2

Hand Out Matakuliah : Matematika dan IAD, Ati.staff.gunadharma.ac.id

Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet.ke-3

Ninok Leksono, 2008, Resolusi dalam Revolusi, http://lkassurabaya.blogspot.com

Tata Surya, http://www.freewebs.com

Kapan Matahari terbit dari Barat? http://famhar.multiply.com

T Djamaluddin, QA Sekitar Sains dan Kaitan dengan Quran JAWABAN ATAS Beberapa Kesalahfahaman Atas Sains dan Kaitan dengan Quran (Misalnya, gerakan bumi, matahari mengitari bumi, pendaratan di bulan, teori evolusi), http://t-djamaluddin.spaces.live.com

Astraatmadja, Tri L , Vernal Equinox, http://langitselatan.com

Tanudidjaja, Moh. Ma’mur, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa untuk Sekolah Menengah Umum, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996, cet. Ke-4

Tata Surya, Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org.
Astronomi I




Rotasi Bumi, Planet, dan Bulan



Bumi berputar; berotasi pada porosnya dengan arah rotasi dari barat ke timur. Inilah peredaran harian yang sebenarnya. Bumi berotasi dari barat ke timur, sehingga Indonesia selalu melihat matahari lebih dulu daripada India. Arah barat-timur sebenarnya hanya arah relatif terhadap arah poros bumi (http://famhar.multiply.com). Jika dilihat dari kutub utara gerakannya berlawanan dengan jalannya jarum jam, gerakannya disebut juga arah negatif. Waktu yang dibutuhkan dalam sekali berotasi adalah 23 jam 56 menit 4 detik. Ketika berotasi, Atmosfir yang menyelubungi Bumi ikut berotasi tapi gerakannya tidak mengikuti permukaan bumi. Hal ini dapat dianalogkan dengan peristiwa kita naik kereta api, jika kita mengeluarkan tangan di jendela maka kita merasakan hembusan angin. Hal ini karena udara yang ada di sekeliling kereta api itu tidak turut berotasi.


Kita tidak merasa gerakan rotasi tersebut, karena efek gaya gravitasi yang menarik kita tetap berada di permukaan bumi lebih dominan daripada efek gerak rotasi bumi tersebut. Kalau kita berbaring lama sambil terus memandang ke langit, kita akan merasa bahwa kita sedang berputar mengitari ruang angkasa dengan melihat bintang-bintang secara perlahan bergeser (http://t-djamaluddin.spaces.live.com). Akibat dari bumi berotasi adalah:
Beberapa bagian bumi mengalami pembagian arah cahaya contohnya daerah bumi yang mendapat cahaya matahari mengalami siang hari. Sedangkan daerah yang tidak mendapat cahaya matahari mengalami malam hari.


Pengelembungan khatulistiwa dan pemepatan kutub-kutub bujurnya.
Adanya perubahan arah angin di sekitar khatulistiwa (http://id.answers.yahoo.com).
Peredaran semu benda-benda langit seperti bintang-bintang, bulan, planet-planet, dan matahari terbit di timur kemudian bergerak sehingga akhirnya terbenam di barat.
Planet-planet di tata suryapun semuanya berotasi. an ilmu Falak tidak banyak dibicarakan tentang planet-planet ini. Hal ini karena yang banyak berpengaruh dalam kajian penetapan waktu di bumi adalah bulan dan matahari. Sehingga keduanyalah yang banyak diulas dalam ilmu Falak sebagai Islamic Astronomi.
Rotasi bulan yaitu perputaran bulan pada sumbunya yang memerlukan waktu yang sama periodenya dengan revolusi bulan mengelilingi bumi. Keduanya dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Arah rotasi dan revolusi bulan memiliki arah yang sama yaitu arah negatif; arah yang berlawanan dengan perputaran jarum jam (Tanudidjaja: 1996: 129). Pengaruh rotasi bulan adalah: Wajah bulan tampak selalu sama karena rotasi bulan sama periode dengan revolusi bulan mengelilingi Bumi, yaitu 27,3 hari. Ini akibat efek sinkronisasi akibat gaya pasang surut Bumi. Kalau bulan diam, maka secara perlahan kita akan melihat permukaan bulan bagian lainnya selama revolusinya mengelilingi bumi. (http://t-djamaluddin. spaces.live.com).

Revolusi Bumi dan Planet-Planet Mengitari Matahari
Peredaran Bumi mengelilingi matahari disebut revolusi. Bidang orbit Bumi mengelilingi matahari di sebut dengan ekliptika (mintaqah al-buruj). Bidang orbit bumi di bidang ekliptika ini berbentuk elips. Hal ini dijelaskan dalam salah satu dalil hukum Kepler (1571-1630) bahwa lintasan planet menyerupai elips dengan matahari pada salah satu titik apinya (Khazin, 2004: 28). Arah revolusi bumi adalah negatif. Jika kita berada di luar angkasa dari sebelah utara, kita akan melihat bumi beredar mengelilingi matahari yang arah peredarannya berlawanan dengan arah perputaran jarum jam (Tanudidjaja: 1996: 123).
Selama revolusi ternyata sumbu bumi mempunyai kemiringan dengan arah yang sama, kemiringan itu besarnya 23,5˚ dari garis tegak lurus pada ekliptika. Bila dilacak, gerakannya sepanjang tahun akan mengikuti garis yang kita namakan garis ekliptika. Garis ekliptika ini berpotongan dengan garis ekuator langit, yaitu garis yang memotong bola langit menjadi dua bagian–belahan utara dan belahan selatan. Perpotongan dua garis ini–ekliptika dan ekuator langit–disebut titik equinox. Saat matahari berada di titik ini, maka lamanya siang dan malam akan sama yaitu masing-masing 12 jam. Titik yang dilewati matahari dalam perjalanannya dari selatan ke utara langit, terjadi pada bulan Maret, dinamakan Titik Vernal Equinox. Titik yang dilewati matahari dalam perjalanannya dari utara ke selatan langit, terjadi pada bulan September, dinamakan Titik Autumnal Equinox. Vernal Equinox terjadi sekitar tanggal 21-23 Maret setiap tahunnya, tidak pernah sama karena Bumi sendiri membutuhkan waktu 365.2422 hari untuk mengitari matahari (http://langitselatan.com).
Selepas tanggal 1 Januari ini, kira-kira pada pekan pertama tahun, Bumi akan mencapai titik perihelion (Nuqthah ar-Ra’si) —titik terdekat dengan Matahari—di mana jarak Bumi dari Matahari adalah 147.072.376 kilometer. Sumbu Bumi miring 66,5o terhadap bidang orbit mengelilingi Matahari, Matahari seolah bergerak ke utara. Matahari akan terlebih dulu mencapai ekuator pada tanggal 21 Maret. Pada titik yang disebut equinox ini, musim semipun di mulai untuk belahan bumi utara, sementara di belahan bumi selatan di mulai musim gugur. Titik ini juga disebut dengan equinox Maret, equinox Musim Semi. Selanjutnya, Matahari akan mencapai Garis Balik Utara (Solstitium) pada tanggal 21 Juni, saat yang juga dikenal sebagai Solstitium Musim Dingin untuk belahan bumi selatan. Setelah tiga bulan memberi musim panas di belahan bumi utara, Matahari bergerak kembali ke selatan, dan mencapai equinox Musim Gugur pada tanggal 22 September. Sekitar 2-6 Juli, Bumi akan mencapai titik terjauh dari Matahari atau Aphelion (Auj), yaitu pada jarak 152.060.540 kilometer. Dari situ, perjalanan mataharipun berlanjut ke selatan dan mencapai Solstitium Musim Panas pada tanggal 22 Desember. Pada tanggal inilah hari paling pendek bagi belahan bumi utara, dan terpanjang bagi belahan bumi selatan. Demikianlah siklus tahunan yang terjadi bagi Bumi yang disebabkan oleh pergerakannya mengelilingi Matahari. Dalam siklus yang menghasilkan musim dan cuaca yang berganti-ganti itu terpola kegiatan manusia dan juga flora dan fauna (http://lkassurabaya.blogspot.com)

Pengaruh revolusi Bumi adalah :
1. Perbedaan panjang waktu siang dan malam di daerah utara dan daerah selatan khatulistiwa. Ini terkait dengan waktu penerimaan sinar matahari. Saat matahari berada di utara maka sinar matahari di bumi belahan utara lebih banyak dari pada sebelah selatan, begitu juga sebaliknya.
2. Pergeseran matahari dari titik balik utara dan atau titik balik selatan. Matahari tidak selamanya berada di khatulistiwa, melainkan mengalami pergeseran ke utara dan selatan.
3. Perbedaan musim di bumi.
a. Daerah yang berada di antara 0o – 23,5o LU dan 0o – 23,5o LS mengalami 2 musim yaitu musim hujan dan musim panas.
b. Daerah yang berada di antara 23,5o – 66,5o LU dan 23,5o – 66,5o LS mengalami 4 musim.
c. Negara yang berada di antara 66,5o – 90o LU merupakan daerah kutub utara dan 66,5o – 90o LS merupakan daerah kutub selatan. Kedua daerah ini dalam 1 tahun mengalami 6 bulan siang terus menerus dan 6 bulan malam terus menerus. Hal ini karena disebabkan kemiringan perputaran bumi terhadap garis tegak lurus bidang edar bumi.
4. Gerak semu tahunan matahari. Hal ini dapat diamati dengan terlihatnya letak rasi bintang yang berbeda dari suatu bulan ke bulan yang lain. (http://id.answers.yahoo.com dan http://www.freewebs.com)
5. Penentuan tarikh matahari ; solar kalendar. Priode satu tahun peredaran matahari adalah 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik (365,2422 hari) yang disebut tahun Tropik (as-Sanah al-‘Adiyah). Satu tahun tropik adalah priode peredaran semu tahunan matahari dari titik Aries sampai pada titik itu lagi. Priode peredaran semu matahari pada ekliptika bersifat negatif sedang Aries memiliki arah yang positif terhadap ekliptika sehingga priode yang dibutuhkan matahari untuk bertemu Aries lebih pendek dari perhitungan tahun Sideris (as-Sanah an-Nujumiyah) yaitu: priode revolusi bumi mengelilingi matahari satu putaran elips penuh.

Planet-planet di tata surya semuanya berevolusi, beredar mengelilingi matahari. Orbit planet-planet tersebut tidak sebidang dengan ekliptika (garis edar bumi dalam berevolusi mengelilingi matahari). Berikut ini waktu yang dibutuhkan planet-planet di tata surya dalam berevolusi mengelilingi matahari.

Karakteristis
Merkurius
Venus
Bumi
Mars
Jupiter
Saturnus
Uranus
Neptunus
Waktu Revolusi
(dalam Tahun)
0,24
0,62
1,00
1,88
11,86
29,45
84,02
164,79
http://id.wikipedia.org
Revolusi Bulan Mengelilingi Bumi
Bulan adalan satelit bumi. Dalam berotasi, bulanpun berevolusi mengelilingi bumi. Keduanya dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Bulanpun kemudian bersama-sama dengan bumi berevolusi mengelilingi matahari.
Pengaruh revolusi bulan adalah:
1. Terjadi pasang surut air laut, laut pasang sekitar kulminasi, lalu surut 6 jam kemudian.
2. Dimungkinkannya terjadi gerhana bulan pada saat oposisi dan gerhana matahari pada saat konjungsi.
3. Bentuk atau fase bulan yang selalu berubah-ubah (seperti bulan baru, bulan purnama, bulan sabit dll)
4. Pergantian bulan dan tahun pada tahun Hijriah (http://www.freewebs.com).
5. Sinkronisasi Bumi-Bulan, sebagai akibat rotasi bulan dan Bumi.
Revolusi bulan mengelilingi bumi yang berawal dari bintang tertentu untuk kembali pada posisi tersebut dengan kata lain beredar mengelilingi bumi satu putaran penuh (360o) disebut peredaran siderik bulan. Dalam peredaran sideriknya, bulan membutuhkan waktu 27 ⅓ hari. Adapun dalam perhitungan bulan Qamariyah adalah satu bulan sinodik (asy-Syahr al-Qamari) yaitu priode perjalanan bulan dari konjungsi sampai konjungsi berikutnya, yang lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (Tanudidjaja: 1996: 131-133).
Revolusi Tata Surya mengelilingi Pusat Galaksi
Sistem Tata Surya (The Solar System) adalah suatu sistem organisasi yang teratur pada matahari di mana matahari sebagai pusat peredaran dan dikelilingi oleh pengikut-pengikutnya (planet, satelit, asteroid, komet, dan meteor). Semua pengikut matahari mengelilingi matahari dengan garis edar tertentu. (Ati.staff.gunadharma.ac.id)
Di luar revolusi Bumi mengelilingi Matahari, sebenarnya ada gerakan lain yang lebih subtil dan lebih tidak terasa. Matahari, bersama Bumi dan planet-planet lain, mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti dengan kecepatan 250 kilometer per detik. Para astronom mengamati bahwa tata surya kini sedang bergerak menuju Konstelasi Lyra. Matahari dan planet-planetnya akan menggenapi revolusi mengelilingi pusat Galaksi dalam tempo 200 juta-250 juta tahun. Sungguh kurun yang teramat panjang untuk ukuran manusia (http://lkassurabaya.blogspot.com)
Menurut T Djamaluddin teori heliosentris (matahari sebagai pusat tatasurya dan alam semesta) yang selama ini diperpegangipun kini tidak tepat lagi, karena matahari bukanlah pusat alam semesta. Dalam tinjauan alam semesta skala besar (dalam kajian kosmologi), kita tidak mengenal adanya pusat alam semesta. (http://t-djamaluddin.spaces.live.com)

Daftar Pustaka
Astronomi: Arah putar bumi-Bulan dan Matahari? http://id.answers.yahoo.com
Azhari, Susiknan, 2001, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta: Lazuari, Cet.ke-1
____________, 2007, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. Ke-2

Hand Out Matakuliah : Matematika dan IAD, Ati.staff.gunadharma.ac.id

Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet.ke-3

Ninok Leksono, 2008, Resolusi dalam Revolusi, http://lkassurabaya.blogspot.com
Tata Surya, http://www.freewebs.com
Kapan Matahari terbit dari Barat? http://famhar.multiply.com

T Djamaluddin, QA Sekitar Sains dan Kaitan dengan Quran JAWABAN ATAS Beberapa Kesalahfahaman Atas Sains dan Kaitan dengan Quran (Misalnya, gerakan bumi, matahari mengitari bumi, pendaratan di bulan, teori evolusi), http://t-djamaluddin.spaces.live.com
Astraatmadja, Tri L , Vernal Equinox, http://langitselatan.com
Tanudidjaja, Moh. Ma’mur, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa untuk Sekolah Menengah Umum, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996, cet. Ke-4
Tata Surya, Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org.


SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU FALAK DI INDONESIA:

UPAYA PENELUSURAN[1]


Abstrak

Menarik untuk mencoba membahas sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia. Perkembangan awal ilmu Falak di Nusantara adalah diadopsinya sistem penanggalan hijriah ke dalam penanggalan Jawa yang dilakukan oleh sultan Agung. Menguraikan transmisi keilmuan Falak sampai ke Nusantara. Menggambarkan bentuk pengembangan dan interaksinya dengan perkembangan ilmu pengetahuan terutama astronomi.  Serta momentum bagi kajian-kajian ilmu Falak seperti penentuan awal waktu salat, arah kiblat, awal bulan Kamariah, dan gerhana untuk reaktualisasi. Perkembangan ilmu Falak di Indonesia tidak selalu bersifat linier antara perkembangan sains dengan realita yang terjadi pada masa itu. Dengan asumsi bahwa pada pertengahan abad ke-20 metode hisab Hakiki Tahqiqi akan berkembang dengan pesat menggantikan teori lama yang telah gugur secara ilmiah; dan metode hisab Hakiki Taqribi mulai ditinggalkan orang. Tapi kenyataannya tidak seperti demikian. Metode hisab Hakiki Taqribi tetap memiliki pengikut fanatiknya bahkan sampai dengan sekarang ini, misalnya kasus metode Sullamun Nayyiran.


Kata Kunci: Sejarah, Ilmu Falak, ibadah 


Pendahuluan

Dalam makalah ini mungkin belum dapat dirumuskan secara sistematis tentang sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia. Hal ini karena dari buku-buku ilmu Falak yang telah ditulis oleh berbagai kalangan ahli dan praktisi ilmu Falak sampai sekarang belum banyak yang mengulasnya secara memadai. Namun akan berusaha diungkapkan poin-poin penting dalam perkembangan ilmu Falak di Indonesia.

Untuk mengungkapkan sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia perlu penelitian tentang bagaimana transmisi keilmuan Falak sampai ke Nusantara. Literatur awal yang diajarkan dan bagaimana perkembangannya. Hal ini untuk memetakan jaringan ulama Falak  Nusantara.

Sebagai sebuah sains yang dikembangkan oleh umat Islam tentulah ilmu Falak mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Akan dibahas juga bagaimana ahli Falak—yang sebagiannya adalah dari kalangan ulama di pondok-pondok pesantren dalam mengikapi persoalan tersebut. Dalam pengembangan kajian ilmu Falak ini terdapat momentum-momentum yang menjadi tahapan penting bagi perkembangannya. Di antara momentum-momentum itu yang penulis anggap signifikan untuk diungkap antara lain:

1.       Perubahan arah kiblat masjid keraton Jogjakarta oleh KH Ahmad Dahlan, 

2.      KH Turaichan Adjhuri yang berbeda dalam penetapan awal bulan Kamariah dengan pemerintah dan menyerukan untuk menyaksikan peristiwa gerhana matahari di kala pemerintah melarang hal tersebut,  

3.      Kisah “kecelakaan” ilmu Falak secara akademik dengan dikeluarkannya mata kuliah ilmu Falak dari Kurikulum PTAI tahun 1995,

4.      Yang paling belakangan adalah peristiwa yang terjadi di tahun 2008 dan 2009 lalu; Hasil Penelitian lembaga Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) tentang banyaknya arah kiblat masjid di Jogjakarta yang melenceng.

5.      Dan Majalah Qiblati yang menggugat jadwal awal waktu salat Subuh yang ditetapkan Pemerintah lebih dahulu dari yang seharusnya.

Di bagian akhir, penulis memberikan beberapa catatan tentang perkembangan ilmu Falak Indonesia.


Sejarah Awal Perkembangan Ilmu Falak di Indonesia

Pembahasan tentang ilmu Falak terkait dengan persoalan ibadah. Ini karena bahasan utama dalam kajian ilmu Falak adalah penentuan awal waktu salat, arah kiblat, awal bulan Kamariah, dan gerhana.  Sebagai bagian dari kegiatan ibadah, ilmu Falak tentu saja masuk ke Indonesia beriringan dengan masuknya agama Islam ke Indonesia. Berbicara tentang sejarah perkembangan awal ilmu Falak di Indonesia secara keilmuan masih belum diungkap secara memadai.

Pembicaraan tentang sejarah awal perkembangan ilmu Falak di Indonesia di dalam buku-buku ilmu Falak hampir sama saja. Rata-rata mereka menyatakan bahwa perkembangan awal ilmu Falak di Nusantara adalah diadopsinya sistem penanggalan hijriah ke dalam penanggalan Jawa yang dilakukan oleh sultan Agung. Pada tahun 1625 Masehi, Sultan Agung yang berusaha keras menyebarkan agama Islam di pulau Jawa dalam kerangka negara Mataram mengeluarkan dekrit untuk mengubah penanggalan Saka. Sejak saat itu kalender Jawa versi Mataram menggunakan sistem kalender kamariah atau lunar (http://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Jawa).[2]

Penanggalan Islam; penanggalan hijriah ini diasumsikam secara umum digunakan oleh kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara sejak zaman meeka berdaulat penuh. Penanggalan ini digunakan sebagai penanggalan resmi kerajaan-kerajaan tersebut. Namun setelah datangnya penjajahan Belanda di Nusantara pada abad ke-16, Belanda mengganti penanggalan tersebut dengan penanggalan masehi. Penaggalan masehi inilah yang digunakan untuk administrasi pemerintahan dan penanggalan resmi (BHR, 1981: 22).


Kajian Keilmuan Ilmu Falak Nusantara

Tahapan perkembangan ilmu Falak di Nusantara dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1.      Pengaruh Ulugh Beik (w. 1449 M) dengan tabel Zeij Sulthaninya

Sejarah tentang perkembangan ilmu Falak sebagai sebuah keilmuan yang mandiri di Indonesia dimulai pada awal abad ke-20. Dalam perhitungan awal bulan Kamariah misalnya, sebelum abad ke-20, di dunia Islam umumnya berkembang metode hisab yang belakangan diidentifikasi sebagai metode hisab Hakiki Taqribi. Perhitungannya masih berpatokan pada asumsi Bumi sebagai pusat peredaran Bulan dan Matahari; yang disebut dengan Geosentris.

Perhitungan awal bulan yang dilakukan menggunakan tabel-tabel astronomi yang dirumuskan oleh  Ulugh Beik (w. 1449 M) yang biasanya disebut Zeij Sulthani. Tabel astronomi Ulugh Beik ini merupakan penemuan yang sangat berharga pada masa itu. Tabel ini telah digunakan bahkan juga oleh para astronom di Barat selama berabad-abad lamanya. 

Setelah Nicolas Copernicus (1473-1543 M) menemukan teori Heliosentris, bahwa Mataharilah pusat tata surya (bukan Bumi sebagaimana yang diyakini sebelumnya). Penemuan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap metode dan rumus ilmu Falak atau astronomi yang selama ini digunakan. Awalnya tdak mudah untuk menentang doktrin yang diyakini gereja, namun pada tahapan selanjutnya teori ini mendapat dukungan secara ilmiah dari ilmuan setelahnya. Pembaharuan yang digulirkan inipun kemudian sampai ke Indonesia. Diperkirakan baru sampai ke Indonesia pada pertengahan abad ke-20.

Dalam sejarah perkembangan modern ilmu Falak di Indonesia pada awal abad ke-20, ditandai dengan penulisan kitab-kitab ilmu Falak oleh para ulama ahli Falak Indonesia. Seiring kembalinya para ulama yang telah berguru di Mekah pada awal abad ke-20, ilmu Falak mulai tumbuh dan berkembang di tanah air. Ketika berguru di tanah suci, mereka tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu agama seperti: tafsir, hadis, fiqh, tauhid, tasawuf, dan pemikiran yang mendorong umat Islam yang pada masa itu rata-rata di bawah belenggu kolonialisme untuk membebaskan diri, melainkan juga membawa catatan tentang ilmu Falak. Kemudian proses transfer knowledge ini berlanjut kepada para murid mereka di tanah air (Khazin, 2008: 28-29).

Dengan semangat menjalankan dakwah islamiah, di antara para ulama ada yang baerdakwah ke berbagai daerah yang baru. Pada dekade itu misalnya, Syekh Abdurrahman ibn Ahmad al-Mishra (berasal dari Mesir) pada tahun 1314H/1896M datang ke Betawi. Ia membawa Zeij (tabel astronomi) Ulugh Beik (w. 1449 M) yang masih mendasarkan teorinya pada teori Geosentris. Ia kemudian mengajarkannya pada para ulama di Betawi pada waktu itu. Di antara muridnya adalah Ahmad Dahlan as-Simarani atau at-Tarmasi (w. 1329H/1911M) dan Habib Usman ibn Abdillah ibn ‘Aqil ibn Yahya yang dikenal dengan Mufti Betawi. 

Lalu Ahmad Dahlan as-Simarani atau at-Tarmasi mengajarkannya di daerah Termas (Pacitan)  dengan menyusun buku Tazkirah al-Ikhwan fi Ba’dhi Tawarikhi A’mal al-Falakiyah bi Semarang yang selesai ditulis pada 1321 H/1903M. Sedang Habib Usman ibn Abdillah ibn ‘Aqil ibn Yahya tetap mengajar di Betawi. Ia menulis buku Iqazhu an-Niyam fi ma Yata’allaq bi ahillah wa ash-Shiyam dicetak pada 1321H/1903M. Buku ini di samping memuat masalah ilmu Falak, juga terdapat di dalamnya tentang masalah puasa (Khazin, 2008: 29). Adapun pemikirannya tentang ilmu Falak kemudian dibukukan oleh salah seorang muridnya Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri bin Muhammad Habib bin Abdul Muhit bin Tumenggung Tjakra Jaya yang menulis kitab Sullamun Nayyiran dicetak pertama kali pada 1344H/1925M. Itulah kitab-kitab yang dihasilkan oleh ulama Falak nusantara pada priode awal ini. Kitab Sullamun Nayyiranlah paling dikenal dari karya ulama Falak pada masa ini dan masih banyak dipelajari sampai sekarang.

Sementara tokoh Falak  yang menonjol di daerah Sumatera adalah Thahir Djalaluddin dan Djamil Djambek. Thahir Djalaluddin dengan karyanya Pati Kiraan Pada Menentukan Waktu yang Lima diterbitkan pada 1357H/1938M, dan Natijah al-Ummi The Almanac: Muslim and Christian Calendar and Direction of Qiblat according to Shafie Sect dicetak pada 1951. Tokoh lainnya Djamil Djambek dengan karyanya Almanak Djamiliyah dan Diya’al Niri fi ma Yata’allaq bi al-Kawakib (Azhari, 2007: 10). Tokoh Falak Nusantara yang hidup pada masa itu yang bersinar antara lain Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Ahmad Rifa’I, dan KH Sholeh Darat (Azhari, 2007: 10).


2.      Pengaruh Mathla’ as-Sa’id fi Hisab al-Kawakib ‘ala Rashd al-Jadid dan al-Manahij al-Hamidiyah.

              Pada priode kedua, ditandai dengan kuatnya  pengaruh kitab Mathla’ as-Sa’id fi Hisab al-Kawakib ‘ala Rashd al-Jadid karangan Husen Zaid al-Mishra dan al-Manahij al-Hamidiyah karangan Abd al-Hamid Mursy Ghais al-Falaki asy-Syafi’i. Kedua kitab tersebut dibawa oleh mereka yang menunaikan ibadah haji setelah menyempatkan diri untuk belajar di tanah suci. Menurut M. Taufik  bahwa kitab ilmu Falak yang ditulis oleh ulama Falak nusantara pada priode kedua ini banyak yang merupakan cangkokan dari kedua kitab tersebut. Di antara kitab-kitab karangan ulama Nusantara tersebut adalah kitab al-Khulashah al-Wafiyah karya Zubair Umar al-Jailani yang dicetak pertam kalinya pada 1354H/ 1935M, buku Ilmu Falak dan Hisab dan buku Hisab Urfi dan Hakiki karya K Wardan Dipo Ningrat yang dicetak pada 1957, al-Qawa’id al-Falakiyah karya Abd al-Fatah as-Sayyid ath-Thufi al-Falaki,  dan Badi’ah al-Mitsal karya Ma’shum Jombang (w 1351H/1933M) (Murtadho,  2008: 29).

Sebagian kitab-kitab ilmu Falak karya para ulama Indonesia, yang selain menjadikan  al-Mathla’ as-Sa’id fi Hisbah al-Kawakib ‘Ala Rasd al-Jadid dan al-Manahij al-Hamidiyah sebagai rujukan utamanya juga merujuk karya ulama Indonesia sebelum mereka (yang telah mempelajari dan mencangkok kitab al-Mathla’ as-Sa’id fi Hisbah al-Kawakib ‘Ala Rasd al-Jadid dan al-Manahij al-Hamidiyah),--yang merupakan kitab yang dipelajari guru mereka sendiri ataupun guru dari guru mereka. Di antaranya adalah Almanak Menara Kudus karya Turaikhan Adjhuri, Nur al-Anwar karya Noor Ahmad SS Jepara yang dicetak pada 1986, al-Maksuf karya Ahmad Soleh Mahmud Jauhari Cirebon, Ittifaq Dzat al-Bain karya Muhammad Zuber Abdul Abdul Karim Gresik.


3.      “Perkawinan” Ilmu Falak dan Astronomi

Pembahasan tentang sejarah perkembangan ilmu Falak modern Indonesia tak lepas dari peran Saadoe'ddin Djambek. Ia  lahir di Bukittinggi pada tanggal 24 Maret 1911 M/ 1330 H. ia wafat di Jakarta pada tanggal 22 November 1977 M/11 Zulhijjah 1397 H. Ia merupakan seorang guru serta ahli hisab dan rukyat, putra ulama besar Syekh Muhammad Djamil Djambek (1860-1947 M/1277-1367 H) dari Minangkabau (http://bimasislam.depag.go.id).

Ia mulai tertarik mempelajari ilmu hisab pada tahun 1929 M/1348 H. Ia belajar ilmu hisab dari Syekh Taher Jalaluddin, yang mengajar di Al-Jami'ah Islamiah Padang tahun 1939 M/1358 H. Pertemuannya dengan Syekh Taher Jalaluddin membekas dalam dirinya dan menjadi awal pembentukan keahliannya di bidang penanggalan. Untuk memperdalam pengetahuannya, ia kemudian mengikuti kursus Legere Akte Ilmu Pasti di Yogyakarta pada tahun 1941-1942 M/1360-1361 H serta mengikuti kuliah ilmu pasti alam dan astronomi pada FIPIA (Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam) di Bandung pada tahun 1954-1955 M/1374-1375 H (http://bimasislam.depag.go.id).

Keahliannya di bidang ilmu pasti dan ilmu Falak dikembangkannya melalui tugas yang dilaksanakannya di beberapa tempat. Pada tahun 1955-1956 M/1375-1376 H menjadi lektor kepala dalam mata kuliah ilmu Pasti pada PTPG (Perguruan Tinggi Pendidikan Guru) di Batusangkar, Sumatra Barat. Kemudian ia memberi kuliah ilmu Falak sebagai dosen tidak tetap di Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1959-1961 M/1379-1381 H). Sebagai ahli ilmu Falak, ia banyak menulis tentang ilmu Hisab. Di antara karyanya adalah : (1) Waktu dan Djadwal Penjelasan Populer Mengenai Perjalanan Bumi, Bulan dan Matahari (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas tahun 1952 M/1372 H), (2) Almanak Djamiliyah (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas tahun 1953 M/1373 H), (3) Perbandingan Tarich (diterbitkan oleh penerbit Tintamas pada tahun 1968 M/1388 H), (4) Pedoman Waktu Sholat Sepanjang Masa (diterbitkan oleh Penerbit Bulan Bintang pada tahun 1974 M/1394 H), (5) Sholat dan Puasa di daerah Kutub (diterbitkan oleh Penerbit Bulan Bintang pada tahun 1974 M/1394 H) dan (6) Hisab Awal bulan Qamariyah (diterbitkan oleh Penerbit Tintamas pada tahun 1976 M/1397 H) (http://bimasislam.depag.go.id).

Karya yang terakhir ini; Hisab Awal bulan Qamariyah merupakan pergumulan pemikirannya yang akhirnya merupakan ciri khas pemikirannya dalam hisab awal bulan Kamariah (http://bimasislam.depag.go.id). Ia lah yang meletakkan dasar perhitungan awal bulan Kamariah menggunakan hisab yang berdasarkan pada ilmu astronomi di Indonesia.

Satu lagi kontribusi Sa’adoeddin Djambek adalah dalam penentuan koordinat geografis Ka’bah. Sewaktu melaksanakan ibadah haji, ia melakukan pengukuran koordinat geografis Ka’bah. Ia menyatakan bahwa koordinat geografis Ka’bah adalah lintang (Φ) 21° 25’  LU dan bujur (λ) 39° 50’ BT.

Jaringan keilmuan Sa’adoeddin Djambek ini diteruskan oleh muridnya. Di antara muridnya adalah Abdul Rachim dan A Mustadjib. Karya Abdul Rachim antara lain Ilmu Falak yang dicetak pada 1983, Perhitungan Awal Bulan dan Gerhana Matahari system Newcomb.

Selanjutnya jajaran ulama yang berkiprah dalam mengembangan ilmu Falak pada priode ini antara lain: Taufik.  Ia dan putranya menyusun Win Hisab versi 2.0 pada tahun 1998. Hak lisensinya pada badan Hisab dan Rukyat Depag RI. Win Hisab ini dikenal juga dengan Sistem Ephemeris (Khazin, 2008: 36-37).

Perbedaan dalam ber-Idul Fitri pada tahun 1993, 1993 dan 1994 medatang berkah tersendiri bagi perkembangan ilmu Falak Indonesia. Dengan lahirnya software-software Falak yang praktis dari para ahli Falak. Sofware Falak itu antara lain: Mawaqit oleh ICMI Korwil Belanda pada tahun 1993; yang disempurnakan menjadi Mawaqitt versi 2002 oleh Khafid, program falakiyah Najmi oleh Nuril Fuad tahun 1995, program Astinfo oleh jurusan Astronomi ITB pada tahun 1996, dan program Badiah al-Mitsal tahun 2000, Ahillah, Misal, Pengetan dan Tsaqib oleh Muhyiddin Khazin pada tahun 2004 (Khazin, 2008: 37).

Klasifikasi Metode Falak

Departemen Agama telah mencoba melakukan pengklasifikasian kitab-kitab ilmu Falak karya ulama Indonesia terkait dengan perhitungan penetapan awal bulan Kamariah tersebut ke dalam beberapa kategori sesuai dengan tingkat akurasi penghitunganya. Secara garis besar perhitungan hisab rukyat awal bulan itu ada dua, yakni hisab Urfi dan Hakiki. Kemudian hisab hakiki yang didasarkan pada peredaran bulan yang sebenarnya ini dibagi lagi menjadi tiga tingkatan. Pertama, hisab Haqīqī Taqrībī,  kitab yang tingkat akurasi penghitungannya rendah. Kedua, hisab Ңaqīqī bi at-Tahqīqī, kitab yang tingkat akurasi penghitungannya sedang dan ketiga, hakiki kontemporer, kitab yang tingkat akurasi penghitungannya tinggi. Pemilahan ini dalam forum seminar sehari ilmu Falak tanggal 27 April 1997 di Tugu, Bogor, Jawa Barat (Izzuddin,  2006: 135-136).

Dalam sistem  hisab Urfi berdasarkan pada perhitungan rata-rata dari peredaran Bulan mengelilingi Bumi. Perhitungan secara Urfi ini bersifat tetap, umur bulan itu tetap setiap bulannya. Bulan yang ganjil; gasal berumur tiga puluh hari sedangkan bulan yang genap berumur dua puluh sembilan hari. Dengan demikian bulan Ramadan sebagai bulan kesembilan (ganjil) selamanya akan berumur tiga puluh hari (Anwar,  Almanak_Hijriah.pdf – Adobe Reader: 8)

Biasanya untuk memudahkan dan kepentingan praktis perhitungan dalam pembuatan kalender Kamariah dibuat secara Urfi. Kalender Kamariah Urfi didasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi dalam orbitnya dengan masa 29 hari, 12 jam, 44 menit, 2,8 detik  setiap satu bulannya. Rentang waktu tersebut adalah rentang waktu dari konjungsi (ijtimak) ke konjungsi berikutnya. Dengan perkataan lain, rentang waktu antara posisi titik pusat Matahari, Bulan, dan Bumi berada pada bidang kutub ekliptika yang sama. Rentang waktu itu disebut dengan satu bulan/month. Dengan demikian, perhitungan kalender Kamariah di mulai dari menghitung  awal bulan atau bulan baru/ new month (Fathurohman 2006).

Kalender ini terdiri 12 bulan, dengan masa satu tahun 354 hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik. Itu berarti lebih pendek 10 hari, 21 jam (sekitar 11 hari) dibanding dengan kalender Masehi dalam setiap tiga puluh tahunnya. Masa satu tahun sama dengan 354 hari, 8 jam, 48 menit, 35 detik yang kalau kita sederhanakan dapat dikatakan bahwa satu tahun itu sama dengan 354 11/30 hari.  Dalam siklus 30 tahun, akan terjadi 11 tahun Kabisah yang berumur 355 hari dan sebagai tambahan satu hari ditempatkan pada bulan Zulhijah (bulan Zulhijahnya berumur 30 hari). Sedangkan 19 tahun sisanya merupakan tahun Basitah yang berumur 354 hari. Dengan demikian jumlah hari dalam masa 30 tahun = 30 x 354 hari + 11 hari = 10631 hari, yang diistilahkan dengan satu  daur (Taqwim Hijriyah,  hhtp://afdacairo. blogspot.com).  Sistem hisab ini tak ubahnya seperti Kalender Miladiah (Syamsiah), bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada tahun-tahun Kabisah tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari.

Menurut Susiknan Azhari dan Ibnor Azli Ibrahim (pdf – Adobe Reader: 136-137 ) penanggalan berdasarkan hisab Urfi memiliki karakteristik:

1.      awal tahun pertama Hijriah (1 Muharam 1 H) bertepatan dengan hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M;

2.      satu periode (daur) membutuhkan waktu 30 tahun; 

3.      dalam satu periode/ 30 tahun terdapat 11 tahun panjang (kabisat) dan 19 tahun pendek (basitah). Untuk menentukan tahun kabisat dan basitah dalam satu periode biasanya digunakan syair: 

كف الخليل كفه ديا نه * عن كل خل حبه فصانه

Tiap huruf yang bertitik menunjukkan tahun kabisat dan huruf yang tidak bertitik menunjukkan tahun basitah. Dengan demikian, tahun-tahun kabisat terletak pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29[3];

4.      penambahan satu hari pada tahun kabisat diletakkan pada bulan yang kedua belas/ Zulhijah; 

5.      bulan-bulan gasal umurnya ditetapkan 30 hari, sedangkan bulan-bulan genap umurnya 29 hari (kecuali pada tahun kabisat bulan terakhir/ Zulhijah ditambah satu hari menjadi genap 30 hari);  

6.      panjang periode 30 tahun adalah 10.631 hari (355 x 11 + 354 x 19 = 10.631). Sementara itu, periode sinodis bulan rata-rata 29,5305888 hari selama 30 tahun adalah 10.631,01204 hari (29,5305888 hari x 12 x 30 = 10.631,01204).

7.      perhitungan berdasarkan hisab Urfi ini biasanya dijadikan sebagai ancar-ancar  sebelum melakukan perhitungan penanggalan ataupun perhitungan awal bulan berdasarkan hisab Hakiki. Bila tanpa melakukan perhitungan sebelumnya secara Urfi tentulah para ahli Falak tersebut akan mengalami kesulitan.


Sistem kalender Islam; kalender Hijriah yang dapat dijadikan acuan dalam hal ibadah adalah kalender yang berdasarkan perhitungan atau hisab Hakiki. Hisab Hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran Bulan dan Bumi yang sebenarnya. Berikut ini kita akan melihat beberapa konsep yang terkait dengan penanggalan Islam yang berdasarkan hisab Hakiki:                                        

1.      Umur Bulan

Menurut sistem ini umur bulan tidaklah konstan (tetap) dan tidak pula tidak beraturan, tapi bergantung posisi hilal setiap awal bulan. Boleh jadi umur bulan itu berselang seling antara dua puluh sembilan dan tiga puluh hari. Atau bisa jadi umur bulan itu berturut-turut dua puluh sembilan atau berturut-turut tiga puluh hari. Semua ini bergantung pada peredaran Bulan dan Bumi yang sebenarnya; posisi hilal pada awal bulan tersebut (Azhari,  2004,  30-31)

Sistem ini tentu saja berbeda dengan penetapan kalender secara urfi. Dalam sistem penetapan kalender Urfi, bulan Ramadan sebagai bulan kesembilan (ganjil) selamanya akan berumur tiga puluh hari. Pada hal dalam kenyataannya tidak selalu seperti itu (Anwar,  pdf – Adobe Reader: 8). 

2.      Permulaan Hari

Dalam kalender hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari setiap harinya. Penentuan awal bulan; bulan baru ditandai dengan munculnya hilal di ufuk Barat waktu Magrib setelah terjadinya konjungsi atau ijtimak. Ini berdasarkan firman Allah: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji”… QS al-Baqarah/ 2 ayat 189

Ketika masuknya waktu Magrib berarti telah memasuki hari yang baru; terjadinya pergantian tanggal dan  sekaligus meninggalkan hari yang sebelumnya. 

Dalam ilmu astronomi, pergantian atau permulaan  hari berlangsung saat posisi Matahari berkulminasi bawah, yakni pada pukul 24.00 atau pukul 12.00 malam. Ini yang dijadikan patokan dalam kalender yang berbasiskan peredaran Matahari (Solar Calendar). Sementara itu pergantian atau permulaan  hari  dalam penanggalan Islam dalam penentuan awal bulan Kamariah adalah saat terbenamnya Matahari (Fathurohman, 2004: 114-115).


3.      New Month (Bulan Baru)

Dalam penentuan telah masuknya bulan baru atau awal bulan Kamariah terdapat perbedaan ahli hisab, di antaranya yang berpendapat bahwa awal bulan baru itu ditentukan oleh terjadinya ijtimak sedangkan yang lain mendasarkannya pada posisi hilal.

Kelompok yang berpegang pada sistem ijtimak menetapkan jika ijtimak  terjadi sebelum Matahari terbenam, maka sejak Matahari terbenam itulah awal bulan baru sudah mulai masuk. Mereka sama sekali tidak mempermasalahkan hilal dapat dirukyah atau tidak.

Sedangkan kelompok yang berpegang pada posisi hilal menetapkan jika pada saat Matahari terbenam posisi hilal sudah berada di atas ufuk, maka sejak Matahari terbenam itulah perhitungan bulan baru dimulai (BHR, 1981: 99). Keduanya sama dalam penentuan awal masuknya bulan Kamariah, yakni pada saat Matahari terbenam. Namun keduanya berbeda dalam menetapkan kedudukan Bulan di atas ufuk. Aliran ijtimak qabl ghurub sama sekali tidak mempertimbangkan dan memperhitungkan kedudukan hilal di atas ufuk pada saat sunset.Sebaliknya kelompok yang berpegang pada posisi hilal saat sunset menyatakan apabila hilal sudah berada di atas ufuk itulah pertanda awal masuknya bulan baru. Bila hilal belum wujud berarti hari itu merupakan hari terakhir dari bulan yang sedang berlangsung (Azhari, 2007: 109).

Selanjutnya kedua kelompok ini masing-masingnya terbagi lagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil. Perbedaan ini disebabkan atau dikaitkan dengan fenomena-fenomena yang terdapat di sekitar peristiwa ijtimak dan ghurub asy-syams.  Dan dalam perkembangan wacana dalam penetapan awal bulan Kamariah, kelompok yang berpegang pada posisi hilal inilah yang lebih mendominasi. Akan dibahas tentang kelompok yang berpedoman pada wujudul hilal dan kelompok yang berpedoman pada imkanu rukyah dalam penentuan awal bulan. Keduanya merupakan bagian dari mereka yang berpegang pada posisi hilal dan memiliki standar atau patokan yang berbeda.

Mereka yang berpedoman pada wujudul hilal menyatakan bahwa pedoman masuknya awal bulan adalah telah terjadi ijtimak sebelum terbenam Matahari dan pada saat sunset itu hilal telah wujud di atas ufuk. Sementara itu mereka yang berpedoman pada imkanu rukyah menyatakan bahwa patokan masuknya awal bulan adalah telah ijtimak terjadi sebelum terbenam Matahari dan pada saat sunset itu hilal telah berada di atas ufuk pada ketinggian yang memungkinkan untuk dirukyah. 

4.      Hilal

Hilal (bulan sabit pertama yang bisa diamati setelah konjungsi) digunakan sebagai penentu waktu ibadah. Perubahan yang jelas dari hari ke hari menyebabkan bulan dijadikan penentu waktu ibadah yang baik. Nampaknya karena alasan kemudahan dalam penentuan awal bulan dan kemudahan dalam mengenali tanggal dari perubahan bentuk (fase) bulan inilah kelebihan tahun Kamariah. Ini berbeda dengan kalender Syamsiah (kalender matahari) yang menekankan pada keajegan (konsistensi) terhadap perubahan musim, tanpa memperhatikan tanda perubahan hariannya.

Penting artinya perhitungan posisi hilal ini. Karena perhitungan posisi hilal terkait dengan penentuan awal bulan (new month). Jika hilal telah wujud di atas ufuk menurut kriteria sebagian kelompok atau ketinggian hilal telah memenuhi kriteria visibilitas untuk dirukyah (imkanu rukyah) menurut sebagian kelompok yang lain, maka esok harinya  adalah tanggal satu bulan yang baru. 


Berdasarkan klasifikasi metode Hisab dalam forum seminar sehari ilmu Falak tanggal 27 April 1997 di Tugu, Bogor, Jawa Barat di atas, maka kitab Sullam an-Nayyiran karya Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri dan Fath ar-Rauf al-Mannan karya Abu Hamdan Abdul Jalil adalah tergolong hisab Hakiki Taqribi yang tingkat akurasinya rendah. Karena kitab ini basis data yang dijadikan acuannya adalah Zeij (tabel astronomi) Ulugh Beik (w. 1449 M) dan dalam pelaksanaan pengamatannya berdasarkan teori Geosentrisnya Ptolomeus. Secara ilmiah teori ini telah gugur. Kenyataannya hasil perhitungannya itu tidak didukung oleh argumentasi-argumentasi ilmiah sebagai pengungkapan data, fakta, dan kenyataannya dalam praktek di lapangan. Dengan kata lain hasil perhitungannya terkadang berbeda dengan kenyataan yang ditemui di lapangan ketika observasi rukyatul hilal dilakukan. 

Metode yang masuk kategori hisab Hakiki Tahqiqi antara lain  kitab al-Khulashah al-Wafiyah karya Zubair Umar al-Jailani, Almanak Menara Kudus karya Turaikhan Adjhuri, Nur al-Anwar karya Noor Ahmad SS Jepara, al-Maksuf karya Ahmad Soleh Mahmud Jauhari Cirebon, Ittifaq Dzat al-Bain karya Muhammad Zuber Abdul Abdul Karim Gresik, Hisab Hakiki karya K Wardan Dipo Ningrat, al-Qawa’id al-Falakiyah karya Abd al-Fatah as-Sayyid ath-Thufi al-Falaki, dan Badi’ah al-Mitsal karya Ma’shum Jombang. 

Dan yang tergolong metode hisab Hakiki Kontemporer antara lain: metode al-Mawaqit karya Khafid, Ephimeris Departemen Agama, al-Falakiyah karya Sriyatin Shadiq. Metode  hisab Hakiki Kontemporer yang memiliki tingkat akurasi tinggi karena telah berbasiskan ilmu Astronomi. Metode dalam melakukan perhitungannya telah melakukan koreksi yang banyak dan menyajikan data-data yang lengkap untuk keperluan rukyatul hilal. 


Badan Hisab Rukyat (BHR): Upaya Penyatuan Penentuan Awal Bulan Kamariah di Indonesia

Departemen Agama Republik Indonesia didirikan tanggal 3 Januari 1946. Setelah berdirinya Depag, persoalan yang terkait dengan libur Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) dan penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah diserahkan dan menjadi kewenangannya. Ini berdasarkan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No.2/ Um, 7/Um, 9/Um jo Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967, No. 148 tahun 1968 dan No.10 tahun 1971 (Azhari, 1999: 14).

Dalam wilayah etis-praktis sampai saat ini penetapan dan  awal bulan Kamariah tersebut belum seragam. Bahkan perbedaan ini menjadi penyebab friksi dan mengusik ukhuwah islamiah di antara mereka (Azhari, 1999: 15). Persoalan inilah yang melatarbekangi pendirian sebuah Lembaga Hisab dan Rukyat.

Pada tanggal 16 Agustus 1972 dikeluarkan surat Keputusan Mentri Agama no.76 tahun 1972 tentang Pembentukan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama. Adapun diktumnya sebagai berikut:

1.      Membentuk Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama.

2.      Tugas Badan Hisab dan Rukyat  yang termuat dalam dictum pertama ialah memberikan saran-saran kepada Mentri Agama dalam penentuan permulaan tanggal bulan-bulan Kamariah.

3.      Kepengurusan dari Badan Hisab dan Rukyat  tersebut terdiri dari: ketua, wakil ketua, sekretaris, anggota-anggota tetap dan anggota tersebar (associate members).

4.      Anggota-anggota tetap tersebut merupakan pengurus harian yang menangani mmasalah sehari-hari, sedangkan anggota tersebar bersidang dalam waktu-waktu tertentu menurut keperluan.

5.      Anggota-anggota tersebar diangkat dengan keputusan tersendiri oleh Dirjen Bimas Islam.

6.      Badan Hisab dan Rukyat   tersebut dalam melakukan tugasnya bertanggung jawab kepada Direktur Peradilan Agama.

7.      Kepada ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota-anggota diberikan honorarium menurut peraturan yang berlaku.

8.      Segala pengeluaran dan biaya-biaya dari Badan Hisab dan Rukyat  tersebut dibebankan kepada anggaran dan belanja Departemen Agama mata anggaran 18.1.1241 dan untuk tahun-tahun berikutnya  mata anggaran yang selaras untuk itu.

9.      Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Selanjutnya dengan Surat Keputusan No. 77 tahun 1972 tanggal 16 Agustus 1972 memutuskan susunan personalian Badan Hisab dan Rukyat  Departemen Agama sebagai berikut:

Sa’adoeddin Djambek, Jakarta sebagai ketua merangkap anggota, Wasit Aulawi MA, Jakarta sebagai wakil ketua merangkap anggota, dan Drs Djabir Manshur, Jakarta sebagai sekretaris merangkap anggota. Adapun anggotanya adalah: ZA Noeh, Jakarta, Drs Susanto LMC, Jakarta, Drs Santoso, Jakarta, Rodi Saleh, Jakarta, Djunaidi, Jakarta, Kapten Laut Muhadji, Jakarta,  Drs Peunoh Dali, Jakarta, dan Syarifuuin BA, Jakarta.

Adapun anggota tersebar diserahkan penyrlesaiannya oleh Direktur Jendral Bimas Islam. Dirjen Bimas Islam dengan surat keputusannya No. D.I/96/P/1973 tanggal 28 Juni 1973 telah menetapkan susunan anggota tersebar Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama sebagai berikut: KH Muchtar Jakarta, KH Turaichan Adjhuri Kudus, K.R.B Tang Soban Sukabumi, KH Ali Yafi Ujung Pandang, KH A Djalil Kudus, KH Wardan Yogyakarta, Drs Adb Rachim Yogyakata, Ir Basit Wachit Yogyakarta, Ir Muchlas Hamidi Yogyakarta, H Aslam Z Yogyakarta, H Bidran Hadi Yogyakarta, Drs Bambang Hidayat Bandung/ITB, Ir Hamran Wachid Bandung/ITB, KH O.K.A Azis Jakarta, Ust Ali Ghozali Cianjur, Banadji Aqil Jakarta, dan Kyiai Zuhdi Usman Nganjuk.

Tujuan Pendirian Badan Hisab Rukyah adalah mengupayakan unifikasi dalam menentukan awal bulan Kamariah di Indonesia; terutama  awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Namun dalam wilayah etik praktis belum bisa terwujud. Menurut Susikanan Azhari (1999: 19-20): perbedaan tersebut tidak hanya tarik menarik antara mereka yang berpedoman kepada hisab ataupun mereka yang menggunakan rukyat. Akan tetapi problem intern dari masing-masing kalangan tersebut. Kajian hisab misalnya, selama ini lebih bercorak paktis (practical guidance) dan kian melupakan wilayah teoritis-filosofis.

Kehadiran  Badan Hisab dan Rukyat merupakan wadah bagi pemikiran hisab dan rukyat di Indonesia. Akan tetapi menurut Susiknan Azhari (1999: 20): dalam perjalanannya badan Hisab dan Rukyat terkungkung oleh rutinitas dan lebih bercorak bayani ketimbang burhani. Sudah saatnya Badan Hisab dan Rukyat mengembangkan wilayah teoritis dan filosofis.

Dalam hal ini patut direnungkan pernyataan KH Syukri Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Susiknan Azhari (1999: 21): agar Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama memperhatikan masyarakat Islam Indonesia. Bila masyarakat dipaksa menganut suatu pendapat sebelum ada titik temu dari berbagai pendapat, maka usaha untuk mempersatukan pendapat akan mengalami kegagalan.


Momen-Momen Bagi Kajian Ilmu Falak di Indonesia

Ada beberapa momen penting bagi kajian ilmu Falak di Indonesia. Momen-momen ini dianggap memiliki peranan yang signifikan dalam mengaktualkan kajian ilmu Falak. Di antara momen itu adalah:

1.      Perubahan arah kiblat masjid keraton Jogjakarta oleh KH Ahmad Dahlan.

Nama kecil KH Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis (ada literatur yang menulis Darwisy), dilahirkan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tahun 1868 Masehi bertepatan dengan tahun 1285 H. (http://pakarfisika.blogspot.com/2007/05/koreksi-arah-kiblat.html)

Ia adalah anak seorang kyai tradisional yaitu K.H. Abu Bakar bin Kyai Sulaiman, seorang khatib di Masjid Sultan di kota Yogyakarta. Ibunya Siti Aminah adalah anak Haji Ibrahim, seorang penghulu. Ahmad Dahlan adalah anak keempat dari tujuh bersaudara (http://peaceman.multiply.com/journal).

Ia lah yang meluruskan Arah Kiblat Masjid Agung Yogyakarta pada tahun 1897 M/1315 H. Pada saat itu masjid Agung dan masjid-masjid lainnya, letaknya ke barat lurus, tidak tepat menuju arah kiblat. Sebagai ulama yang menimba ilmu bertahun-tahun di Mekah, Dahlan mengemban amanat mengoreksi kekeliruan. Pada saat itu masjid Agung dan masjid-masjid lainnya, letaknya ke barat lurus, tidak tepat menuju arah kiblat (http://pakarfisika.blogspot.com/2007/05/koreksi-arah-kiblat.html).

Dengan berbekal pengetahuan ilmu Falak atau ilmu Hisab yang dipelajari melalui  K.H. Dahlan (Semarang), Kyai Termas (Jawa Timur), Kyai Shaleh Darat (Semarang), Syekh Muhammad Djamil Djambek, dan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Dahlan menghitung arah kiblat pada setiap masjid. Dahlan dicatat sebagai pelopor pembetulan  arah kiblat dari semua surau dan masjid di Nusantara. (http://www.ilmufalak.or.id).

Setelah "tragedi kiblat" di Masjid Agung, ia pun mendirikan organisasi Muhammadiyah. Melalui organisasi Muhammadiyah ia mendobrak kekakuan tradisi yang memasung pemikiran Islam.
Ia mendirikan organisasi Muhammadiyah. Melalui organisasi Muhammadiyah ia mendobrak kekakuan tradisi yang memasung pemikiran Islam. Di awal kiprahnya, ia kerap mendapat rintangan, bahkan dicap hendak mendirikan agama baru. (http://www.ilmufalak.or.id).

2.      KH Turaichan Adjhuri yang menyaksikan peristiwa gerhana matahari di kala pemerintah melarang hal tersebut.

Mbah Tur (panggilan akrab KH. Turaichan), semasa kecil menghabiskan waktunya untuk belajar, mengaji dan muthola’ah Kitab. Ia belajar Falak secara atodidak. Tapi ketika menemui kemusykilan, ia berkonsultasi dengan KH. Abdul Djalil (gurunya) (http://www.arwaniyyah.com).

Mbah Tur dalam ilmu falak tak dapat diragukan lagi kepiawaiannya, mulai dari penentuan dari awal bulan Hijriah, adanya gerhana dan dalam penerbitan almanak yakni Kalender Menara Kudus yang sampai saat ini masih berjalan dan dimanfaatkan oleh khalayak ramai, tak hanya msyarakat Kudus, bahkan sampai ke penjuru tanah air (http://www.arwaniyyah.com). Perhitungan itu umumnya dipakai oleh Nahdlatul Ulama. Penyusunan Kalender Menara Kudus saat ini diteruskan putranya, Sirril Wafa (http://www.wawasandigital.com).

Turaikhan disebut-sebut sebagai Galileo Islam Indonesia. Ia menjadi duri bagi stabilitas pemerintah. Ia pernah diadili pada 1990 karena menentukan waktu Idul Fitri yang berbeda dari Pemerintah. Sebagian kalangan masyarakat yang menggunakan keputusannya dan meninggalkan keputusan pemerintah. Ia juga menentang maklumat pemerintah yang menyerukan agar masyarakat bersembunyi di rumah-rumah ketika gerhana matahari total pada tahun 1983 dengan menganjurkan umat melihat dan mendirikan salat gerhana (http://blogcasa.wordpress.com).

      Kisah Turaikhan adalah kisah kecil dari pembangkangan kaum astronom dalam menghitung waktu. Kisah besarnya adalah Galileo yang terpenjara di Kota Arcetri, Italia, pada 1632 karena menebar mazab heliosentrisme-bahwa matahari adalah pusat tata surya-seperti ditulisnya dalam Script Dialogue. Ia subversif terhadap doktrin gereja di bawah otoritas Paus Urbanus yang geosentrisme. Jika Galileo penyokong Copernicus, Turaikhan adalah penyokong Syekh Husein Zaid al-Misra, pengarang kitab al-Mathla’ as-Sa’id dari Mesir yang banyak memengaruhi pemikirannya (http://blogcasa.wordpress.com).

Di antara bentuk pengakuan atas ketingggian keilmuannya dibidang ilmu Falak, oleh pemerintah ia diangkat sebagai  anggota Badan Hisab dan Rukyat Depag RI.

3.      Kisah “Kecelakaan” Ilmu Falak Secara Akademik

Secara akademik, ilmu Falak pernah eksit dari kurikulum PTAI. Mata kuliah ilmu Falak keluar dari Kurikulum Nasional PTAI tahun 1995. Hal ini sangat ironis, ilmu Falak dianggap tidak lagi penting untuk menjadi salah satu ilmu yang menjadi kompetensi para lulusan PTAI terutama fakultas Syari’ah. Pada satu sisi ilmu Falak mulai terabaikan tetapi di sisi lain pemikiran hisab rukyat pada saat bersamaan mulai berkembang dengan munculnya ide pembuatan teleskop rukyat. Padahal dari lembaga inilah diharapkan muncul dan berkembangnya pemikiran ilmu Falak atau hisab rukyat yang komprehensif dan filosofis. Bahkan ide perubahan Instutut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) adalah untuk melihat kontribusi Islam kepada ilmu pengetahuan sehingga dikotomi pemisahan antara ilmu umum dan ilmu agama akan dapat dieliminir (Azhari, 1990: 20).

Kini telah berhebus angin yang menyejukkan bagi perkembangan ilmu Falak di Indonesia. Misalnya didirikannya prodi ilmu Falak di IAIN Walisongo pada tahun 2007 dan untuk Strata 2 pada tahun 2009. Adapun Strata 3 baru setingkat konsentrasi  dibuka pada tahun 2008.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di internetpun banyak dijumpai blog dan webset yang menyajikan tentang ilmu Falak. Banyaknya interaksi yang terjadi seputar permasalahan dan problematika ilmu Falak terutama masalah-masalah yang ditemui di tengah-tengah masyarakat, adalah perkembangan yang positif. Hal yang akan menggairahkan perkembangan ilmu falak pada masa-masa yang akan datang.


4.      Hasil Penelitian lembaga Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) tentang banyaknya arah kiblat masjid di Jogjakarta yang melenceng.

Beberapa laporan dari Arab Saudi menyebutkan, sekitar 200 masjid di kota Mekah tidak menghadap ke arah kiblat. Surat kabar Saudi Gazette melaporkan, orang-orang yang melihat ke bawah dari atas gedung-gedung tinggi yang baru di Mekah menemukan, mihrab di banyak masjid tua Mekah tidak mengarah langsung ke Ka’bah. Saat menunaikan salat, warga Muslim sedapat mungkin menghadap ke Ka’bah, bahkan kalau diperlukan, bisa menggunakan kompas khusus untuk mencari arah kiblat itu (http://blogcasa.wordpress.com/).

Wartawan BBC, Sebastian Usher, mengatakan, pihak berwenang belakangan melakukan pembangunan kembali kawasan di dan sekitar al-Masjid al-Haram. Namun, masjid-masjid lama di Mekah tetap dipertahankan keberadaannya. Kini bila dilihat dari gedung-gedung tinggi yang baru, sejumlah warga menemukan lokasi mihrab di sebagian masjid tersebut tidak tepat arah kiblatnya. (http://blogcasa.wordpress.com/).

Jika memang ini benar adanya, problem arah kiblat ternyata bukan cuma hanya di Indonesia saja tapi mungkin meliputi negara-negara Islam lainnya. Untuk kasus Indonesia, di Jawa tengah misalnya, seperti dituliskan Ahmad Izzudin, 70 % masjid yang ada memiliki arah kiblat yang tidak tepat (http://blogcasa.wordpress.com). Masalah yang penting selanjutnya setelah kita melakukan pengecekan arah kibalat masjid dan musala di sekitar kita adalah sosialisasi. Ibarat mengambil rambut dalam tepung. Rambutnya dapat dikeluarkan dan tepungnya tidak tumpah. Penting kiranya dilakukan pendekatan persuasif dan pemberian pemahaman tentang permasalahan ini secara komprehensif sebelum melangkah lebih lanjut. Penyempurnaan arah kiblat bukan berarti adanya perubahan  arah kiblat. Sebenarnya arah kiblat tidak berubah. Perlu penyempurnan atau pemeriksaan ulang arah kiblat masjid dan musala di sekitar kita.

Tantangannya, bagaimana melakukan pengukuran dengan benar di lapangan, menyampaikan hasil-hasilnya kepada masyarakat dan sekaligus mengedukasi publik agar tidak terjadi situasi di mana ada pihak yang merasa “tersakiti”, yang terjadi semata-mata hanya karena ketidakpahaman atas duduk perkara yang sebenarnya (http://blogcasa.wordpress.com).

5.      Majalah Qiblati yang menggugat jadwal awal waktu salat Subuh yang ditetapkan Pemerintah lebih dahulu dari yang seharusnya.

Artikel dalam majalah Qiblati yang berjudul, “Salah Kaprah Waktu Subuh: Fajar Kazib Dan Fajar Shadiq” dalam Majalah Qiblati Edisi 8 Volume 4, “Salah Kaprah Waktu Subuh Memajukan Waktu Subuh Adalah Bid'ah Kuno”  dalam Majalah Qiblati Edisi 9 Volume 4, danSalah Kaprah Waktu Subuh Kesaksian Dan Fatwa Para Ulama”, dalam Majalah Qiblati Edisi 10 Volume 4 tulisan Mamduh Farhan al-Buhairi telah mengagetkan umat Islam Indonesia khususnya. Dalam tulisannya ditulis bahwa waktu salat Subuh yang kita gunakan selama ini lebih cepat dari yang seharusnya—bahkan sampai di atas dua puluh menit. Sehingga menurutnya bahwa salat Subuh yang kita laksanakan selama ini dilaksanakan sebelum masuknya awal waktu salat Subuh yang seharusnya (Mamduh, Salah Kaprah Waktu Subuh:  Fajar Kazib Dan Fajar Shadiq, Salah Kaprah Waktu Subuh Memajukan Waktu Subuh Adalah Bid'ah Kuno”  danSalah Kaprah Waktu Subuh Kesaksian Dan Fatwa Para Ulama”, http://id.qiblati.com).

Setelah penerbitan majalah Qiblati yang mempertanyakan tentang kebenaran awal waktu Subuh yang dikeluarkan Departemen Agama dan dijadikan pedoman oleh umat Islam selama ini, timbullah kegoncangan. Masyarakat mulai goncang, mereka mulai mempertanyaan keabsahan pedoman penentuan awal waktu Subuh yang mereka gunakan selama ini.

Mereka membahasnya lewat forum-forum diskusi keislaman di masjid-masjid bahkan juga di internet. Begitu banyak tanggapan yang muncul tentang hal ini. Tanggapan yang sebagiannya alih-alih memberikan pencerahan terhadap masyarakat malah justru membuat mereka bertambah bingung.

Dalam menyikapi hal ini umatpun terbelah. Sebagian pengurus/ta’mir masjid mengambil jalan tengah menurut mereka sendiri. Menurut mereka azan tetap dikumandangkan sesuai dengan jadwal yang ada (jadwal yang dikeluarkan oleh Departemen Agama, namun pelaksanaan salat Subuh dimundurkan waktunya dari biasanya.

Yang lain malah melangkah lebih jauh lagi. Mereka mengundurkan waktu pengumandangan azan sebagai pertanda masuknya awal waktu Subuh. Sehingga tidak heran bila dalam keseharian, kita mendapati dalam pengumandangan azan Subuh ada masjid-masjid yang baru mengumandangkan azan di saat masjid-masjid yang lain telah selesai melaksanakan salat Subuh berjamaah.

Namun mayoritas mereka masih menggunakan jadwal yang dikeluarkan oleh Departemen Agama. Mereka tidak mau merubah apa yang diyakini selama ini tentang penentuan awal waktu salat Subuh sampai terwujudnya kesepatan para ahli atau pemerintah dalam hal ini Departemen Agama mengumumkan perubahannya.Kondisi ini tentunya memerlukan penelitian lebih lanjut dan mendalam.


Catatan Akhir 

Berikut ini beberapa catatan tentang sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia:

1.      Kajian Ilmu Falak: Antara Sains dan Masalah Ijtihadiah

Sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia bersifat dinamis. Saat dunia Islam memasuki priode modernnya pada awal abad ke-20, ilmu Falak pun bersentuhan dengan kemoderenan; ilmu pengetahuan yang berasal dari Barat.

Teori-teori lama yang sudah out of date mulai ditinggalkan digantikan dengan penemuan baru yang lebih sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu Falak sebagai bagian sains yang berkembang di kalangan umat Islam mengalami hal sama.

Dalam perhitungan awal bulan Kamariah misalnya, sebelum abad ke-20, di dunia Islam umumnya berkembang metode hisab yang belakangan diidentifikasi sebagai metode hisab Hakiki Taqribi. Perhitungannya masih berpatokan pada asumsi Bumi sebagai pusat peredaran Bulan dan Matahari; yang disebut dengan Geosentris.

Setelah Nicolas Copernicus menemukan teori Heliosentris, bahwa Mataharilah pusat tata surya kita (bukan Bumi sebagaimana yang diyakini sebelumnya). Penemuan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap metode dan rumus ilmu Falak atau astronomi yang selama ini digunakan. Pembaharuan yang digulirkan inipun kemudian sampai ke Indonesia kira-kira pada pertengahan abad ke-20. Pelopornya adalah dua buah kitab yakni kitab Mathla’ as-Sa’id fi Hisab al-Kawakib ‘ala Rashd al-Jadid karangan Husen Zaid al-Mishra dan al-Manahij al-Hamidiyah karangan Abd al-Hamid Mursy Ghais al-Falaki asy-Syafi’i. Kedua kitab tersebut oleh mereka yang menunaikan ibadah haji dan lalu menyempatkan diri untuk belajar di tanah suci. Metode baru ini dikemudian hari disebut dengan metode Hakiki Tahqiqi.

Perkembangan ilmu Falak di Indonesia tidak selalu bersifat linier antara perkembangan sains dengan realita yang terjadi pada masa itu. Dengan asumsi bahwa pada pertengahan abad ke-20 metode hisab Hakiki Tahqiqi akan berkembang dengan pesat menggantikan teori lama yang telah gugur secara ilmiah; dan metode hisab Hakiki Taqribi mulai ditinggalkan orang. Tapi kenyataannya tidak seperti demikian. Metode hisab Hakiki Taqribi tetap memiliki pengikut fanatiknya bahkan sampai dengan sekarang ini. Misalnya menurut mengklasifikasian yang dilakukan Departemen Agama dinyatakan bahwa Perhitungan kitab Sullam an-Nayyirain ini termasuk hakiki taqribi, tingkat akurasi rendah dan terkadang hasil perhitungannya berbeda dengan kenyataan di lapangan, anehnya lagi eksistensinya masih diakui oleh Departemen Agama. Karena hasil perhitungannya masih digunakan sebagai pertimbangan sidang penetapan awal bulan Kamariah Departemen Agama. Untuk memahami permasalahan  ini, tentu diperlukan penjelasan, argumentasi, dan pendapat lebih mendalam para ahli hisab rukyah di balik eksisnya perhitungan awal bulan Kamariah menggunakan sistem hisab rukyah kitab Sullam an-Nayyirain ini[4]. Menurut penganut sistem ini, metode Sullam an-Nayyirain adalah  hasil ijtihad Manshur al-Batawi; al-ijtihad la yanqudhu bi ijtihad.


2.      Prolematika Pengklasifikasian Metode Hisab

Sebagai kajian yang berkaitan dengan persoalan aliran dan pola pemikiran (paradigma), perlu kira ditinjau aliran hisab yang ada. Dalam pengklasifikasian ini setidaknya terdapat dua permasalahan:

a.       Nama aliran yang digunakan cukup beragam, yang biasa digunakan antara lain urfi, hisab hakiki, hisab imakanur rukyat, dan hisab astronomi.

b.      Masalah lain yang timbul dari pengklasifikasian tersebut adalah perbedaan-perbedaan definisi. Akibatnya timbul penilaian yang beragam terhadap masing-masing aliran (Azhari, 1999: 22-23) misalnya tingkat keakurasian sistem hisab dari masing-masing pembagian tersebut. Depag menggunakan pembagian hisab Urfi dan Hisab Hakiki. Lalu Hisab Hakiki diklasifikasikan menjadi 1). Hisab Hakiki Taqribi yang dinyatakan tingkat akurasinya rendah,  2). Hisab Hakiki Tahqiqi yang tingkat akurasinya sedang, dan 3). Hisab Hakiki Kontemporer yang tikat akurasinya tinggi.

Perlu juga kiranya permasalahan ini didekati dengan pendekatan historical knowledge (latar belakang perkembangan ilmu pengetahuan). Pendekatan ini dalam kerangka memposisikan suatu metode hisab secara porposional dalam pemetaan ilmu Falak di Indonesia. Sehingga kita akan memposisikannya sesuai dengan perkembangan ilmu Falak pada saat itu dan menjawab persoalan umat pada masanya. Bukan secara serta menyatakan penyejajaran ataupun  hanya melihat ketertinggalannya dari perkembangan ilmu Hisab Hakiki Kontemporer.


Penutup


Demikianlah sekelumit sejarah perkembangan ilmu Falak di Indonesia. semenjak awalnya perkembangannya, masalah penentuan awal bulan Kamariah yang mendominasi pembahasan hisab rukyat. Sampai saat ini masalah ini selalu dianggap sebagai masalah yang using namun senantiasa up to date. Mengingat belum terwujudnya kesepakatan kriteria hilal dalam penenentuan awal bulan Kamariah. Inilah tugas berat dari BHR dan para ahli Falak di Indonesia.

Namun seiring perkembangan ilmu Falak yang bersentuhan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, bahasan ilmu Falak lainnya juga mengalami dinamika. Perkembngan yang mutakhir, Hasil Penelitian lembaga Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) tentang banyaknya arah kiblat masjid di Jogjakarta yang melenceng dan Majalah Qiblati yang menggugat jadwal awal waktu salat Subuh yang ditetapkan Pemerintah lebih dahulu dari yang seharusnya. Turut mengaktualkan wacana ilmu Falak. Wa Allahu a’lamu bi ash-shawab


Daftar Pustaka


Anwar,  Syamsul, Almanak Berdasarkan Hisab Urfi Kurang Sejalan Dengan Sunnah Nabi saw: Surat Terbuka Untuk Pak Darmis, Almanak_Hijriah.pdf – Adobe Reader


Azhari, Susiknan, 1999, Sa’adoeddin Djambek (1911-1977) dalam Sejarah Pemikiran Hisab Di Indonesia, Yogyakarta: Proyek PTA IAIN Sunan Kalijaga, 1998/1999

____________, 2001, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta: Lazuari, Cet.ke-1

___________,2004,Saadoeddin Djambek dan Hisab Awal Bulannya dalam Depag RI, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI


____________, 2007, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. Ke-2


____________, 2008, Ensiklopedi Hidab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet.ke-2 

____________, Tokoh-Tokoh Falak di Indonesia: Saadoe'ddin Djambek,  http://bimasislam.depag.go.id
____________ dan Ibnor Azli Ibrahim, Kalender Jawa Islam: Memadukan Tradisi dan Tuntutan Syar'i dalam Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 42 No. I, 2008. 07-susiknan.pdf –Adobe Reader


BHR Depag RI, 1981, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Depag RI


Buhairi, al-,  Mamduh Farhan, Salah Kaprah Waktu Subuh:  Fajar Kazib Dan Fajar Shadiq,   Majalah Qiblati Edisi 8 Volume 4 , http://id.qiblati.com


____________, Salah Kaprah Waktu Subuh Memajukan Waktu Subuh Adalah Bid'ah Kuno,  Majalah Qiblati Edisi 9 Volume 4,  http://id.qiblati.com


____________, Salah Kaprah Waktu Subuh Kesaksian Dan Fatwa Para Ulama, dalam Majalah Qiblati Edisi 10 Volume 4, http://id.qiblati.com


Depag RI,  Ditjen Binbaga Islam, 1990,  Laporan Keputusan Musyawarah Hisab Rukyat, Jakarta: Depag RI 


____________, 1992, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: Gema Risalah Press 


___________,1994/1995, Pedoman Penghitungan Awal Bulan Qamariyah, Jakarta: Depag RI


____________, 2004, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta:Depag RI


Djambek, Sa’adoeddin, 1976, Hisab Awal Bulan, Jakarta: Tinta Mas 



Fathurohman SW, Oman, 2004, “Saadoeddin Djambek dan Hisab Awal Bulannya” dalam Depag RI, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI


___________, “Saadoeddin Djambek dan Hisab Awal Bulannya” dalam Depag RI, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI, 2004


Izzuddin, Ahmad, 2007, Fiqh Hisab Rukyat Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga

___________, 2006, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahannya), Semarang: Komala Grafika

K.H. Ahmad Dahlan, http://www.ilmufalak.or.id/

K.H. Ahmad Dahlan: Reformis dan Pembaharu Ajaran Agama, http://peaceman.multiply.com/journal

Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek,Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet.ke-3 


____________, 2004,Hisab Awal Bulan Sistem Nurul Anwar (Kajian Astronomis) dalam Depag RI, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI


KH. Turaichan Adjhuri Es Syarofi, http://www.arwaniyyah.com


Kontribusi Ulama Betawi Terhadap Ilmu Falak, hhtp://islamic-center.or.id 


Murtadho, Moh, 2008, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN Malang Press, cet.ke1


Rachim, Abdur, 1983, Ilmu Falak, Yogyakarta: Liberty, Cet.ke-1 


Saksono, Toto, 2007, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, Jakarta: Amythas Publicita bekerja sama dengan Center for Islamic Studies


Shadiq, Sriyatin, 2008, Makalah Simulasi dan Metode Rukyatul Hilal, Pelatihan Hisab Rukyah Tingkat Nasional, Ponpes Setinggil, Kriyan Kalinyamatan Jepara pada tanggal 26-29 Desember 2008M/ 28 Zulhijjah- 1 Muharram 1430H


Sistem almanak Masjid Menara Kudus Awal Ramadan sama, Lebaran bisa beda, http://www.wawasandigital.com/


Taqwim Hijriyah,  hhtp://afdacairo.blogspot.com


T. Djamaluddin,  Rekonstruksi Kejadian Zaman Nabi Berdasarkan Hisab Konsistensi Historis-Astronomis Kalender Hijriyah, http: //t-djamaluddin.space.live.com 


Tokoh Ilmu Falak: Ahmad Dahlan, K.H, http://pakarfisika.blogspot.com


Wawancara dengan Muhyiddin Khazin a, 28 Desember 2008


200 Masjid di Mekah Tidak Menghadap Kiblat, http://blogcasa.wordpress.com




[1]Jayusman, Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung,  http: //jayusmanfalak.blogspot.com  dan  email: jay_falak@yahoo.co.id


[2] Muhyiddin Khazin (2008: 28) memberikan penjelasan yang sedikit berbeda bahwa Sultan Agung memadukan penanggalan Hindu dan penanggalan Islam menjadi penanggalan Jawa Islam pada tahun 1043H/1633M. Masa kepemimpinan kerajaan Mataram dipegang oleh Sri Sultan Muhammad Sultan Agung Prabu Hayrayakusumo (1613-1643 M) inilah penanggalan Islam mulai dipekenalkan. Ia menetapkan penanggalan resmi kerajaan berdasarkan tahun Jawa Islam tersebut. Asimilasi penanggalan ini dilakukan dengan cara merubah pedoman pengambilan dari tahun berdasarkan peredaran Matahari menjadi berdasarkan peredaran bulan. Namun perhitungan tahunnya tetap dengan melanjutkan perhitungan Hindu sebelumnya.


[3] Cara menentukan suatu tahun itu termasuk tahun Kabisah atau basitah adalah dengan membagi tahun tersebut dengan angka 30. Jika sisanya termasuk deretan angka-angka pada syair di atas maka tahun tersebut termasuk tahun Kabisah, jika tidak maka termasuk tahun Basitah. Sebagai contoh tahun 1430 H, 1430: 30= 47 daur sisa 20. Bilangan 20 tidak termasuk tahun Kabisah, maka tahun 1430 H adalah tahun Basitah. Contoh yang lain adalah tahun 1431 daur sisa 21. Bilangan 21 termasuk tahun Kabisah. Sa’aduddin Djambek agak berbeda dalam penentuan tahun Kabisah ini, ia memasukkan tahun ke 16 sebagai tahun Kabisah dan tidak tahun yang ke 15.


[4] Muhyiddin Khazin (2008 a) menyatakan bahwa tetap dijadikannya  kitab Sullam an-Nayyirain sebagai salah satu rujukan dalam penetapan awal bulan Kamariah adalah untuk mengakomodir anggota masyarakat (--jumlah mereka cukup banyak) yang berpedoman kepada kitab tersebut. Ia menambahkan bahwa pernah mengusulkan pada ahli waris pengarang kitab tersebut untuk melakukan perobahan agara perhitungannya akurat tetapi usulan ini ditolak oleh mereka. Biarkanlan kitab Sullam an-Nayyirain sebagaimana adanya.
PENGUKURAN ARAH KIBLAT DENGAN BAYANG- BAYANG MATAHARI


Abstrak

Akhir-akhir ini umat Islam sempat dibuat bingung oleh kontroversi seputar arah kiblat. Bertubi-tubi persoalan arah kiblat dipertanyakan ulang. Bahkan  ada yang menanyakan apakah arah kiblat selama ini telah berubah. Arah kiblat kiranya tidak berubah—dalam pelaksanaan salat kita diperintahkan untuk menghadap kiblat yakni menghadap ke Ka’bah di Mekah. Tapi dari temuan beberapa orang ahli Falak ternyata banyak masjid yang arah kiblatnya kurang tepat, melenceng cukup jauh sehingga perlu  diukur ulang dan diubah sesuai dengan arah kiblat yang presisi. Di antara metode yang mudah untuk diaplikasikan oleh umat Islam mengecek ulang arah kiblat masjid adalah pada saat yaum rashd al-qiblah.


Kata Kunci: Arah Kiblat, Ka’bah, Mekah, yaum rashd al-qiblah


Pendahuluan

Sesungguhnya kiblat adalah suatu arah yang menyatukan arah segenap umat Islam dalam melaksanakan salat. Tetapi titik arah itu sendiri bukanlah obyek yang disembah oleh manusia muslim dalam melaksanakan salat. Objek yang dituju oleh muslim dalam melaksanakan salat itu tidak lain hanyalah Allah (Dewan, 1993: 66). Dengan demikian umat Islam bukan menyembah Ka’bah, tetapi menyembah Allah. Ka’bah hanya menjadi titik kesatuan arah dalam salat,  sebagaimana dalam firman Allah:


Artinya : “Sungguh Kami (terkadang) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjid al-Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesunggguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang di beri Al-kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjid al-Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan” QS. al-Baqarah/2: 144.

Secara historis cara penentuan arah kiblat di Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan kualitas dan kapasitas intelektual di kalangan kaum muslimin. Perkembangan arah kiblat ini dapat dilihat dari perubahan besar di masa KH. Ahmad Dahlan atau dapat di lihat pula dari alat-alat yang dipergunakan untuk mengukurnya, seperti miqyas, tongkat istiwak, rubu’ mujayyab, kompas, dan theodolite. Selain itu sistem yang digunakan mengalami perkembangan pula, baik mengenai data kordinat maupun mengenai sistem ukurnya. Perkembangan penentuan arah kiblat ini dialami oleh kaum muslimin secara antagonistik, artinya suatu kelompok telah mengalami kemajuan jauh ke depan sementara kelompok lainnya masih mempergunakan sistem yang dianggap sudah ketinggalan zaman (Azhari, 2004:  37).

Belakangan ini terjadi diskusi yang intensif seputar arah kiblat. Temuan beberapa orang ahli Falak ternyata banyak masjid yang arah kiblatnya kurang tepat, melenceng cukup jauh sehingga perlu dilakukan pengecekan dan pengukuran ulang. Jika ditemui penyimpangan yang besar dan signifikan selayaknya diperbaiki sesuai dengan arah kiblat yang presisi. Di antara metode yang mudah untuk diaplikasikan oleh umat Islam mengecek ulang arah kiblat masjid adalah pada saat yaum rashd al-qiblah. Dalam makalah ini lebih lanjut akan dibahas pengertian, waktu, dan petunjuk pengecekan arah kiblat masjid pada saat yaum rashd al-qiblah.


Pengertian Kiblat

Kata kiblat berasal dari bahasa Arab al-qiblat. Disebutkan sebanyak empat kali dalam al-Qur’an. Diambil dari kata qabala- yaqbulu yang artinya menghadap. Dalam kamus al-Munawwir diartikan sebagai Ka’bah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai arah ke Ka’bah di Mekah (pada waktu salat). Dalam ilmu Falak, kiblat adalah arah terdekat menuju ka’bah melalui great circle  pada waktu mengerjakan ibadah salat (http://astroscientist.multiply.com). Ka’bah atau baitullah adalah sebuah bangunan suci yang merupakan pusat berbagai peribadatan kaum muslimin yang terletak di kota Mekah. Ia berbentuk kubus yang dalam bahasa arab disebut muka’ab. Dan dari kata itulah muncul sebutan ka’bah (http://astroscientist.multiply.com).

Khafid (2009) Menyatakan bahwa masalah kiblat tiada lain adalah masalah arah, yakni arah Ka’bah di Mekah. Arah Ka’bah ini ditentukan dari setiap titik atau tempat di permukaan Bumi dengan melakukan perhitungan dan pengukuran. Oleh sebab itu, perhitungan arah kiblat pada dasarnya adalah perhitungan yang dimaksudkan untuk mengetahui ke arah mana Ka’bah di Mekah  itu dilihat dari suatu tempat di permukaan Bumi, sehingga semua gerakan orang yang sedang melaksanakan salat, baik ketika berdiri, ruku’, maupun sujudnya selalu berimpit dengan arah yang menuju Ka’bah.

Pensyari’atan Menghadap Kiblat  dalam pelaksanaan ibadah antara lain berdasarkan firman Allah dalam QS al-Baqarah/2: 149-150:


Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjid al-Haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjid al-Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.


Serta hadis Rasulullah yang menjelaskan bahwa ”Baitullah adalah kiblat bagi orang-orang di al-Masjid al-Haram. Al-Masjid al-Haram adalah kiblat bagi orang-orang penduduk tanah haram (Mekah), dan tanah haram adalah kiblat bagi semua umatku di Bumi, baik di Barat ataupun di Timur” (HR. al-Baihaqi dari Abu Hurairah).

Artinya : Ishaq bin Mansyur menceritakan kepada kita, Abdullah bin Umar menceritakan kepada kita, Ubaidullah menceritakan dari Sa’id bin Abi Sa’id al-Maqburi. Dari Abi Hurairah r.a berkata Rasulullah saw. bersabda : “ Bila kamu hendak salat maka sempurnakanlah wudlu lalu menghadap kiblat kemudian bertakbirlah “ (HR. Bukhari) (Bukari, tt: 130).


            Nash-nash tersebut dijadikan landasan pensyari’atan kewajiban menghadap kiblat dalam pelaksanaan ibadah. Fuqaha kemudian menyatakan bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sah dalam pelaksanaan salat lima waktu. Dengan lain perkataan jika seseorang salat tidak menghadap kiblat, maka salat yang dilaksanakannya tidak sah.

Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa term yang digunakan untuk menerangkan tentang Kiblat atau lebih khusus mengacu kepada Ka’bah, di antaranya adalah:

1.       Kata Qiblat, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kata atau istilah Kiblat; sebagaimana yang terdapat dalam QS Yunus/10: 87 maksudnya  adalah tempat menghadap kepada Allah; arah yang tuju ketika seseorang mengerjakan salat (Quraish, 2004 [6]: 142-143).

 

Dan kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: "Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat salat dan Dirikanlah olehmu sembahyang serta gembirakanlah orang-orang yang beriman". QS Yunus/10: 87

2.      Bait al-‘Atiq (rumah tua). Ada yang memahaminya demikian karena Ka’bah adalah rumah peribadatan tertua. Sedang yang lain memahaminya dengan pengertian rumah yang tidak dimiliki oleh siapapun (kecuali oleh Allah). Bila dipahami dengan makna ini, maka ini mengandung sindirin kepada kaum musyrikin yang bermaksud mengusai Ka’bah. Mereka melarang kaum muslimin untuk thawaf dan beribadat di sana (Quraish, 2004 [9]: 43). Ka’bah ini juga dinyatakan sebagai kiblat semua nabi. Karena menurut M Quraish Shihab terdapat riwayat yang menerangkan hal tersebut (Quraish, 2004 [6]: 143). Firman Allah:

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia[1] QS Ali Imran/3: 96.

Dalam al-Qur’an juga dijelaskan peristiwa nabi Ibrahim dan putranya Ismail yang membangun Ka’bah dan membina  kehidupan di sana.

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui". QS al-Baqarah/2: 127

Ayat-ayat yang menggunakan redaksi Bait al-‘Atiq itu adalah:

Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran[2] yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). QS. Al-Hajj/22: 29


Bagi kamu pada binatang-binatang dam itu ada beberapa manfaat, sampai kepada waktu yang ditentukan, Kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Bait al-Atiq (Baitullah) QS al-Hajj/22: 33

3.          Kata Ka’bah sebagaimana yang terdapat dalam QS.al-Maidah/5: 95

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai dam  yang dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah Telah memaafkan apa yang telah lalu. dan barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa. QS.al-Maidah/5: 95

4.      Kata Masjid al-Haram sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah QS al-Baqarah/2: 149-150 di atas. Masjid al-Haram adalah masjid yang di bagian tengahnya terdapat bangunan Ka’bah.

5.       Kata Baitullah, dinamakan Baitullah (rumah Allah) karena dia dibangun hanya untuk pengabdi kepada-Nya, bukan untuk maksud selain itu. Menurut al-Biqa’i sebagaimana yang dikutip oleh M Quraish Shihab bahwa Ka’bah akan selalu dirindukan setiap muslim untuk datang ke sana bahkan kembali dan kembali lagi walaupun telah berulang kali mengunjunginya. Hal ini sebagaimana doa nabi Ibrahim yang terdapat dalam QS. Ibrahim/14: 37 (Quraish, 2004 [7]: 71).


Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur. QS Ibrahim/14: 37


Problematika Seputar Arah Kiblat

Diskusi seputar arah kiblat berkembang pesat. Apa lagi dengan perkembangan teknologi informasi, banyak kita temui diskusi di internet yang membahas tema arah kiblat. Terkait dengan kontroversi arah kiblat ini terdapat beberapa tema pokok. Di antara tema-tema tersebut antara lain:  pertama temuan beberapa orang ahli Falak ternyata banyak masjid yang arah kiblatnya kurang tepat. Kedua, masjid-masjid yang arah kiblatnya diduga berubah karena pergerakan lempeng bumi dan akibat peristiwa gempa bumi. Ketiga, fatwa MUI bahwa letak georafis Indonesia yang berada di bagian Timur Ka’bah/Mekah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah Barat.

Ketiga tema diskusi tentang arah kiblat tersebut berkembang luas di tengah-tengah masyarakat. Tema pertama, temuan beberapa orang ahli Falak ternyata banyak masjid yang arah kiblatnya kurang tepat. Masjid yang diteliti bukan hanya di Indonesia tapi juga di beberapa Negara Islam lainnya. Misalnya temuan lembaga Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) yang dalam salah satu tulisan yang dimuat dalam blog mereka bahwa dari enam belas masjid yang mereka teliti menggunakan software Google Earth dan Qiblalocator. Lima dari enam belas masjid yang diteliti ditemukan arah kiblatnya melenceng. Adapun masjid-masjid yang diteliti itu adalah sebagai berikut:

1.            Masjid PPMI Assalaam, Lokasi : Kartasura Sukoharjo Jateng (Kiblat=kurang Ke utara 11° s/d 12°, beberapa perhitungan malahan lebih, sampai 14°).

2.            Masjid Assalaam Surabaya, Lokasi Perum Puri Mas Surabaya (Kiblat=Presisi)

3.            Masjid Jamik Sumenep Madura Jawa Timur (Kiblat=kurang ke utara 25° dari arah Barat atau 15° dari arah saat ini.)

4.            Masjid Kubah Emas ‘Dian al-Mahri’ Depok Jawa Barat (Kiblat=kurang ke utara 6,5°).

5.            Masjid Istiqlal Jakarta (Kiblat=Presisi).

6.            Masjid Sunda Kelapa Menteng – Jakarta (Kiblat=Presisi).

7.            Masjid Baitul Ihsan, komleks Bank Indonesia – Jakarta (Kiblat=Presisi).

8.            Masjid Islamic Center – Jakarta Utara (Kiblat=Presisi).

9.            Masjid Agung – Semarang Jawa Tengah (Kiblat=Presisi).

10.        Masjid Kampus ITS – Surabaya (Kiblat=kurang 10° ke arah utara).

11.        Masjid Kampus UGM (Kiblat=Presisi).

12.        Masjid Jamik kota Gresik – Jawa Timur (Kiblat=Presisi).

13.        Masjid Jamik Istiqomah – Ungaran – Jawa Tengah (Kiblat=Presisi).

14.        Masjid Agung Kediri – Jawa Timur (Kiblat=Presisi).

15.        Masjid AR Fahruddin – UMM Malang Jawa Timur (Kiblat=Presisi).

16.        Masjid R Fatah UniBraw – Malang Jawa Timur (Kiblat=kurang ke utara 2°-3°) (blogcasa.wordpress.com).


Beberapa laporan dari Arab Saudi menyebutkan, sekitar 200 masjid di kota Mekah tidak menghadap ke arah kiblat. Surat kabar Saudi Gazette melaporkan, orang-orang yang melihat ke bawah dari atas gedung-gedung tinggi yang baru di Mekah menemukan, mihrab di banyak masjid tua Mekah tidak mengarah langsung ke Ka’bah. Saat menunaikan salat, warga Muslim sedapat mungkin menghadap ke Ka’bah, bahkan kalau diperlukan, bisa menggunakan kompas khusus untuk mencari arah kiblat itu (200 Masjid, blogcasa.wordpress.com).

Wartawan BBC, Sebastian Usher, mengatakan, pihak berwenang belakangan melakukan pembangunan kembali kawasan di dan sekitar Masjid al-Haram. Namun, masjid-masjid lama di Mekah tetap dipertahankan keberadaannya. Kini bila dilihat dari gedung-gedung tinggi yang baru, sejumlah warga menemukan lokasi mihrab di sebagian masjid tersebut tidak tepat arah. Pada saat masjid-masjid tersebut dibangun, digunakan perkiraan kasar arah kiblat karena saat itu belum ada alat yang akurat (200 Masjid, blogcasa.wordpress.com).

Jika memang ini benar adanya, problem arah kiblat ternyata bukan cuma hanya di Indonesia saja tapi mungkin meliputi negara-negara Islam lainnya. Untuk kasus Indonesia, di Jawa tengah misalnya, seperti dituliskan Ahmad Izzudin, 70 % masjid yang ada memiliki arah kiblat yang tidak tepat (200 Masjid, blogcasa.wordpress.com).

Lalu berkembang lagi diskusi bahwa perlu dilakukan perhitungan ulang arah kiblat masjid-masjid kuno. Alasannya masjid-masjid tersebut dimungkinkan arah kiblatnya berubah karena pergerakan lempeng bumi. Bahkan karena akhir-akhir ini kerapkali terjadi peristiwa gempa bumi di Indonesia, maka masjid-masjid yang relatif belum lama dibangunpun perlu dihitung ulang arah kiblatnya. Hal ini karena mungkin saja akibat kejadian-kejadian tersebut arah kiblatnya telah berubah dari yang seharusnya. 

Masyarakat yang mulai tercerahkan lewat diskusi tentang kedua tema di atas tiba-tiba dibuat bingung oleh dilkeluarkannya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa No. 03 Tahun 2010 tentang Kiblat sebagai konsekuensi dari pergeseran lempeng bumi. Diktum dari fatwa MUI No. 03 Tahun 2010 tentang Kiblat disebutkan, pertama, tentang ketentuan hukum. Dalam kententuan hukum tersebut disebutkan bahwa: (1) Kiblat bagi orang salat dan dapat melihat ka’bah adalah menghadap ke bangunan Ka’bah (ainul ka’bah). (2) Kiblat bagi orang yang salat dan tidak dapat melihat Ka’bah adalah arah Ka’bah (jihat ka’bah). (3). Letak georafis Indonesia yang berada di bagian Timur Ka’bah/Mekah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah Barat. Kedua, rekomendasi. MUI merekomendasikan agar bangunan masjid/mushalla di Indonesia sepanjang kiblatnya menghadap ke arah Barat, tidak perlu diubah, dibongkar, dan sebagainya (http://www.mui.or.id).

Poin (3) dari diktum pertam fatwa MUI di atas yang menyatakan bahwa letak georafis Indonesia yang berada di bagian Timur Ka’bah/Mekah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah Barat. Pada hal para pakar ilmu Falak dan astronomi sepakat bahwa arah kiblat masyarakat muslim Indonesia arah Barat serong ke utara. Besaran sudut serong ke arah utara untuk suatu kota atau daerah tergantung pada hasil perhitungan arah kiblatnya.

Jika dinyatakan arah kiblat Indonesia ke arah Barat menurut berhitungan ilmu Falak bukan lagi mengarah ke Ka’bah atau bahkan kota Mekah tetapi mengarah ke Somalia di benua Afrika. Na’uzubillah. Penulis menyatakan bahwa fatwa MUI tentang arah kiblat di atas menjadi kontraproduktif terhadap perkembangan ilmu Falak di Indonesia.


Penyebab Kesalahan Dalam Penentuan Arah Kiblat

Selanjutnya menurut penulis terdapat beberapa faktor diduga kuat menjadi penyebab kesalahan dalam penentuan arah kiblat masjid di masyarakat, antara lain:

1.        Arah kiblat masjid  ditentukan sekadar perkiraan dengan mengacu secara kasar pada arah kiblat masjid yang sudah ada. Pada hal masjid yang dijadikan acuan belum tentu akurat. Ketika membangun sebuah masjid baru, arah kiblatnya hanya mengikuti masjid yang berdekatan yang telah lebih dahulu dibangun.

2.        Sebagian masjid arah kiblatnya ditentukan menggunakan alat yang kurang atau tidak akurat. Misalnya untuk penggunaan kompas dalam penentuan arah, termasuk dalam penentuan arah kiblat perlu dilakukan koreksian pengaruh daya magnetik di Bumi. Informasi ini tentang besaran koreksian/deklinasi magnetik kompas ini dapat diperoleh dari Badan Metorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Di samping itu kita juga perlu diperhatikan bahwa di pasaran banyak beredar berbagai macam merek kompas, kita perlu terlebih dahulu mengecek tingkat akurasinya terlebih dahulu.

3.        Terkadang dalam penentuan arah kiblat masjid atau musala ditentukan oleh seseorang yang ditokohkan dalam masyarakat tersebut. Pada hal belum tentu sang tokoh tersebut mampu melakukan penentuan arah kiblat secara benar dan akurat. Sehingga boleh jadi yang bersangkutan menetapkannya dengan mengira-ngira saja dengan mengarah ke Barat yang mungkin melenceng dari yang seharusnya (T Djamaluddin, 2009).

4.        Sebelum pembangunan arah kiblat masjid telah diukur secara benar oleh ahlinya. Tapi dalam tahap pembangunannya terjadi pergeseran-pergeseran oleh tukang yang mengerjakannya.

5.        Bahkan ada juga masjid yang dibangun lebih mempertimbangkan nilai artistik dan keindahan alih-alih perhitungan dan pengukuran arah kiblatnya yang presisi. Misalnya masjid yang bangunannya disejajarkan dengan jalan walaupun dengan mengabaikan arah kiblatnya.


Menanggapi kontroversi arah kiblat ini,  T Djamaluddin menyatakan bahwa masalah arah kiblat yang seolah bergeser akibat gempa perlu segera diluruskan. Karena hal itu tidak berdasar logika ilmiah dan berpotensi meresahkan masyarakat. Pergeseran lempeng bumi hanya berpengaruh pada perubahan peta bumi dalam rentang waktu puluhan atau ratusan juta tahun, karenanya tidak akan berdampak signifikan pada perubahan arah kiblat di luar Mekah dalam rentang peradaban manusia saat ini. Jadi, saat ini tidak ada pergeseran arah kiblat akibat pergeseran lempeng bumi atau gempa. Semua pihak (terutama Kementerian Agama dan MUI) jangan terbawa pada opini yang didasari pada informasi yang keliru (t-djamaluddin.space.live.com).

Ia melanjutkan bahwa masalah ketidakakuratan arah kiblat yang terjadi pada banyak masjid, bukanlah masalah pergeseran arah kiblat, tetapi karena ketidakakuratan pengukuran pada awal pembangunannya. Itu bukan masalah serius dan mudah dikoreksi. Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama dan BHR Daerah serta kelompok-kelompok peminat hisab rukyat bisa memberikan bantuan penyempurnaan arah kiblat tersebut. Bisa juga dilakukan koreksi massal dengan panduan bayangan matahari pada saat matahari berada di atas Mekah atau dengan panduan arah kiblat berbasis internet Google Earth/Qiblalocator (t-djamaluddin.space.live.com).

.

 Yaum Rashd al-Qiblah

Salah satu cara yang mudah untuk melakukan koreksian arah kiblat adalah pengukuran arah kiblat dengan bayangan matahari. Yang dimaksud pengukuran arah kiblat dengan bayangan matahari ialah waktu yang pada saat itu semua benda yang berdiri tegak, menghadap ke arah kota Mekah, inilah yang disebut Yaum Rashd al-Qiblat. Ini terjadi karena pada saat itu azimut matahari sama dengan azimut kiblat tempat tersebut, atau nilainya berlawanan 180°. Saat bayangan matahari itu menghadap ke arah kota Mekah kalau deklinsai matahari nilainya plus (antara Maret–September) maka bayang-bayang kiblat terjadi sesudah Zuhur. Jika deklinsai matahari nilainya mines (antara September–Maret) maka bayang-bayang Kiblat terjadi sebelum Zuhur. Mari kita lakukan pengecekan dan penyempurnaan arah kiblat masjid di tempat kita masing-masing. Ini bukan berarti adanya perubahan  arah kiblat. Sebenarnya arah kiblat tidak berubah. Perlunya penyempurnan atau pemeriksaan ulang jika terdapat kesalahan setelah dilakukan mengecekan (Djamaluddin, 2009).

Dengan bayangan matahari pada saat-saat tertentu yang disebutkan di bawah ini, arah kiblat dapat lebih mudah dan lebih akurat ditentukan. Waktunya diberikan banyak pilihan, silakan gunakan waktu yang sesuai dengan mempertimbangkan keadaan cuaca dan konversi waktu setempat. Arah kiblat bisa ditentukan dari bayangan benda vertikal, misalnya tongkat, kusen jendela/pintu, atau sisi bangunan masjid.

Saat matahari dinyatakan tepat berada di suatu daerah yakni ketika  pada awal waktu salat Zuhur. Untuk daerah yang mengalami siang bersamaan dengan Mekah Indonesia Barat dan Indonesia Tengah menggunakan jadwal berikut ini untuk menentukan arah kiblat.

            28  Mei, pukul 16:18 WIB

            16  Juli, pukul 16:27 WIB

Arah kiblat adalah dari ujung bayangan ke arah tongkat, kusen jendela/pintu, atau sisi bangunan masjid ke ujung bayangan.

Untuk daerah yang mengalami siang berlawanan dengan Mekah seperti Indonesia Timur menggunakan jadwal berikut ini untuk menentukan arah kiblat menurut waktu setempat.

14  Jan, pukul 04:30 WIB

            29 Nov, pukul 04:09 WIB

Arah kiblat adalah dari tongkat, kusen jendela/pintu, atau sisi bangunan masjid ke ujung bayangan (Djamaluddin, 2009).


Tuntunan Untuk Pengecekan Arah Kiblat Pada Yaum Rashd al-Qiblah

Dalam press release arah kiblat oleh Departemen Agama RI pada tanggal 12 Jumadil Akhir 1431 H/  26 Mei 2010 M Diberitahukan kepada kaum muslimin di seluruh Indonesia, berdasarkan data astronomis bahwa pada hari Jum`at tanggal 28 Mei 2010 pukul 12:18 Waktu Saudi bertepatan dengan pukul 16:18 WIB atau pukul 17:18 WITA Matahari melintasi tepat di atas Ka`bah sehingga bayang-bayang semua benda yang berdiri tegak di mana saja akan berimpit dengan arah Ka`bah di Mekah (depag.go.id).

Sehubungan dengan itu, bagi kaum muslimin yang akan mengecek arah kiblat memanfaatkan moment ini, yaitu dengan cara:

1.      Dirikan benda tegak lurus diukur memakai lot pada pelataran yang rata, atau cari benda yang berdiri tegak, misalnya tiang, pintu, jendela dan sebagainya.

2.      Cocokkan jam dengan RRI atau telkom (103) atau telkomsel (301)

3.      Pada jam yang ditentukan di atas tandai bayang-bayang yang terbentuk dengan sebuah garis lurus.

4.      Garis lurus inilah arah kiblat di tempat yang bersangkutan (depag.go.id).


Upaya Pembetulan Arah Kiblat: Bukan Membongkar Mihrab Masjid tetapi

Membetulkan Shaf

Jika dalam pengecekan arah kiblat, ditemukan masjid yang kurang tepat arah kiblatnya dengan kemelencengan yang cukup besar tentulah hal ini perlu dikoreksi atau dibetulkan. Dalam melakukan pembetulan arah kiblat ini perlu adanya satu kata antara pengurus (takmir) masjid dan seluruh jamaah. Jangan sampai pembetulan arah kiblat ini justru menimbulkan permasalahan baru, yang mungkin saja dapat menimbulkan friksi-friksi di tengah-tengah jamaah yang tentu saja hal ini tidak kita inginkan bersama.

Pembetulan arah kiblat ini bukan berarti merombak masjid atau musala, atau mungkin menghancurkan mihrabnya. Tapi yang dimaksud di sisi adalah membuat garis shaf yang baru. Shaf baru yang sesuai dengan perhitungan arah kiblat yang benar. Konsekuensinya shaf yang baru mungkin tidak semitris lagi dengan mihrab atau tidak sejajar lagi dalam dindingnya.

Masalah yang penting selanjutnya setelah kita melakukan pengecekan arah kiblat masjid adalah sosialisasi. IBarat mengambil rambut dalam tepung. Rambutnya dapat dikeluarkan dan tepungnya tidak tumpah. Penting kiranya dilakukan pendekatan persuasif dan pemberian pemahaman tentang permasalahan ini secara komprehensif sebelum melangkah lebih lanjut.

Tantangannya, bagaimana melakukan pengukuran dengan benar di lapangan, menyampaikan hasil-hasilnya kepada masyarakat dan sekaligus mengedukasi publik agar tidak terjadi situasi di mana ada pihak yang merasa “tersakiti”, yang terjadi semata-mata hanya karena ketidakpahaman atas duduk perkara yang sebenarnya. Kementerian Agama bersama MUI, BHR, BHRD, dan kelompok-kelompok peminat hisab rukyat bisa melakukan sosialisasi penyempurnaan arah kiblat tersebut.


Yaum Rashd al-Qiblah: Salah Satu Hikmah Di Balik Perubahan Arah Kiblat Dari Masjid al-Aqsha ke Ka’bah

Kiblat pertama kaum muslimin adalah ke arah Baitul Maqdis. Pada masa-masa awal hijrah ke Madinahpun nabi masih berkiblat ke Baitul Makdis, di Palestina. Walaupun menghadap ke Baitul Makdis, dalam hatinya Nabi menginginkan untuk berkiblat ke Ka’bah. Setelah enam belas atau tujuh belas bulan nabi berada di Madinah di tengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau disuruh oleh Tuhan untuk mengambil ka'bah menjadi kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa dalam ibadat salat itu bukanlah arah Baitul Makdis dan ka'bah itu menjadi tujuan, tetapi menghadapkan diri kepada Tuhan. Hal ini untuk persatuan umat islam, Allah menjadikan ka'bah sebagai kiblat. Hal ini diceritakan Allah dalam firman-Nya:


Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,[3]Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjid al-Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjid al-Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. QS. Al-Baqarah/2: 144


Ibnu Abbas menyatakan bahwa rangkaian ayat ini merupakan pendahuluan dari ayat sebelumnya. Ini dikuatkan oleh riwayat Bukhari yang berasal dari al-Barra’ ibn ‘Azib yang mengatakan bahwa setelah Rasulullah berhijrah ke Madinah, ia salat menghadap ke Baitul Makdis selama enem belas atau tujuh belas bulan lamanya. Padahal beliau menginginkan untuk menghadap ke ka’bah. Itulah peristiwa yang melatarbelakangi ayat di atas (Sayyis, tt: 31).

Bagi orang-orang Yahudi menjadikannya sebagai bahan ejekan; dan selalu berkata ”Kalian Muslimin tidak memiliki agama yang tetap, oleh sebab itu kalian berdiri menghadap kiblat kami”. Dengan perintah Allah kiblat tersebut diubah dari Baitul Makdis ke Mekah. Setelah itu, orang-orang Yahudi mengajukan kritikan lain, yaitu bahwa jika kiblat yang pertama benar, maka kenapa kalian mengubahnya; dan jika kiblat kedua yang benar, maka salat kalian selama menghadap kiblat pertama, adalah sia-sia. Hal ini diceritakan Allah dalam ayat sebelumnya:


Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Makdis) yang dahulu mereka Telah berkiblat kepadanya? QS. Al-Baqarah/2: 142


Allah lalu menjawab pernyataan mereka bahwa Kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat. Tidak satu pun yang berhak mengklaim memiliki arah kiblat tertentu. Di samping itu pemindahan arah kiblat ini untuk  mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot atau kembali kepada kekufuran; kembali pada ajaran agama mereka sebelumnya. Pemindahan kiblat  itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dengan demikian sebagai ujian keimanan bagi mereka dari Allah. Allah berfirman:


Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat; dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. QS. Al-Baqarah/2: 142-143



Dan Sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain.  Sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, Sesungguhnya kamu-kalau begitu-termasuk golongan orang-orang yang zalim. QS al-Baqarah/2: 145


Allah Maha Mengetahui bahwa tidak sekedar ejekan Yahudi, hikmah yang bisa kita petik dari pemindahan arah kiblat ini. Namun juga secara geografis, andai kiblat tetap di Majid al-Aqsha (Batul Makdis) di Palestina; saat ini kita akan kesulitan menentukan arah kiblat.

Masjid al-Aqsha berada di lokasi dengan koordinat LU sebesar 31°46′ 40.93″. Garis ini jelas tidak dilalui matahari saat mihadaa (yaum rashd al-qiblat), sebab deklinasi yang paling besar matahari hanya akan melewati pada garis Lintang Utara tanggal 21 Juni, tepat berada di lintang 23.5° LU. Sehingga tidak memungkinkan kita untuk menentukan arah kiblat dengan melihat bayangan matahari ketika berpedoman pada masjid al-Aqsha (http://blogcasa.wordpress.com).

Ka’bah terletak di tengah al-Masjid al-Haram di Mekah; berada di garis koordinat 21°25′ Lintang Utara. Garis ini di bawah 23.5° LU batas matahari melakukan mihaadaa-nya. Jadi setiap yaum rashd al-qiblat; hari di mana mata hari berada di atas kota Mekah; maka setiap bayangan benda pada saat itu persis menghadap ke kota Mekah. Kita dapat melakukan penentuan arah kiblat dengan bentuan; berbedoman pada bayang-bayang tersebut. Karena pada saat itu matahari tepat berada di atas Ka’bah sehingga bayang-bayang benda pada saat yang ditentukan tersebut persis mengarah kota Mekah; arah bayang-bayang tersebutlah kiblat.


Catatan Akhir

Ada  yang persoalan yang mengganjal bagi penulis dalam permasalahan yaum rashd al-qiblah ini.

1.      Beberapa ahli Falak antara lain KH Slamet Hambali dan Ahmad Izzuddin sebagaimana yang terdapat pada jadwal salat yang mereka keluarkan bersama menyatakan bahwa yaum rashd al-qiblah itu dinyatakan suatu hari yang pada hari tersebut matahari tepat berada di atas Ka’bah. Ini sebagaimana juga dalam press release arah kiblat Depag di atas. Ada baiknya pernyataan ini diklarifikasi terlebih dahulu dengan data-data ephimeris matahari pada saat itu. Jika kita mengecek tentang data matahari pada saat yaum rashd al-qiblah, data yang diperoleh tidak eksak menunjukkan bahwa deklinasi matahari pada saat itu berada di atas Ka’bah. Misalnya jika kita melakukan pengecekan dengan program Mawaaqit versi 2001 (karya Khafid) dinyatakan sebagai berikut:


a.       Pada tanggal 28 Mei data δ (deklinasi matahari) pada jam 12:18 adalah 21° 28’ 12,2”. Adapun data lintang Ka’bah  adalah 21° 25’LU. Dengan demikian pada saat yaum rashd al-qiblah pada tanggal 28 Mei itu posisi matahari tidak tepat berada di atas Ka’bah tapi berada di utara Ka’bah. Tapi posisi matahari masih berada di sekitar kota Mekah.

b.      Pada  tanggal 16 Juli δmatahari pada jam 12:27 adalah 21° 20’. Adapun data  lintang Ka’bah adalah 21° 25’. Demikian juga hamper sama dengan kondisi pada tanggal 28 Mei di atas, pada tanggal 16 Juni ini pun posisi matahari tidak tepat berada di atas Ka’bah tapi berada di selatan Ka’bah. Tapi posisi matahari masih berada di sekitar kota Mekah.


Dari deklinasi matahari yang diperoleh di atas nyatalah bahwa matahari pada saat yaum rashd al-qiblat tidak tepat berada di atas Ka’bah tapi lebih tepat kalau dinyatakan berada di atas kota Mekah. Ini sesuai dengan pernyataan T Djamaluddin. Sehingga bayangan yang terbentuk pada saat itu mengarah ke kota Mekah; kota di mana tempat berdirinya Masjid al-Haram yang di dalamnya terdapat bangunan Ka’bah.


2.      Pelaksanaan Yaum Rashd al-Qiblah pada tahun-tahun Kabisat [4], untuk bulan-bulan setelah bulan Februari ditambahkan satu hari. Sehingga dapat dinyatakan bahwa Yaum Rashd al-Qiblah itu menjadi tanggal  29  Mei, 17  Juli, dan untuk daerah yang mengalami siang berlawanan dengan Mekah seperti Indonesia Timur menjadi 30 Nov.

3.      Rentang  dua hari sebelum dan dua sesudahnya dari waktu di atas masih cukup akurat (Djamaluddin, 2009). Jadi dengan demikian pengecekan arah kiblat itu dapat dilaksanakan dalam lima hari di tiap moment yaum rashd al-qiblahnya.


Tabel 1

Pelaksanaan Pengecekan Arah Kiblat pada Yaum Rashd al-Qiblat Bulan Mei

No

Tanggal

Waktu

1

26 Mei 2010

Pukul  16: 13 s/d  16: 23 WIB

2

27 Mei 2010

Pukul  16: 13 s/d  16: 23 WIB

3

28 Mei 2010

Pukul  16: 13 s/d  16: 23 WIB

4

29 Mei 2010

Pukul  16: 13 s/d  16: 23 WIB

5

30 Mei 2010

Pukul  16: 13 s/d  16: 23 WIB



Tabel 2

Pelaksanaan Pengecekan Arah Kiblat pada Yaum Rashd al-Qiblat Bulan Juli

No

Tanggal

Waktu

1

14 Juli 2010

Pukul  16: 22 s/d  16: 32 WIB

2

15 Juli 2010

Pukul  16: 22 s/d  16: 32 WIB

3

16 Juli 2010

Pukul  16: 22 s/d  16: 32 WIB

4

17 Juli 2010

Pukul  16: 22 s/d  16: 32 WIB

5

18 Juli 2010

Pukul  16: 22 s/d  16: 32 WIB


Marilah kita melakukan klarifikasi lebih lanjut terhadap pernyataan T Djamaluddin di atas. Yakni dengan mengecek ulang deklinasi matahari dalam rentang waktu tersebut menggunakan program Accurate Times 5.1 karya Mohammad Odeh, sebagai berikut:


Tabel 3

Deklinasi Matahari pada saat Yaum Rashd al-Qiblah Mei 2010

No

Tanggal

Waktu I (16:13)

Waktu II (16:18)

Waktu III (16:23)

1

26 Mei 2010

21° 08’  10’’

21° 08’ 12’’

21° 08’ 15’’

2

27 Mei 2010

21° 18’ 21’’

21° 18’ 24’’

21°  18’ 26’’

3

28 Mei 2010

21° 28’ 11’’

21° 28’ 13’’

21° 28’ 15’’

4

29 Mei 2010

21° 37’ 37’’

21° 37’ 39’’

21° 37’ 41’’

5

30 Mei 2010

21° 46’ 42’’

21° 46’ 44’’

21° 46’ 46’’


Tabel 4

Deklinasi Matahari pada saat Yaum Rashd al-Qiblah Juli 2010

No

Tanggal

Waktu I (16:22)

Waktu II (16:27)

Waktu III (16:32)

1

14 Juli 2010

21° 39’ 56’’

21° 39’ 54’’

21° 39’ 52’’

2

15 Juli 2010

21° 30’ 38’’

21° 30’ 36’’

21° 30’ 34’’

3

16 Juli 2010

21° 20’ 57’’

21° 20’ 55’

21° 20’ 53’’

4

17 Juli 2010

21° 10’ 56’’

21° 10’ 54’’

21° 10’ 51’’

5

18 Juli 2010

21° 00’ 32’’

21° 00’ 30’’

21° 00’ 28’’


Dari tabel tiga dan empat di atas dapat kita lihat bahwasanya deklinasi matahari pada waktu-waktu tersebut mendekati data lintang Ka’bah. Kalaupun terdapat perbedaan, namun selisisihnya tidak sampai 30’ busur sehingga dianggap cukup akurat.



Penutup

Inilah salah satu hikmah bagi umat Islam dengan berkiblat ke Ka’bah dalam beribadah adalah terdapatnya waktu-waktu yang disebut dengan Yaum Rashd al-Qiblat. Allah memberikan cara yang mudah bagi semua umat Islam dari semua kalangan tanpa terkecuali untuk menentukan ataupun melakukan pengecekan arah kiblat mereka. Untuk daerah yang mengalami siang bersamaan ataupun mengalami siang berlawanan dengan daerah Mekah dapat menentukan ataupun melakukan pengecekan arah kiblat mereka pada waktu-waktu yang telah ditentukan di atas. Alangkah bijaksana jika kita dapat memanfaatkan kehadirannya dengan semaksimal mungkin. Marilah kita melakukan pengecekan arah kiblat masjid di tempat kita masing-masing.

Jika dari hasil pengamatan tersebut terdapat kesalahan yang besar, maka perlu dilakukan koreksian dengan cara pembetulan shaf. Dengan demikian akan menambah keyakinan dan melenyapkan keragu-raguan dalam beribadah. Insya Allah ibadah salat yang kita laksanakan lebih sempurna secara syari’ah. Wallahu a’lamu bi ash-shawab



Daftar Pustaka

Azhari, Susiknan,  Ilmu Falak Teori Dan Praktek, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. ke-1,  2004


Bukhari,  Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-, Shahih al-Bukhari, Juz I, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th


Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. ke-1, 1993


Djamaluddin, T , Penyempurnaan Arah Kiblat dari Bayangan Matahari, Makalah Perkuliahan Astronomi, 26 Mei 2009


____________, Gempa Tidak Sebabkan Pergeseran Kiblat,  http: // (t-djamaluddin.space.live.com) diakses pada tanggal 1 Mai 2010

Kiblat Masjid kita: melenceng lho?, http://blogcasa.wordpress.com diakses pada tanggal 14 Februari 2010

Khafid, Penentuan Arah Kiblat, Makalah Pelatihan Penentuan Arah Kiblat, Cibinong, 22 Februari 2009

Iptek dan Arah Kiblat, http://astroscientist.multiply.com diakses pada tanggal 14 Februari 2010

 

Makna Arah Kiblat,  http://casa.assalaam.or.id diakses pada tanggal 14 Februari 2010

 

Press Release Arah Kiblat,  12 Jumadal Akhirah 1431 H/  26 Mei 2010 M, www.depag.go.id diakses pada tanggal 1 Juni 2010

Sayyis,  as- Muhammad Ali, Tafsir Ayat al-Ahkam, Tt: Tp

Sensitifnya Arah Qiblat, http://pakar.blogsome.com diakses pada tanggal 14 Februari 2010

Shihab, M Quraish,  Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol 6, Jakarta: Lentera Hati, 2004


___________, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol 7, Jakarta: Lentera Hati, 2004


___________, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol 9, Jakarta: Lentera Hati, 2004

200 Masjid di Mekah Tidak Menghadap Kiblat, http://blogcasa.wordpress.com diakses pada tanggal 14 Februari 2010

 



[1] Ahli kitab mengatakan bahwa rumah ibadah yang pertama dibangun berada di Baitul Maqdis, oleh karena itu Allah membantahnya.


[2] yang dimaksud dengan menghilangkan kotoran di sini ialah memotong rambut, memotong kuku, dan sebagainya.
[3] maksudnya ialah nabi Muhammad saw sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu Turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.
[4] Tahun yang habis dibagi 4 tahun 2004, dan 2008, adapun untuk tahun abad habis dibagi 400 seperti tahun 2000.

Make a Free Website with Yola.